TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor pendidikan alias sekolah kemungkinan akan menjadi sektor terakhir yang akan dibuka setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir dan berganti 'New Normal'.
"Dibandingkan sektor-sektor yang lain, kemungkinan sekolah adalah sektor yang paling terakhir. Mengingat risikonya tidak bisa dihitung dengan mudah akibat dari pengurangan pembatasan atau pembukaan sekolah," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, Rabu (3/6/2020).
Pemerintah belum dapat memastikan kapan sektor pendidikan dibuka. Namun berdasarkan skenario yang sudah dirancang, paling cepat sekolah baru akan dibuka
akhir tahun atau bahkan awal tahun baru.
"Itu hanya ancar-ancar saja. Kalau menurut kalender itu pertengahan Juli, tapi Kemenko
PMK tidak merekomendasikan skenario masuk sekolah pada waktu tersebut," ucapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK Agus
Sartono menjelaskan, kegiatan belajar mengajar di sekolah diperkirakan bisa dilakukan
pada akhir Desember dengan syarat bulan Juli angka penambahan virus covid-19 sudah
di angka 0.
Baca: Surat PHK Dikirim Tengah Malam, 181 Pilot Kontrak Garuda Indonesia Kehilangan Pekerjaan
"Kalau di akhir Juli sudah 0 (nol), tapi akan lebih baik di akhir Desember. Worst scenario-nya sampai akhir Desember belajar mengajar dari rumah," ujarnya.
Menurut Agus, selain untuk melindungi anak-anak sebagai generasi bangsa agar tidak
terpapar Covid-19 setelah masuk sekolah, momentum tersebut juga dapat menjadi
kesempatan bagi orang tua memperkuat pendidikan di dalam keluarga.
Baca: Lion Air Group Kembali Berhenti Terbang, Biaya Tes PCR Lebih Mahal dari Tiket Pesawat
"Pada prinsipnya tidak hanya belajar online, tapi bisa guru memantau, kunjungan guru ke
murid dengan memikirkan physical distancing."
"Yang jelas kita tidak ingin seperti di Perancis dan Korea Selatan yang membuka sekolah kemudian banyak murid terpapar," kata dia.
DKI mulai 13 Juli
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, aktivitas pendidikan di
sekolah diprediksi baru bisa dilaksanakan pada Januari 2021.
Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan kalau kegiatan belajar mengajar di sekolah sudah bisa kembali dilakukan pada 13 Juli 2020.
Baca: Terkuak! Trio Mantan Petinggi Jiwasraya Terima Mobil Mewah dan Pelesir ke Luar Negeri
Meski demikian, sampai saat ini belum ada keputusan final soal kapan dimulainya
aktivitas pendidikan di sekolah.
"Pendidikan belum dibuka, masih kita bahas. Wacana yang mengemuka, nanti Januari 2021. Itu yang paling bisa kita perhitungkan," ujar Emil sapaan akrab Ridwan Kamil.
Baca: Token Listrik Rp 1 Juta Habis dalam 2 Hari, Gigi Omeli Petugas PLN: Kesel, di Sini Jepret Mulu . . .
Epidemiolog Global Health Security, dr Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD menyarankan
untuk tidak membuka sekolah hingga situasi benar-benar baik.
"Sekolah sebaiknya ditunda sampai situasi pandemi betul-betul terkendali," kata Dicky.
Baca: FOTO-FOTO MESRA Liburan Bulan Madu Awan Arzum Balli, Bule Turki yang Nikahi Petugas PPSU
Menurutnya, membuka sekolah sangat berisiko, termasuk mungkin akan memunculkan
gelombang kedua virus corona yang pertama kali diidentifikasi di China ini.
Ia menambahkan, sebuah studi yang diterbitkan Sara et al pada 2012, menunjukkan
bahwa seluruh sekolah akan tutup ketika terdapat 0,1 persen populasi mengalami sakit,
dan sekolah-sekolah tetap tutup selama pandemi.
Tingkat serangan klinis dapat dikurangi lebih dari 50 persen.
