TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Indonesia dikaruniai wilayah hutan hujan tropika yang sangat luas dan menghijau sepanjang tahun.
Salah satu keanekaragaman hayati hutan adalah mikroorganisme hutan (jamur) yang memiliki peranan negatif dan positif dalam memelihara ekosistem hutan.
Baca: Kelalahan Diperiksa Delapan Jam Lebih, Rita Istirahat di Sel Isolasi
Peran positif mikroorganisme hutan sebagai lumbung ekonomi masyarakat antara lain sebagai bahan pangan, obat, biopulping dan penstimulir gaharu.
Divisi Perlindungan Hutan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan (Fahutan) Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil memanfaatkan jamur antagonis untuk pengendalian hayati patogen hutan (Trichoderma sp dan Pleurotus sp), serta pengembangan isolat jamur tiram lokal untuk bahan pangan (Pleurotus sp).
“Mahasiswa kami bahkan berhasil menemukan jamur pangan lokal potensial, yakni jamur Morel (Morchella aff Deliciosa) yang ditemukan di Gunung Rinjani. Jamur ini satu-satunya di dunia dan harganya mahal. Di Pakistan, jamur ini dijual 50 dolar per kilogram, tapi kalau sudah masuk supermarket harganya bisa mencapai 200 dolar,” ujar Guru Besar Tetap IPB, Prof Ahmad dalam jumpa pers pra orasi ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (5/10/2017).
Baca: Emas 15 Kg Milik Bupati Kukar, Tidak Pernah Dilaporkan ke Negara
Peran positif lainnya adalah sebagai dekomposer atau pengurai bahan organik. Jamur dapat berasosiasi dengan akar pohon atau tanaman yang dikenal dengan sebutan mikoriza. Mikoriza penting bagi tanaman karena dapat menjadi penyedia pupuk bagi pepohonan tempat mereka berasosiasi. Ada juga jamur yang bisa digunakan sebagai obat, antara lain jamur umbi (ruffle).
“Jamur umbi ini dianjurkan oleh Rosulullah SAW. Al-kam’ah (jamur umbi) itu seperti manna, airnya dapat menyehatkan mata (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Jenis jamur lainnya yang digunakan untuk obat adalah jamur ganoderma,” terangnya.
Sementara itu, dalam paparannya Prof Ahmad juga menyampaikan tantangan di masa depan dalam pemanfaatan mikroorganisme hutan.
Menurutnya, mikroorganisme juga dapat digunakan untuk menyeleksi pohon tahan penyakit yaitu dengan mengubah genetik dari mikroorganisme patogenik tersebut.
“Bila telah diperoleh ras baru patogen yakni kemampuan isolat menjadikan sakit inang yang tadinya tahan, maka patogen ras baru tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi berbagai genotipe pohon dari jenis yang sama. Bila diperoleh pohon yang resisten terhadap penyakit, maka dapat digunakan sebagai sumber bibit untuk penanaman pada siklus tebang berikutnya,” ujarnya.