TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan zaman menuntut persatuan. Keberagaman yang dimiliki Indonesia adalah kunci menuju Indonesia maju.
Hal itu melatar belakangi Kunci Institute bekerjasama dengan Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar diskusi bertema 'Harmonisasi Keberagaman di Era Disruption 4.0', Senin (14/10/2019).
Hadir sebagai pembicara Gubernur NTB periode 2008-2018 TGB HM Zainul Majdi dan Staf Khusus Menristekdikti KH Abdul Wahid Maktub.
Mengawali diskusi, TGB menyebut harmonisasi keberagaman yang harmonis di Indonesia ini tidak lahir begitu saja. melainkan hasil perjuangan.
“Kita harus menyadari dalam bentuknya yang sekarang ini bukan terjadi yang tiba-tiba datang saja. Ujug-ujug memiliki keberagaman. Indonesia ini adalah akumulasi perjuangan sudut nusantara. Dengan khazanah kearifan lokal. Lalu lahirlah Indonesia. Yang memiliki perjalanan bangsa,” terang TGB.
TGB menyebut, para founding fathers berasal dari pemikiran berbeda. Betapa beragamnya latar belakang pemikiran mereka, namun dapat disatukan.
Dia menyebut, Indonesia tidak mungkin lahir seandainya orang-orang dengan pemikiran ini berkumpul dan berargumen untuk kepentingan kelompoknya, kemudian menganggap kelompoknya paling benar.
Manusia nusantara, tambah TGB, adalah manusia yang cinta kepada kebersamaan dan hidup bersama.
"Karena ada niat baik dari para pendiri bangsa. Saya berharap kita saat ini yang mewarisi hasil kerjasama bangsa," ujarnya.
TGB mengajak semua anak bangsa, dalam hiruk-pikuk ruang publik tetap bermuara pada cinta terhadap Indonesia. Tak boleh ada distrupsi pada Indonesia.
"Semua guratan tangan dan langkah kaki kita harus berkontribusi untuk kemajuan bangsa Indonesia. Kalau tidak bisa berkontribusi minimal jangan melemahkan kekuatan bangsa Indonesia," katanya.
Sementara itu, Staf Khusus Menristekdikti KH Abdul Wahid Maktub mengungkapkan, era disruption saat ini yang diperlukan adalah kecepatan merespon.
Disebutkan, era disrupsi memiliki karateristik cepat berubah, tidak ada kepastian, kompleks dan ketidakjelasan. Ini menyebabkan adanya miss understanding dan berbagai miss lainnya.
"Kita dihadapkan sebuah teknologi yang menjadi pusat basis kehidupan," katanya.
Saat ini, lanjutnya, antarmanusia sudah terhubung antara satu dengan yang lainnya. Tak ada batasan antarnegara. Terjadi perubahan yang luar biasa.
"Kita perlu adanya new responses. Kita pakai cara-cara lama pasti basi. Karakter hebat ke depan adalah komunikasi dan kolaborasi," katanya.
Direktur Kunci Institute M Kharisul Ilmi mengatakan, diskusi yang dirangkai dengan peluncuran organisasi ini memang memiliki misi menyatukan anak bangsa.
Kunci Institute selain menguatkan SDM, lembaga ini sebagai wadah bagi anak muda Indonesia untuk terus merajut kebhinnekaan dan persatuan.
"Kunci Institute ingin mengajak generasi muda mencintai Indonesia dengan keberagaman. Perbedaan adalah kekayaan tak terlihat yang dimiliki Indonesia. Menjadi sebuah keharusan bagi anak bangsa merawatnya," katanya.
Untuk itu, ia berharap, Kunci Institute sanggup memberi kontribusi bagi Indonesia, di antaranya melalui penguatan karakter generasi milenial.
"Termasuk konsentrasi kami dalam hal penelitian," sambungnya.
Wakil Rektor I UKI Dr Wilson Rajagukguk mengatakan, UKI sebagai role model kampus kebhinnekaan.
Forum ini, lanjutnya, sebagai ikhtiar memberikan pencerahan betapa pentingnya menjaga keberagaman ditengah ancaman disintegrasi bangsa.
"Pemerintah juga harus hadir mengembangkan sumber daya manusia. Ditengah bonus demografi yang dimiliki bangsa saat ini," tambahnya. (*)