TRIBUNNEWS.COM - Musisi Anji Manji membagikan keluh kesahnya terkati sistem pembelajaran secara daring di tengah pandemi Covid-19.
Lewat akun Twitter pribadinya, @duniamanji mengatakan, sistem pembelajaran tersebut memiliki persoalan tersendiri.
"Sekolah daring untuk anak SD, adalah tersedotnya energi orang tua."
"Belum lagi yang Anak Berkebutuhan Khusus atau berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi," tulis Anji.
Baca: Cerita 4 Pelajar di Bandar Lampung Masuk Sarang Ular Demi Belajar Daring
Baca: Viral di Medsos, Warkop di Surabaya Sediakan Internet dan Teh Gratis untuk Siswa yang Belajar Daring
Diketahui semenjak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sejumlah sektor terkena dampaknya.
Sehingga dunia pendidikan yang dipaksa pemerintah dan stakeholder laiinya mencari jalan keluarnya.
Termasuk menerapkan sistem pembelajaran daring atau online sebagai solusinya.
Terlepas dari keluhan Anji, pemerhati dunia pendidikan sekaligus Ketua Kampus Guru Cikal (KGC), Bukik Setiawan memberikan pandangannya terkait sistem pembelajaran daring.
Bukik mengakui kebanyakan guru maupun orang tua belum siap sepenuhnya dengan sistem baru tersebut.
Padahal kunci keberhasilan dari pembelajaran daring terletak pada peran guru dan orang tua.
"Peran keduanya sama-sama 50 persen, kuncinya pada guru, karena guru yang paling mungkin membantu orang tua melakukan persiapan," katanya kepada Tribunnews, Rabu (29/7/2020).
Bukik melanjutkan, guru dan orang tua memiliki tugas masing-masing yang harus diambil untuk mencapai tujuan pembelajaran daring.
Ia mengatakan tugas guru lebih banyak pada diagnosis awal, merancang desain pembelajaran, dan melakukan asesmen formatif-sumatif
Sedangkan tugas orang tua berfokus pada memandu jalannya proses pembelajaran daring.
"Masalahnya, beban orang tua meningkat kalau desain pembelajarannya tidak berkualitas," tegasnya.
Baca: Kemendikbud Ingatkan Pemda Taati SKB 4 Menteri Terkait Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19
Baca: Kemendikbud Diminta Alihkan Anggaran POP untuk Peningkatan Mutu Pembelajaran Jarak Jauh
Kemudian, Bukik membagikan sejumlah indikator yang menggambarkan pembelajaran daring dapat disebut ideal, antara lain:
1. Guru yang kompeten dalam mempraktikkan pembelajaran merdeka belajar. Belajar bukan untuk mengerjakan ujian, tapi menguasai kompetensi.
Bukan mengerjakan soal di LKS/buku tugas, tapi tugas yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Ada media daring yang menjadi penghubung yang terjangkau dari sisi guru maupun sisi murid dan orang tua.
3. Penggunaan media daring yang efektif, bukan hanya untuk menyampaikan instruksi dan mengumpulkan tugas.
Media daring harusnya digunakan untuk: diskusi, refleksi, dan pemberian umpan balik.
4. Kemauan guru untuk memetakan dan memahami kondisi murid dan orang tua sebagai dasar untuk menyusun rencana pembelajaran.
5. Keterlibatan orang tua sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
Baca: KPK Akan Undang Nadiem Makarim Terkait Polemik POP
Baca: Soal POP Kemendikbud, Din Syamsuddin Bilang Bukan Salah Nadiem Makarim Tapi Salah Jokowi
"Untuk kondisi pandemi, ada catatan khusus: relaksasi tujuan pembelajaran."
"Harusnya pembelajaran murid tidak mengejar target kurikulum pada kondisi normal."
"Harusnya pada kondisi pandemi, capaian tidak lebih 50% dari target pada kondisi normal," urai Bukik.
Terakhir Bukik meminta guru dan orang tua saling bersinergi mencapai tujuan pembelajaran daring.
Dimana guru dapat kembangkan kompetensi untuk terampil merancang desain pembelajaran jarak jauh, termasuk memahami dan melibatkan orang tua murid dan orang tua.
"Dan buat orang tua, proaktif bertanya sekaligus memberi usulan kepada guru tentang bentuk pembelajaran yang lebih relevan dengan kehidupan anaknya di rumah," tandasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)