TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Poros Wartawan Jakarta (PWJ) B Ali Priambodo, S.ip mengapresiasi apresiasi sikap The Jakarta Post yang secara terbuka memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi - JK.
"Secara pribadi, saya acungkap dua jempol untuk The Jakarta Post, yang berani mempelopori dukungan terbuka di pencapresan ini. Secara tidak langsung mereka berhasil memberikan ruang bagi setiap individu di redaksi dengan menyepakati keputusan bersama untuk memberikan dukungan kepada salah satu capres-cawapres," ujarnya, Sabtu (5/7/2014).
"Ketimbang melakukan dukungan terselubung yang akhimya kita lihat bersama, dari pantauan selama proses pilpres berlangsung terhadap pimpinan perusahaan/redaksi media yang berkesan memaksakan pilihannya menjadi pilihan bersama media itu," tambah pria yang kerap disapa Dodo ini.
Yang menjadi catatan penting, lanjutnya, adalah Koran Jakarta Post memberikan tantangan kepada dunia jurnalistik. Apakah dengan dukungan terbuka ini, imbunya, alur pemberitaan yang mereka jalani tetap pada alur yang berpedoman pada etika dan kaidah jurnalistik atau tidak.
Sebab jika karena dukungan ini mereka akhirnya tidak menjunjung etika, kaidah dan norma-norma dalam jurnalistik, lanjutnya lagi, bisa dikatakan mereka gagal mendewasakan antara pilihan politik dan Jurnalistik sebagai teliga dan mata publik.
"Kan kita bisa lihat bagaimana media-media mainstream sekarang ini benar-benar mengekor pada pilihan politik 'Bos, yang akhirnya mengangkangi kebebasan pers," Dodo menegaskan.
Ia berharap, semoga The Jakarta Post tidak demikian. Karena ini menjadi terobosan besar bagi jurnalis untuk tetap bisa mempunyai hak politik sesuai dengan pilihan masing-masing, meskipun media tempat mereka berada melakukan aviliasi dengan kelompok-kelompok politik yang saat ini tengah bertarung.
"Pilihan Jakarta Post menjadi barometer kebebasan Jurnalis dalam menentukan arah politik. Saya pribadi selaku Ketua PWJ melihat ini sebagai langkah positif berkaca pada kasus produser RCTI yang mendapat SP3 karena berusaha melawan berita yang dipaksa ditayangkan, namun melanggar kaidah2 jurnalistik dan UU pers," pungkasnya.