TRIBUNNEWS.COM - Berikut penjelasan mengenai pola lantai tari tradisional.
Selain itu, dijelaskan juga tata rias, busana, properti dan tata iringan dalam tari tradisional.
Setiap daerah di Indonesia mempunyai tari tradisional yang berbeda-beda.
Tari tradisional tidak bisa terlepas dari pola kehidupan sosial budaya masyarakat daerah setempat.
Baca juga: Gambar Ilustrasi: Pengertian, Jenis hingga Cara Menggambar Ilustrasi
Baca juga: Apa Itu Tempo? Ini Pengertian, Macam-macam dan Contoh Tempo pada Lagu
Untuk lebih memahaminya, tidak ada salahnya kamu belajar tentang unsur pendukung tari tradisional.
Unsur pendukung meliputi pola lantai, tata rias, busana, properti, dan tata iringan.
Dikutip dari Buku Seni Budaya SMP/MTs kelas VIII (2017) oleh Eko Purnomo dkk, berikut penjelasan masing-masing unsur pendukung tari tradisional.
1. Pola Lantai Tari Tradisional
Pola lantai pada tari tradisional Indonesia pada prinsipnya hampir sama yaitu garis lurus dan garis lengkung.
Garis lengkung termasuk pola lingkaran dan garis lurus bias membuat segi empat, segitiga, atau berjajar.
Pola lantai dapat juga dibuat dengan cara kombinasi antara garis lurus dan garis lengkung.
Kombinasi ini dilakukan agar gerak tampak lebih dinamis.
Pola lantai tari Saman dari Aceh menggunakan garis lurus.
Para penari duduk lurus di lantai selama menari.
Pola lantai tari Bedaya baik di Keraton Surakarta maupun Yogyakarta banyak menggunakan pola-pola garis lurus.
Garis lurus pada tarian Saman atau Bedaya merupakan simbolisasi pada hubungan vertikal dengan Tuhan dan horisontal dengan lingkungan sekitar.
2. Tata Rias dan Busana Tari Tradisional
Tata rias dan tata busana pada tari tradisional memiliki fungsi penting.
Ada dua fungsi tata rias dan tata busana pada tari tradisional yaitu:
1) sebagai pembentuk karakter atau watak.
2) sebagai pembentuk tokoh.
Adapun pembentukan karakter atau watak dan tokoh dapat dilihat pada tata rias wajah yang digunakan dan juga busana yang dipakai.
Tata rias warna merah yang dominan biasanya digunakan pada karakter pemarah, jahat, dan sejenisnya.
Demikian juga pada busan, warna dominan yang digunakan secara visual menunjukkan bahwa penari memerankan tokoh jahat.
Misalnya tokoh raksasa pada epos Ramayana digambarkan dengan riasan wajah yang merah menyala dengan bagian mulut penuh taring.
Karakter tokoh baik pada epos Ramayana biasanya menggunakan riasan cantik seperti riasan pada Pregiwa sebagai istri Gatot Kaca.
Tata rias dan tata busana tampak cantik dan bersahaja.
Tokoh dan karakter dapat dijumpai juga pada tari tentang fauna seperti Tari Merak.
Tata rias pada tari Merak yang digunakan memperlihatkan seekor burung Merak yang indah.
Ada juga tata rias dan tata busana lain yang menunjukakan perwujudan dari objek tari seperti tari Kijang dari Jawa Tengah, tari Burung Enggang dari Kalimantan, tari Cendrawasih dari Bali, tari Kukilo dari Jawa Tengah.
3. Properti Tari Tradisional
Ada tari tradisional yang menggunakan properti tetapi ada juga tidak menggunakan.
Ada nama tarian sesuai dengan properti yang digunakan.
Contoh tari Payung menggunakan payung, tari Piring menggunakan piring sebagai properti.
Kedua tarian ini berasal dari Sumatra Barat, tari Lawung dari keraton Yogyakarta menggunakan Lawung (tombak) sebagai properti tarinya.
Ada juga tarian yang menggunakan properti tetapi tidak digunakan sebagai nama tarian.
Contoh tari Pakarena menggunakan Kipas, tari Merak menggunakan selendang, tari Serimpi dari Yogyakarta atau Surakarta ada yang menggunakan Kipas, Keris atau properti lain.
Masih banyak tari tradisional dari daerah lain yang menggunakan properti sebagai pendukungnya.
4. Tata Iringan Tari Tradisional
Musik tersusun atas kata, nada, dan melodi yang terangkum menjadi satu.
Bahasa musik dapat dipahami lintas budaya, agama, suku, ras, dan juga kelas sosial.
Musik sebagai iringan tari dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu iringan internal dan eksternal.
Iringan internal memiliki arti iringan tersebut dilakukan sekaligus oleh penari.
Contoh iringan internal antara lain pada tari Saman.
Penari manyanyi sebagai iringan sambil melakukan gerak.
Sementara itu iringan eksternal memiliki arti iringan yang berasal dari luar penari.
Iringan internal juga dijumpai pada tari daerah Papua penari membunyikan tifa sebagai iringan gerakan.
Iringan ini dapat berupa iringan dengan menggunakan alat musik yang dimainkan atau pemusik, bisa juga melalui tape recoder.
Jenis tari tradisional di Indonesia lebih banyak menggunakan iringan eksternal daripada iringan internal.
Musik iringan tari memiliki fungsi antara lain sebagai iringan gerakan, ilustrasi, membangun suasana.
(Tribunnews.com/Fajar)
Berita terkait materi sekolah lainnya