TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Kamaruddin Amin, mengatakan, pada era transformasi ini Indonesia membutuhkan perangkat untuk mencerahkan dan memberdayakan sumber daya manusia.
Salah satu cara yang ditempuh adalah membangun konsep ideal bagi Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang kini tengah dibangun di Depok, Jawa Barat dan direncanakan menjadi pusat studi keislaman dunia.
Menurutnya, Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) merupakan jawaban yang tepat, karena akan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi pusat kebudayaan dan kemasyarakatan di dunia Islam.
UIII kata dia, akan melahirkan ilmuwan dengan kombinasi keilmuan yang seimbang antara Timur Tengah dan Barat.
"Jadi kira-kira UIII itu nanti akan memproduksi sarjana-ulama yang tidak sama dengan Al-Azhar, tapi juga tidak sepenuhnya sama dengan Barat. Jadi ada kombinasi karakter keilmuan, kombinasi tradisi kesarjanaan dari Timur Tengah dengan Barat yang akan melahirkan ulama-cendekiawan yang juga paham tentang ilmu-ilmu sosial masalah kesamasyarakatan," kata Kamaruddin dalam acara 'Expert Meeting' bertajuk "Seizing The Moment For Inventing Muslim Civilization" di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa, (26/11/2019).
"Jadi UIII nanti tidak akan sepenuhnya seperti di Arab dan tidak pula seperti Barat, tetapi kita mempelajari model keduanya untuk mencari bentuk baru yang lebih sesuai dengan Indonesia," tandasnya.
Menurutnya, terdapat tiga pilar penting terkait pendirian UIII ini, yaitu pertama sebagai lembaga pendidikan dan riset. Kedua sebagai pusat kebudayaan Islam dan kemasyarakatan, serta yang ketiga sebagai pusat penelitian tentang isu keislaman strategis dan tantangan dunia Islam.
"Pada saat awal, UIII ini akan membuka program syariah, aqidah, tafsir, hadits, tasawuf, usul fiqh, lughah, dan balaghah. Terdapat pula ilmu-ilmu sosial, teknologi halal, seni, dan musik."
Diketahui, acara Expert Meeting ini diadakan oleh Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS) Kemenag RI. Program ini dihadiri oleh para rektor dan akademisi terkemuka dari manca negara: Mesir, Maroko, Kanada, Inggris, Australia, Tunisia, dan dari dalam negeri. Expert Meeting bertujuan untuk menjadi sarana memperkenalkan kehadiran UIII kepada dunia internasional.
Selain itu kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mengupdate berbagai praktik dan pengalaman terbaik universitas-universitas terkemuka di dunia dalam mengembangkan kapasitas kelembagaan dan akademiknya di era milinial ini.
Di antara akademisi Islam dunia yang hadir adalah, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Prof Dr Mohamed Abouzaid Alamair, Wakil Rektor Universitas Qurawiyyin, Fez, Maroko Prof. Dr. Mohamed Adiouane, Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, Prof. Dr. Philip Buckley dari McGill University, Montreal Kanada, Prof. Dr. Mohammad al- Rougi dari University of Muhammad al-Khamis, Rabat, Maroko,Prof. Abdullah Sahin dari University of Warwick, Inggris, dan Prof. Dr. Moncef ben Abdeljelill dari Sousse University, Tunisia.
Akademisi dalam negeri yang hadir di antaranya Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Prof. Dr. Quraish Shihab, MA
Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, dalam kesempatan ini mengungkapkan, tantangan dunia islam saat ini adalah banyaknya analisis obyektif yang sebenarnya telah bisa bias oleh budaya suatu bangsa.
"Dalam banyak kasus di dunia, interpretasi berdasarkan latar belakang akan selalu terlibat" katanya. Maka instutusi yang menjadi pusat dari riset keilmuan dan budaya akan sangat dibutuhkan untuk memecahkan salah satu persoalan pokok di dunia islam. (Willy Widianto/Tribun)