TRIBUNNEWS.COM, BEKASI -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bekasi menuntut seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan penjara 12 bulan, denda Rp 12 juta, subsidair 2 bulan.
"Terdakwa terbukti melanggar pasal 234 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden," ungkap JPU M Noldy Aziz, usai sidang tuntutan, Kamis (7/8/2014).
Menurut Jaksa Noldy, terdakwa Hartono, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 41 di Perumahan Pondok Ungu Permai, RT1/19 Kaliabang Tengah, Bekasi Utara sengaja melakukan perusakan surat suara.
"Karena ada tuntutan subsidair dua bulan, jika terdakwa tak mampu membayar denda Rp12 juta, maka hukuman ditambah dengan penjara selama dua bulan," imbuhnya.
Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua Firman Tambunan memberikan kesempatan kepada terdakwa Hartono dan penasehat hukumnya untuk melakukan pembelaan. "Sidang akan dilanjutkan, Senin (11/8) pekan depan," tuturnya.
Sebelumnya, sidang telah menghadirkan 9 dari 12 saksi yang diajukan oleh Kejari Bekasi. Beberapa saksi itu diantaranya dari Panwaslu Kota Bekasi, petugas PPS Kaliabang Tengah, enam petugas KPPS di TPS 41, serta saksi dari pasangan calon nomor urut 2.
Ketua Panwaslu Kota Bekasi, Ismail, bahkan membawa barang bukti formulir model C1 saat pilpre 9 Juli 2014, formulir C2 saat pemilihan suara ulang 14 Juli 2014, 30 surat suara yang rusak, dan papan meja yang digunakan saat pilpres 9 Juli 2014.
"Penanganan kasus pemilu ini, termasuk Acara Pemeriksaan Singkat, jadi tujuh hari sudah harus diputuskan oleh pengadilan," imbuh Jaksa Noldy. (Ichwan Chasani)