News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Liputan Khusus

Sengkarut PPDB di Jatim, Belum Lahirkan Rasa Keadilan

Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tata Cara Latihan Pendaftaran PPDB Jatim 2020, Login ppdbjatim.net Berikut Syaratnya (ppdbjatim.net)

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi untuk jenjang SMA di seluruh Jawa Timur berakhir pada Minggu (30/5). 

Merry Yunita Pratama Sari (16), warga Gubeng, Surabaya menjadi satu di antara puluhan ribu lulusan SMP yang mengikuti seleksi PPDB jalur zonasi.

Remaja putri yang aktif dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) ini mengaku ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah favoritnya. Pilihannya SMAN 4 Surabaya, SMAN 5 Surabaya, dan SMAN 16 Surabaya.

Sebelumnya Merry sudah mencoba jalur afirmasi dan prestasi, namun gagal.

Merry mengaku dirinya memilih jalur afirmasi karena pertimbangan ekonomi keluarganya  pas-pasan.
“Kedua orang tua menyuruh karena kondisi ekonomi keluarga memang tergolong menengah ke bawah dan berkeyakinan pasti bisa keterima, ternyata enggak keterima,” katanya, Jumat (28/5).

Sayangnya, usaha Merry belum membuahkan hasil. Namanya tidak lolos dalam seleksi jalur afirmasi. Namun ia tak patah arang, Merry kemudian mencoba memanfaatkan jalur prestasi akademik.

Ternyata Dewi Fortuna belum juga berpihak kepada Merry. Hasilnya sama saja. Nilai rapornya dinyatakan kurang memenuhi standar, alhasil dia tidak lolos seleksi jalur tersebut.

Kemudian, ia mencoba melanjutkan proses PPDB dengan memanfaatkan jalur zonasi. Merry mengincar SMAN 16 Surabaya, sebagai pilihan utamanya.

Ternyata doa dan segala ikhtiar yang tak pernah lelah dilakukannya, berbuah manis. Setelah melihat hasil pengumuman di website PPDB Pemprov Jatim, Merry dinyatakan diterima di SMAN 16 Surabaya, pada Minggu (30/5).

“Ini tadi pengumumannya keluar. Alhamdulilah saya keterima di SMAN 16,” ujarnya, Minggu (30/5).

Rasa cemas, haru dan bahagia berkecamuk, Merry mengaku senang mendapat kabar tersebut. Merry kini akan lebih giat belajar lagi. Ia menganggap ini adalah kesempatannya untuk menggapai cita-cita menjadi seorang dokter.

Sementara itu dari data di ppdbjatim.net untuk Kota Malang, calon peserta didik yang jarak rumahnya terdekat ke sekolah ada di SMAN 2. Jaraknya 25 meter. Sedang terjauh pada calon peserta didik di SMAN 6 yaitu 3.166 meter.

Jalur zonasi merupakan tahapan PPDB terakhir untuk jenjang SMA. Adapun pagu zonasi adalah 50 persen dari pagu sekolah. Sebelumnya telah dilaksanakam jalur prestasi akademik sebanya 25 persen dari pagu sekolah.

“PPDB 2021 untuk SMA animonya sebenarnya hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Kriterianya juga tetap berdasarkan jarak, usia, dan waktu daftar,” jelas Haryanto, Kepala SMAN 2 Kota Malang, Minggu (30/5).

Baca juga: Terima Laporan Kasus Kerumunan Acara Ultah, Polda Jatim akan Panggil Khofifah hingga Emil Dardak

Sekolah baru

Sistem seleksi berbasis zonasi wilayah keterjangkauan jarak sekolah dengan kediaman peserta didik yang menjadi satu di antara lima tahapan seleksi PPDB 2021, dinilai belum maksimal dalam mengakomodasi keadilan bagi para peserta didik.
Permasalahan tersebut dinilai Presidium Forum Pendidikan Jawa Timur Ferry Koto, sudah terjadi sejak awal penerapan sistem zonasi dalam PPDB 2019. Sayangnya, hingga tahun ketiga penerapan sistem tersebut, tak kunjung ada perbaikan signifikan.