Ia menyampaikan bahwa bentuk kenormalan baru dapat berupa motivasi dan kesadaran, mengenakan masker, mengurangi mobilitas, hingga keamanan di sekolah.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno
Listyarti mengungkapkan, sebanyak 90.519 responden orang tua (46%) menuntut
pembukaan sekolah harus berdasar pertimbangan pakar epidemiologi.
"Kapan idealnya sekolah dibuka? Menurut responden terbanyak, orang tua ketika sudah dinyatakan sebagai zona hijau atas rekomendasi pakar epidemiologi," kata Retno.
Sebanyak 75.788 responden orang tua (39%) menilai idealnya sekolah dibuka berdasarkan kajian mendalam dan rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, di masing-masing daerah.
Retno menerangkan, alasan responden menolak sekolah dibuka pada bulan 2020 beragam. Terbanyak, terkait alasan tingginya kasus positif Covid-19 (60%).
Disusul secara berurutan, kekhawatiran orang tua jika anaknya tertular virus saat perjalanan menuju dan pulang sekolah 47% dan wastafel di sekolah minim jumlahnya 21%.
Lalu, jarang ada sabun cuci tangan di toilet dan wastafel sekolah 19%, jarang ada tisu di
toilet dan wastafel sekolah 18%, toilet sekolah tidak bersih 15%, dan toilet sekolah
kadang airnya terbatas 15%.
Di sisi lain, sebanyak 66.609 responden orang tua (34%) setuju sekolah dibuka pada Juli 2020, dengan beragam alasan. Terbanyak, terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak dapat berjalan maksimal karena keterbatasan peralatan daring yang mamadai 16%.
Disusul secara berurutan, orang tua kasihan anak-anak terlalu berat mengerjakan
tugas-tugas selama PJJ 13% dan mata anak kelelahan selama PJJ karena mengerjakan
tugas melalui telepon genggam 10%.
Kemudian, kesulitan siswa membeli kuota internet 6%) dan orang tua sudah jenuh mendampingi anak belajar di rumah 3%.
"Data sebaliknya dari orang tua terjadi pada hasil polling anak," ujarnya. Sebanyak 9.643 responden siswa (63,7%) setuju sekolah dibuka pada Juli 2020.
Sedangkan, 36,3% memilih menolak sekolah dibuka pada Juli 2020.
"Tampaknya, anak- anak sudah ingin segera sekolah, mereka mulai jenuh di rumah saja. Mereka, rindu kebersamaan dengan teman-temannya,"kata Retno.
Sementara itu, sebanyak 18.111 responden guru (54%) menyatakan setuju sekolah
dibuka pada Juli 2020. Sisanya, menolak sekolah dibuka 46%.
"Guru yang setuju dan tidak setuju berbeda tipis, hanya sekitar 8%, tetapi tetap lebih banyak yang setuju. Kemungkinan para guru juga sudah rindu murid-muridnya," kata Retno.
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Aris
Junaedi mengatakan, perkembangan teknologi saat ini mendorong eksistensi
pendidikan jarak jauh. Sehingga, siswa lebih fleksibel belajar mandiri di tengah pandemi
Covid-19.
Terlebih, memasuki new normal ini perlunya menjaga jarak untuk memutus rantai
penyebaran virus corona. "Physical distancing menjadi sebuah keharusan dalam
berbagai aktivitas, termasuk bidang pendidikan," kata Aris.
Aris menambahkan, diperlukan fasilitas pendukung agar proses pendidikan jarak jauh
dapat diselenggarakan dengan baik. Kemendikbud memiliki berbagai program kegiatan
terkait pendidikan jarak jauh ini.
Di antaranya, menyediakan platform pembelajaran daring untuk dimanfaatkan oleh
perguruan tinggi dan mengakses langsung sumber pembelajaran dari perguruan tinggi
lain di www.spada.kemdikbud.go.id.
"Sementara, bagi perguruan tinggi dengan keterbatasan online resources, DIkti menyediakan kuliahdaring.kemdikbud.go.id," ucapnya.
Kemudian, lanjut Aris, dilakukan juga kerja sama dengan provider telekomunikasi untuk
menyediakan akses internet gratis/berbiaya murah bagi dosen dan mahasiswa.
"Ada juga pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dalam menciptakan materi atau konten pembelajaran daring bagi dosen," jelasnya.(Tribun Network/yud/mam/wly)