News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kapan Indonesia Menjadi Anggota PBB? Berikut Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa

Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Kontingen Garuda (Konga) XXXIX-B, Senin (5/10/2020). Kapan Indonesia Menjadi Anggota PBB? Dilengkapi Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia menjadi anggota PBB pada tahun 1950 tepatnya tanggal 28 September.

Indonesia secara resmi menjadi anggota ke-60 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB) dengan suara bulat dari para negara anggota.

Sebelum mempelajari tentang keanggotaan Indonesia di PBB serta alasan keluarnya dari keanggotaan, berikut sejarah terbentuknya PBB.

Dilansir laman resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan di San Francisco, Amerika Serikat pada 24 Oktober 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II.

Baca juga: Apa Itu Disintegrasi? Faktor Munculnya Disintegrasi dan Upaya Pencegahannya

Baca juga: Apa Itu Orbit? Berikut Pengertian, Bentuk dan Sejarahnya

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menghadiri sesi khusus Sidang Majelis Umum PBB untuk menanggapi Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan secara virtual dari New York tanggal 3-4 Desember 2020. (Dok. Kemlu)

Sidang Majelis Umum yang pertama baru diselenggarakan pada 10 Januari 1946 di Church House, London yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 51 negara.

Berkat karakteristiknya yang unik, PBB dapat mengambil sikap dan tindakan terhadap berbagai permasalahan di dunia internasional.

PBB juga mampu menyediakan forum bagi negara-negara anggota untuk mengekspresikan pandangan mereka, melalui Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Hak Asasi Manusia, dan badan-badan serta komite-komite di dalam lingkup PBB.

Ruang lingkup peran PBB mencakup penjaga perdamaian, pencegahan konflik dan bantuan kemanusiaan.

PBB juga menangani berbagai permasalahan mendasar seperti pembangunan berkelanjutan, lingkungan dan perlindungan pengungsi, bantuan bencana, terorisme, perlucutan senjata dan non-proliferasi, mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pemerintahan, ekonomi dan pembangunan sosial, kesehatan, upaya pembersihan ranjau darat, perluasan produksi pangan dan berbagai hal lainnya.

Per Selasa (16/2/2021) saat ini terdapat 193 negara yang menjadi anggota PBB.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB saat ini adalah Antonio Guterres yang berasal dari Portugal yang menjabat sejak 1 Januari 2017.

Baca juga: Apa Itu Perdagangan Internasional? Berikut Pengertian Lengkap dengan Teori Menurut Para Ahli

Keanggotaan Indonesia di PBB

Seperti yang telah disinggung, Indonesia menjadi anggota PBB pada 28 September 1950.

Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar.

Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan dan sejak tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri.

Hal tersebut membuat banyak negara yang mendaulat Indonesia sebagai "truly a child" dari PBB.

Peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB.

Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville.

Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.

Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap RI yang pertama di PBB.

Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1947.

Duta Besar Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu beliau hanya sebagai "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu.

Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji bahwa Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB.

Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya hingga tahun 1953.

Sebagai negara anggota PBB, Indonesia dalam menyelesaikan sengketa Irian Jaya dengan Belanda mengupayakan solusi dengan mengajukan penyelesaian permasalahan tersebut kepada PBB pada tahun 1954.

Posisi Indonesia ini didukung oleh Konferensi Asia Afrika pada bulan April 1955 yang mengeluarkan sebuah resolusi untuk mendukung Indonesia dan kemudian meminta PBB untuk menjembatani kedua pihak yang berkonflik dalam meraih solusi damai.

Namun demikian, hingga tahun 1961 tidak ada indikasi solusi damai meskipun dalam faktanya isu tersebut dibahas dalam rapat pleno Majelis Umum PBB dan di Komite I.

Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-17 tahun 1962, penyelesaian sengketa tersebut akhirnya menemukan titik terang dengan dikeluarkannya Resolusi Nomor 1752 yang mengadopsi "The New York Agreement" pada 21 September 1962.

Selanjutnya, United Nations Executive Authority (UNTEA) sebagai badan yang diberi mandat oleh PBB untuk melakukan transfer kekuasaan Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia menjalankan tugasnya secara efektif mulai 1 Oktober 1962 dan berakhir pada 1 Mei 1963.

Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikannya anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965.

Setelah pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, Pemerintah Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerja sama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima untuk pertama kalinya.

