TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini pembahasan mengenai disintegrasi, faktor munculnya disintegrasi, serta upaya pencegahannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disintegrasi merupakan keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
Sementara integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
Jika integrasi menimbulkan dampak kesatuan yang utuh atau bulat, maka disintegrasi dapat menimbulkan dampak munculnya konflik, keadaan tidak bersatu padu, perseteruan atau pertentangan.
Dikutip dari Integrasi dan Disintegrasi Dalam Perspektif Budaya (2003), disintegrasi berarti tidak bersatunya (independensi) berbagai komponen atau struktur dalam suatu sistem sosial atau masyarakat.
Kemudian, integrasi menunjuk pada pola keterkaitan (interdependensi) antara berbagai unsur atau struktur sosial dalam masyarakat atau sistem sosial.
Konsep tersebut pada dasarnya muncul dari asumsi fungsional bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari unsur, komponen, struktur, yang dimana masing-masing struktur tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam satu kesatuan untuk suatu tujuan tertentu.
Dengan demikian, jika ada keterkaitan antar unsur tersebut maka terjadi integrasi sistem, namun sebaliknya jika unsur tersebut mengalami keterpisahan yang terjadi adalah disintegrasi sistem.
Baca juga: Apa Itu Orbit? Berikut Pengertian, Bentuk dan Sejarahnya
Baca juga: Apa Itu Perdagangan Internasional? Berikut Pengertian Lengkap dengan Teori Menurut Para Ahli
Faktor Munculnya Disintegrasi
Dikutip dari Integrasi dan Disintegrasi Dalam Perspektif Budaya (2003), disintegrasi sosial telah menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat Indonesia, yang akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk adanya integrasi.
Disintegrasi sosial, yang nampak dari adanya konflik dan penggunaan kekerasan dalam masyarakat bukan saja menjadi masalah kita sendiri di Indonesia, namun telah menjadi salah satu masalah utama disamping masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan hidup dalam dasawarsa 1980 hingga 1990-an (Korten, 1993).
Ada banyak faktor yang dituding terhadap munculnya disintegrasi (dan integrasi) seperti etnosentrisme, kontak budaya yang lemah, primordialisme, sosialisasi nilai budaya dan sebagainya yang dapat dilihat dari persfektif mikro.
Semua hal tersebut bisa terlihat dari budaya setiap masyarakat atau komunitas yang mendiami suatu daerah tertentu di Indonesia.
Namun, persoalannya adalah "apakah yang menjadi penyebab munculnya praktek budaya semacam itu?".
Jika dilihat dari persfektif makro, dalam mengidentifikasi faktor penyebab ataupun mencari akar persoalan diperlukan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai fenomena disintegrasi dan integrasi sosial dalam konteks budaya.
Nah, dalam perspektif makro fenomena disintegrasi dari segi budaya dapat diidentifikasi dari beberapa faktor, yakni faktor historis (masa lalu) dan kontemporer (kekinian).
Baca juga: Apa Itu Sistem Kekerabatan? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya
Baca juga: Apa Itu Pemakzulan yang Kini Menimpa Donald Trump? Begini Mekanisme di Indonesia Menurut UUD 1945
1. Faktor Historis (masa lalu)
Faktor historis berasal dari tindakan pengambil kebijakan orde lalu di tingkat nasional mengenai berbagai masalah ekonomi, politik, hukum, sosial-budaya yang berlangsung dalam kurun waktu lebih kurang 32 tahun (1966-1998).
Dalam kurun waktu tersebut sistem politik dan pemerintahan relatif bersifat otoriter dan sentralistik.
Dengan sistem tersebut, otonomi dan keberdayaan masyarakat tidak berkembang, pemberontakan muncul secara terselubung dan penyelesaian masalah dilakukan dengan pendekatan yang lebih refresif.
Akibatnya muncul ketidakpatuhan, pembangkangan secara terbuka, demonstrasi, kekerasan dan indikasi negatif lainnya yang berakumulasi secara terus menerus hingga mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998 ketika rezim Soeharto jatuh.