Ferry menerangkan, ada empat penyebab sistem zonasi masih belum efektif. Pertama, jumlah SMAN dan SMKN di Jatim terbatas, sehingga belum cukup menampung seluruh lulusan SMP.

Berdasarkan data yang dihimpunnya, lulusan SMP ada sekitar 75.000 orang, sedangkan jumlah SMAN dan SMKN yang ada di Jatim hanya mampu menampung kisaran 30 persen saja, atau sekitar 14.000 siswa.

Solusinya, ungkap Ferry, tidak ada cara lagi selain menambah sekolah baru hingga mampu memenuhi kebutuhan jumlah peserta didik yang ada.

Sayangnya, hingga tahun ketiga penerapan sistem zonasi, Pemprov Jatim belum menunjukkan gelagat untuk menambah sekolah baru.

Ia justru menyoroti tajam kebijakan Pemprov Jatim yang mengalokasikan anggaran sekitar Rp150 miliar untuk seragam sekolah gratis pada peserta didik se-Jatim, yang tak kunjung direalisasi sejak 2019. Padahal, Rp150 miliar anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun sekolah.

Ferry mengungkapkan, Pemprov Jatim bisa membuat sedikitnya tiga sekolah baru, dengan estimasi biaya pembangunan untuk satu sekolah sekitar Rp 50 miliar.

“Karena jumlah terbatas pemerintah provinsi harus punya road map rencana bagaimana supaya jumlah sekolah itu bertambah sesuai dengan jumlah penduduk kita,” katanya baru-baru ini.

Mantan anggota Dewan Pendidikan Kota Surabaya itu juga menyoroti bahwa di sejumlah kabupaten atau kota di Jatim memiliki persebaran sekolah SMAN dan SMKN yang tidak merata.

Ia mencontohkan di Kota Surabaya. Berdasarkan temuan dia, terdapat tujuh SMAN yang berada di dalam sebuah kecamatan yang lokasi di tengah kota. Seperti SMAN 1 Surabaya, SMAN 2, SMAN 5, SMAN 9, SMAN 4, SMAN 6  dan SMAN 7.

Kondisi ini, lanjut Ferry, membuat mekanisme zonasi tidak dapat diterapkan secara maksimal. Pasalnya akan terjadi ketidakadilan bagi peserta didik yang tidak bermukim dekat dengan ketujuh sekolah tersebut.

Bahkan, ada sejumlah kecamatan di Kota Surabaya, tidak memiliki SMAN atau SMKN. Di antaranya, Asemrowo, Bubutan, Dukuh Pakis, Gubeng, Gunung Anyar, Karangpilang, Krembangan, Mulyorejo, Pabean Cantikan, Pakal, Sambikerep, Simokerto, Sukomanunggal, Tegalsari dan Wonokromo.

Bagi Ferry solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan memindahkan sekolah yang terlalu banyak berkumpul di satu kawasan, ke kawasan lain yang belum memiliki sekolah.

Dalam konteks permasalahan tersebut, mengingat kewenangan SMA/SMK ada pada pemprov, maka Pemprov Jatim bisa berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya untuk memindahkan sejumlah sekolah yang berada di tengah kota ke kawasan pinggiran kota, atau pada kecamatan yang belum memiliki SMAN dan SMKN tersebut.

Ferry juga menyoroti PPDB jalur prestasi melalui nilai rapor yang dinilainya tidak akuntabel dalam mengukur kemampuan peserta didik. Apalagi pada kurun waktu dua tahun ini, Ujian Nasional (UN) ditiadakan akibat pandemi Covid-19.

Sayangnya, ungkap Ferry, kewenangan penuh memberi nilai semacam itu, acap disalahartikan dan juga disalahgunakan oleh pihak guru dengan praktik membulatkan nilai peserta didik menjadi lebih tinggi. Atau yang lazim disebut katrol’nilai peserta didik.  (pam/bri/vie)

Baca juga: Ketua DPD RI Minta Pemprov Jatim Sikapi Protes Reklamasi Pantai di Banyuwangi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini