TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2016/2017 untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sederajat, yang berlangsung pada 20-23 Maret 2017, ternyata menyisakan masalah.
Diduga, pelaksanaan USBN diwarnai pelanggaran.
Koordinator Tim 7 Bidang Pendidikan Ombudsman RI, Rully Amirulloh, mengatakan bahwa pihaknya menemukan adanya oknum guru yang menjual kunci jawab USBN kepada siswanya sebesar Rp 25.000.
"Ditemukan guru sekolah setempat membuat kunci jawaban setelah mendapatkan soal USBN. Kunci diberikan kepada siswa dengan pungutan setiap peserta ujian sebesar Rp 25.000 untuk memperoleh kunci jawaban," kata Rully saat presentasi di media center Ombudsman, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).
Temuan ini ia dapatkan di salah satu SMA yang berada di Jakarta Timur, ketika melakukan investigasi langsung ke lapangan.
Pemantauan dilakukan di beberapa sekolah dan sekolahnya pun dipilih secara acak, dengan periode 20 sampai 23 Maret 2017, di daerah Jabodetabek.
Pemantauan OmbudsĀman di sejumlah sekolah menggunakan metode observasi langsung dan wawancara.
Ombudsman memukan total ada 10 (sepuluh) maladministrasi selama pelaksanaan USBN.
"Ombudsman menemukan beberapa dugaan maladministrasi di Jabotabek untuk sekolah SMA, SMK, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah Kejuruan, dan sederajat," ujar Rully.
Dijelaskan, dugaan maladministrasi dibedakan menjadi empat kategori, yakni kategori peserta, pengawas, penyelenggara, dan temuan lainnya.
Dari kategori peserta, maladministrasi terjadi seperti siswa yang tidak membawa kartu peserta, pembawaan alat elektronik, dan meja ujian yang tidak mengunakan nomor.
"Dari kategori pengawas, pengawas membiarkan peserta USBN bekerja sama, pengawas hanya satu orang yang seharusnya dua orang. Bahkan ada ruangan USBN yang tidak diawasi. Siswa mondar-mandir tidak diawasi pengawas," ujarnya.
Sedangkan dari sisi penyelenggara USBN, Ombudsman menemukan pengawas sekolah tidak memiliki pakta integritas.
Beberapa sekolah, lanjut Rully, membuat ruang ujian tertutup.
"Pengawas ujian merupakan guru di sekolah itu mengajar. Tidak ada sistem silang yang mengakibatkan independen pengawas diragukan," paparnya.
Jutaan rupiah
Rully menuturkan, bocornya naskah soal dan kunci jawaban terjadi di daerah Jakarta Timur. Untuk mendapatkannya, siswa hanya membayar uang sebesar Rp 25.000 per mata pelajaran.
Ia lalu mengungkapkan, terungkapnya pelanggaran itu berawal dari cerita salah seorang murid dan orangtuanya.
"Jadi ada murid dari sekolah itu bersama dengan orangtuanya cerita ke saya, dia (murid) pulang-pulang ke rumah bilang ke orangtuanya kalau ada guru di sekolah jual kunci jawaban," ungkapnya.
Kunci jawaban tersebut bisa didapat dari jumlah akumulasi total siswa di sekolah, sehingga guru tersebut bisa mendapatkan jutaan rupiah dari satu mata pelajaran yang diujikan.
"Satu mata pelajaran, satu murid bisa mendapat kunci jawaban dengan membayar Rp 25.000. Kalo satu sekolah muridnya ada 300 aja, udah berapa itu," ujar Rully. (m9/Kompas.com)