TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 64 kepala sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mengundurkan diri dari jabatannya.
Pengunduran diri itu dilakukan lantaran puluhan guru tersebut merasa telah menjadi korban pemerasaan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan oknum kejaksaan setempat.
Tindak pemerasan diindikasi dari adanya panggilan kepada kepala sekolah oleh pihak kejaksaan atas laporan LSM.
Di mana pemanggilan tersebut dianggap tidak sesuai prosedur, karena dilakukan via telepon dan tidak secara tertulis atau melalui surat sesuai aturan.
Adapun pemanggilan kepala sekolah yakni terkait pemeriksaan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Dalam pemanggilan, pihak kepala sekolah menganggap LSM cenderung mencari kesalahan dalam pengelolaan dana BOS.
Baca: FAKTA 64 Kepala Sekolah SMP Mengundurkan Diri, Dugaan Pemerasan Rp 65 Juta oleh Oknum Aparat
Di sisi lain, pihak sekolah merasa sudah menggunakan dana BOS sesuai prosedur dari dinas terkait.
Adanya dugaan aksi pemerasaan tersebut menyebabkan 64 kepala sekolah menjadi tidak nyaman hingga tertekan.
Tekanan mental itulah alasan terjadinya pengunduran diri secara massal.
Sementara itu, Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Riau, Taufik Tanjung mengungkapkan, dugaan pemerasaan kepada 64 kepala sekolah telah terjadi sejak 2016.
"Jadi beberapa kali mereka (64 kepala SMP) dipanggil, dalam pemeriksaan mereka merasa tertekan."
"Artinya mereka tertekan dalam bentuk adanya indikasi pemerasan yang terjadi dari 2016 sampai 2020," ungkap Taufik Tanjung dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompastv, Senin (20/7/2020).
Setelah LKBH PGRI melakukan pemeriksaan, ditemukan bahwa LSM yang menghubungi 64 kepala sekolah merupakan lembaga ilegal.
Lebih lanjut, PLT Kepala Dinas Pendidikan Indragiri Hulu, Ibrahim Alimin mengatakan, pihaknya telah melakukan audiensi dengan beberapa kepala sekolah.
Dalam audiensi tersebut, ada kepala sekolah yang mengaku dipanggil oleh kejaksaan atas laporan LSM mengenai pengelolaan dana BOS.
Selain itu, kepala sekolah juga menyampaikan, ada sekolah yang hanya mendapat dana BOS sebanyak Rp 53 juta per tahun.
Namun, dana yang tidak sesuai tersebut juga turut menjadi objek untuk dicari-cari kesalahannya.
"Ada sekolah yang hanya dapat Rp 53 juta per tahun, itu pun sering dijadikan objek dan dicari-cari kesalahan dalam pengelolaan dana bos," ungkap Ibrahim Alimin.
Baca: 64 Kepala Sekolah SMP yang Mengundurkan Diri Penuhi Panggilan Kejati Riau, Didampingi LKBH PGRI
Diberitakan sebelumnya, pada Kamis (16/7/2020) lalu, Kepala Inspektorat Indragiri Hulu, Boyke Sitinjak mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berbekal surat pengaduan dan suart pengunduran diri serentak 64 kepala sekolah, Boyke Sitinjak mengadu soal tekanan mental yang dialami puluhan guru itu.
Atas laporan tersebut, KPK meminta inspektorat memperdalam kasus itu untuk tindak lanjut dari dugaan adanya aksi pemerasan.
Mengenai kode etik, inspektorat diminta berkoordinasi dengan komisi kejaksaan.
"Kalau dengan KPK kita bicara tentang adanya korupsi yang terjadi di sana, kalau bicara etik nanti kita akan berbicara dengan komisi kejaksaan," ujar Boyke Sitinjak, masih melansir sumber yang sama.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)