TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo diminta berhati-hati dalam mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM menjadi ujian pertama di masa pemerintahan Jokowi.
"Kenaikan harga BBM jadi ujian pertama di bidang ekonomi untuk Jokowi," kata Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2014).
Selain harga BBM, kata Dradjad, neraca transaksi nasional juga sedang dihadapkan dengan defisit yang semakin meningkat. Jokowi ia anggap harus berani mengambil kebijakan tak populer agar anggaran negara tak terus terbebani, salah satunya dengan cara mengurangi subsidi BBM.
Dalam posisi ini, ujian akan kembali datang karena kebijakan yang diambil Jokowi harus tetap berpihak pada rakyat meski tak populer. Ia khawatir akan ada gejolak jika kebijakan yang diambil Jokowi hanya menguntungkan golongan tertentu.
"Geopolitik ekonomi dunia cenderung kurang bagus, ada peningkatan kemungkinan perang dingin Rusia dengan barat. Kita lihat nanti, kebijakan Jokowi hanya berpihak pada rakyat, atau hanya untuk kaum kapitalis. Karena ujian ini tidak muncul saat Jokowi berkampanye," ujarnya.
Di lokasi yang sama, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan bahwa menaikkan harga BBM merupakan pilihan sulit yang dihadapi Jokowi. Pasalnya, partai yang membesarkan Jokowi, PDI Perjuangan, selalu memberikan penolakan keras saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menaikkan harga BBM.
"Kita harus putar video saat PDIP menolak kenaikan harga BBM. Sama dengan menjilat ludah sendiri, dan masyarakat akan menganggap partai politik tak konsisten," katanya.