Sebagai kelanjutan penyelesaian masalah Irian Barat, Pemerintah Indonesia melaksanakan "Pepera" di Irian Jaya (Papua) di bawah pengawasan PBB tahun 1969.

Pelaksanaan Pepera dilakukan secara demokratis dan transparan dengan melibatkan masyarakat Irian Jaya serta melibatkan partisipasi, bantuan, dan saran PBB melalui utusan khususnya yaitu Duta Besar Ortiz Sanz dari Bolivia.

Pepera telah diterima oleh masyarakat internasional melalui sebuah Resolusi Nomor 2504 dalam Sidang Umum PBB ke-24 pada 19 November 1969 yang mengukuhkan perpindahan kekuasaan di wilayah Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia.

Peran Indonesia di PBB

Sebagai anggota PBB, Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah naungan PBB.

Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian).

Salah satu prestasi Indonesia di PBB adalah saat Menteri Luar Negeri Adam Malik menjabat sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB.

Dalam hal ini Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik.

Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXIX-B Rapid Deployable Battalion (RDB) Mission de lOrganisation des Nations Unies pour La Stabilisation en R?publique D?mocratique du Congo (Monusco) Kolonel Inf Daniel Lumbanraja menerima kunjungan Tentara Nasional Republik Demokratik Kongo atau Force Armees de la Republique Democratique du Congo (FARDC) Komandan Contre Amiral 22 Angkatan Laut Laksamana Pertama Ruvunangiza Changa B., Asops FARDC Brigade 22 Infanteri Kolonel Fasific, dan perwakilan Head of Office of United Nation Kalemie, Kepala Bagian Urusan Politik Leonidas, di Sukarno Camp Kalemie Provinsi Tanganyika Republik Demokratik Kongo, Sabtu (7/3/2020). (Puspen TNI) (Puspen TNI/Puspen TNI)

Masih dari sumber yang sama, pencapaian Indonesia di Dewan Keamanan (DK) PBB adalah ketika pertama kali terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 1974-1975.

Indonesia terpilih untuk kedua kalinya menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 1995–1996.

Dalam keanggotaan Indonesia di DK PBB pada periode tersebut, Wakil Tetap RI Nugroho Wisnumurti tercatat dua kali menjadi Presiden DK-PBB.

Terakhir, Indonesia terpilih untuk ketiga kalinya sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk masa bakti 2007–2009.

Proses pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara dengan perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih.

Di Komisi Hukum Internasional PBB/International Law Commission (ILC), Indonesia mencatat prestasi dengan terpilihnya mantan Menlu Mochtar Kusuma Atmadja sebagai anggota ILC pada periode 1992-2001.

Pada pemilihan terakhir yang berlangsung pada Sidang Majelis Umum PBB ke-61, Duta Besar Nugroho Wisnumurti terpilih sebagai anggota ILC periode 2007-2011, setelah bersaing dengan 10 kandidat lainnya dari Asia.

Pada tahun 2006, Indonesia merupakan salah satu anggota pertama Dewan HAM dari 47 negara anggota PBB lainnya.

Indonesia kemudian terpilih kembali menjadi anggota Dewan HAM untuk periode 2007-2010 melalui dukungan 165 suara negara anggota PBB.

Dian Triansyah Djani (ISTIMEWA)

Wakil tetap Indonesia untuk PBB

1. Lambertus Nicodemus Palar, 1950-1953

2. Sudjarwo Tjondronegoro, 1953-1957

3. Ali Sastroamidjojo, 1957-1960

4. Soekardjo Wirjopranoto, 1960-1962

5. Lambertus Nicodemus Palar,1962-1965

6. Dr. H. Roeslan Abdulgani, 1967-1971

7. Yoga Soegomo, 1971-1974

8. Ch. Anwar Sani, 1974-1979

9. Abdullah Kamil,1979-1982

10. Ali Alatas, 1982-1988

11. Nana Sutresna, 1988-1992

12. Noegroho Wisnumurti, 1992-1997

13. Makarim Wibisono, 1997-2001

14. Makmur Widodo, 2001-2004

15. Rezlan Ishar Jenie, 2004-2007

16. R.M. Marty M. Natalegawa, 2007-2009

17. ​Hassan Kleib, 2010-2012

18. ​Desra Percaya, 2012-2015

19. Dr. Dian Triansyah Djani, 2015-sekarang

(Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini