Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menilai panduan pelaksanaan tahun ajaran baru belum menyentuh arahan terkait perbaikan kurikulum Pendidikan masa pandemi Covid-19.
Namun Syaiful mengapresiasi kepada pemerintah yang tetap melarang aktivitas belajar dengan sistem tatap muka bagi siswa di tingkat usia dini, dasar, dan menengah di wilayah zona merah, oranye, dan kuning.
"Panduan ini masih belum menyentuh perbaikan kurikulum di era pandemi yang kerap dikeluhkan oleh stake holder pendidikan,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangaa (PKB) ini kepada Tribunnews.com menanggapi pengumuman Kebijakan Sektor Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19, Senin, (15/6/2020).
Dia menjelaskan kurikulum di era pandemi sangat dibutuhkan saat kegiatan belajar para siswa dilakukan dari rumah.
Baca: Pendidikan Jadi Sektor Paling Terakhir Dibuka Pemerintah Saat New Normal, Ini Alasannya
Menurutnya dalam tiga bulan terakhir, saat siswa diharuskan belajar dari rumah, banyak keluhan yang terjadi karena kurikulum yang padat konten sehingga tidak bisa mendorong anak anak belajar mandiri di rumah.
“Kami berharap ada panduan terkait kurikulum di masa pandemi ini. Sehingga menjadi acuan utamanya bagi guru untuk bisa membuat para peserta didik nyaman dan termotivasi meskipun belajar dari rumah,” ujarnya.
Ia juga menyoroti masih belum adanya kejelasan skema bantuan bagi sekolah swasta maupun kampus yang terancam kolaps dalam panduan Pendidikan pada tahun ajaran baru di masa pandemik.
Padahal selama masa pandemi, banyak sekolah swasta dan kampus yang mengalami kesulitan biaya operasional karena banyak siswa maupun mahasiwa mereka yang kesulitan membayar biaya Pendidikan.
Baca: Hari ke-18 Rapid Test BIN di Surabaya, 201 Orang Dinyatakan Reaktif
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka dirinya khawatir akan banyak sekolah maupun perguruan tinggi yang tutup selama enam bulan ke depan.
“Harusnya panduan Pendidikan di masa pandemic ini juga menyoroti persoalan kesulitan keuangan di sekolah maupun kampus swasta,” katanya.
Penambahan kuota Program Indonesia Pintar (PIP) maupun Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bisa menjadi salah satu solusi kesulitan keuangan bagi sekolah dan kampus swasta.
Menurutnya banyak sekolah swasta maupun kampus swasta yang menjadikan iuran dari peserta didik sebagai sumber utama biaya operasionalnya.
Jika uang sekolah dari peserta didik lancar, maka operasional sekolah dan kampus swasta juga lancar.
“Kami berharap PIP dan KIP Kuliah ini menjadi social safety net di bidang pendidikan,” katanya.
Selain itu, kata Huda relaksasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) akan sangat membantu para mahasiswa di masa pandemic ini. Kemendikbud telah memberikan lampu hijau terkait relaksasi UKT dan menyerahkan ke masing-masing pengelola Perguruan Tinggu untuk teknis operasionalnya. Hanya saja hal itu belum cukup.
Baca: Ternyata Hal Ini Penyebab Keanehan pada Babi Hutan yang Berkaki Seperti Ayam di Banyumas
Menurut Huda Kemendikbud butuh task force khusus untuk memastikan relaksasi UKT benar-benar diberikan pihak Perguruan Tinggi kepada para mahasiswa.
“Kami menerima banyak informasi banyak janji bantuan dari rektorat kepada mahasiswa hanya sekedar janji di atas kertas. Harus ada tim khusus untuk memastikan relaksasi UKT benar-benar dilaksanakan di lapangan karena akan sangat meringankan beban biaya pendidikan bagi para mahasiswa,” katanya.
Dia juga meminta agar Kemendikbud menguatkan konsolidasi dengan Kepala Dinas Pendidikan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Menurutnya, panduan Pendidikan di era pandemi hanya bisa berhasil jika konsolidasi dan koordinasi Kemendikbud dan Kepala Dinas Pendidikan bisa berjalan dengan baik.
'Pengelolaan sektor Pendidikan di daerah menjadi otoritas dari para kepala dinas Pendidikan. Jika koordinasi antara pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud dan para kepala dinas Pendidikan berjalan baik maka saya yakin apapun konsepsi Pendidikan yang kita punya akan terlaksana dengan baik di lapangan,” katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhirnya memutuskan untuk memperbolehkan kegiatan pembelajaran tatap muka atau pembukaan sekolah di wilayah zona hijau
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan terdapat enam persen wilayah di Indonesia yang telah merepresentasikan masuk zona hijau.
Pemerintah daerah wilayah zona hijau dipersilakan untuk menggelar pembelajaran tatap muka.
"6 persen zona hijau yang kami persilakan pemerintah daerah melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol ketat," ujar Nadiem dalam konferensi pers secara daring, Senin (15/6/2020).
Nadiem menyebut dalam memutuskan pemerintah mengutamakan kesehatan dan keselamatan guru, murid, dan orang tua.
Sementara wilayah yang masuk zona merah, kuning, dan oranye belum diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka. Wilayah ini masih melakukan pembelajaran jarak jauh.
"Zona Merah, kuning dan oranye dilarang melakukan pembelajaran tatap muka," tutur Nadiem.
Seperti diketahui, tahun ajaran baru 2020-2021 untuk sekolah dimulai pada Juli.
Selama masa pandemi, beberapa sekolah menggelar pembelajaran jarak jauh.(*)