2. Faktor Kontemporer (kekinian)
Faktor kontemporer juga berkaitan dengan faktor kesejarahan, sistem otoriter dan sentralistik yang diterapkan dalam segala bidang kehidupan ekonomi, politik, hukum hingga pada praktek indoktrinasi pikiran masyarakat berakibat pada kondisi masyarakat yang sangat rawan saat ini untuk membangun integrasi masyarakat.
Di bidang Ekonomi misalnya menyangkut sistem ekonomi yang diterapkan secara kapitalistik, yang mengedepankan modal dan uang ketimbang harkat kemanusiaan melahirkan manusia Indonesia yang materialistik, individualistik dan konsumtif.
Sementara itu, di masyarakat terjadi ketimpangan dan kecemburuan ekonomi yang sangat mencolok sehingga tidak kondusif bagi berkembangnya integrasi.
Di bidang politik dan pembangunan, sejak dua dasa warsa perjalanan pembangunan di Indonesia tampak peran pemerintah yang sangat dominan.
Masyarakat hanya menjadi obyek ketimbang subyek dari proses politik dan pembangunan tersebut.
Akibat dari tekanan politik yang berlebihan dari orde lalu, yang terjadi sekarang masyarakat ingin diakui eksistensinya sehingga terjadinya "supremasi masyarakat" dan mencoba menggusur "supremasi pemerintah" sebagai mekanisme pertahanan diri atau dapat disebut juga sebagai pemberontakan dan "balas dendam" masyarakat terhadap situasi ketertekanan yang dialami pada masa lalu.
Dengan demikian integrasi dalam konteks hubungan masyarakat dan pemerintah menjadi tidak harmonis.
Hal ini tentu saja menyulitkan proses integrasi atau justru menjadi salah satu substansi yang memunculkan disintegrasi di dalam masyarakat.
Baca juga: Menuju Integrasi Ekonomi Kawasan Indonesia-Malaysia-Thailand di 2036
Baca juga: Anis Matta: Cara Atasi Ancaman Disintegrasi Sosial itu Rekonsiliasi
Terakhir, di bidang hukum yang jelas berhubungan dengan proses penegakan hukum.
Penegakan hukum menjadi fokus pendekatan-pendekatan struktural, termasuk dalam melihat penyimpangan ataupun ketidakadilan ekonomi di masyarakat.
Dalam praktek penegakan hukum, seringkali vonis hukum menimbulkan kontroversi di dalam masyarakat yang berindikasi mengabaikan unsur keadilan yang dirasakan masyarakat.
Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegak hukum, sehingga muncul masyarakat main hakim sendiri sebagai konsekuensi logis dari ketidakberdayaan hukum itu sendiri.
Upaya Pencegahan Disintegrasi
Dikutip dari Integrasi dan Disintegrasi Dalam Perspektif Budaya (2003), upaya pencegahan disintegrasi dapat dilakukan dengan menghilangkan berbagai faktor penyebab disintegrasi dan menciptakan atau membangun faktor-faktor integrasi.
Langkah utama dalam pencegahan disintegrasi adalah antara masyarakat maupun pemerintah harus membangun komitmen bersama bahwa disintegrasi adalah masalah yang harus menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Selanjutnya, jika komitmen sudah terbangun segera lakukan penataan sistem dan struktur (sebagai landasan dari tindakan politik, hukum, ekonomi dan sebagainya) yang kondusif terhadap terbangunnya integrasi dan sebagai koreksi terhadap sistem dan struktur yang selama ini ditengarai menjadi faktor terjadinya disintegrasi.
Sistem dan struktur bermasyarakat dan bernegara (sebagai landasan) tentunya harus dilaksanakan secara konsisten dan bertanggungjawab sehingga tidak menimbulkan disharmoni dan disorientasi dalam kehidupan masyarakat dan negara.
(Tribunnews.com/Latifah)