TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan mengenai zaman batu, lengkap beserta periodisasi zaman batu dan hasil kebudayaannya.
Sejarawan Indonesia, R Soekmono, membagi zaman prasejarah Indonesia ke dalam 2 zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam.
Zaman Batu merupakan zaman prasejarah yang luas, ketika manusia menciptakan alat dari batu.
Selain itu, zaman batu juga bisa disebut sebagai zaman sebelum manusia mengenal logam, sehingga menggunakan batu sebagai bahan utama untuk membuat peralatan.
Zaman Batu dapat diperiodisasi menjadi empat zaman, yakni zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.
Simak penjelasan masing-masing tentang zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum, dikutip dari gramedia.com:
Baca juga: Pembagian Zaman Praaksara Berdasarkan Geologi: Zaman Arkaekum hingga Neozoikum
1. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
Zaman Paleolitikum berlangsung pada 50.000-10.000 SM.
Disebut sebagai zaman batu tua, karena pada saat itu manusia menggunakan alat-alat batu yang masih dibuat secara kasar dan sederhana.
Pada zaman ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kelompok kecil (10-15 orang) untuk mencari makanan.
Mereka hanya mengenal berburu (hewan) serta mengumpulkan makanan (buah dan umbi-umbian), dan belum mulai memasak atau bercocok tanam.
Mereka berlindung dari alam dan hewan buas dengan tinggal di dalam gua.
Namun pada zaman ini, manusia purba sudah mengenal api.
Berdasarkan penemuan fosil, jenis manusia purba yang hidup di zaman paleolitikum, antara lain:
– Pithecanthropus Erectus
– Meganthropus paleojavanicus
– Homo Erectus
– Homo Soliensis
– Homo Wajakensis
– Homo Floresiensis
Adapun hasil kebudayaan zaman Paleolitikum, yakni:
- Kebudayaan Pacitan
Alat yang ditemukan berupa kapak genggam (chopper) dan alat serpih yang masih kasar, yakni alat penetak/pemotong, serupa kapak tapi tidak bertangkai, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
Selain di Pacitan, alat-alat tersebut juga banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara).
Kemudian, kapak perimbas (ditemukan juga di Gombong, Sukabumi, Lahat), untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata, diperkirakan merupakan hasil kebudayaan manusia Pithecanthropus.
- Kebudayaan Ngandong
Alat hasil kebudayaan Ngandong ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur.
Alat yang ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang binatang (alat penusuk/belati, ujung tombak bergerigi, mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, menangkap ikan).
Selain itu, Flakes (alat kecil dari batu Chalcedon, untuk mengupas makanan, berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan).
2. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Tengah)
Zaman Mesolitikum merupakan peralihan zaman paleolitikum dan neolitikum.
Manusia pendukungnya yaitu bangsa Papua-Melanosoid.
Manusia mulai hidup semi menetap di gua-gua yang disebut Abris Sous Roche.
Pada zaman ini, laki-laki berburu dan perempuan tinggal di gua untuk menjaga anak dan memasak.
Adapun hasil kebudayaan zaman Mesolitikum, yaitu:
- Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger ini berasal dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti “dapur” dan modding berarti “sampah”.
Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera.
Penemuan hasil budaya dari kjokkenmoddinger adalah peeble, kapak genggam, kapak pendek, dan pipisan.
- Abris Sous Roche
Manusia pada zaman tinggal di gua-gua pada tebing pantai yang dinamakan Abris Sous Roche.
Hasil budaya yang ditemukan dari gua-gua tersebut yaitu peralatan dari batu yang telah diasah serta peralatan dari tulang dan tanduk (banyak ditemukan di gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur, karena itu disebut sebagai Sampung Bone Culture).
Abris Sous Roche juga banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, dan Sulawesi Selatan.
Hasil budaya lainnya yakni lukisan gua berupa cap tangan yang diyakini sebagai bagian dari ritual agama, dianggap memiliki kekuatan magis.
Cap jari tangan warna merah diperkirakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dari roh-roh jahat.
Sementara cap tangan yang jarinya tidak lengkap diperkirakan merupakan ungkapan duka atau berkabung.
Baca juga: Deretan Fakta Unik Batu Berak, Situs Sejarah Megalitikum di Lampung Barat
Baca juga: Sejarah Jejak Indonesia di Negara Gajah Putih, Al Quran Tertua Asal Indonesia Tersimpan di Thailand
3. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/ Batu Muda)
Kehidupan pada zaman ini sudah mulai menetap, tidak berpindah-pindah.
Jenis manusia yang hidup pada pada zaman ini yaitu Homo Sapiens ras Mongoloide dan Austromelanosoide.
Mereka sudah mengenal bercocok tanam, namun masih melakukan perburuan.
Selain itu, mereka juga sudah dapat menghasilkan bahan makanan sendiri (food producing).
Adapun hasil kebudayaan zaman Neolitikum, yaitu:
– Kapak Lonjong (alat dari batu yang diasah berbentuk lonjong seperti bulat telur).
– Kapak Persegi (berbentuk persegi panjang atau trapesium, mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan).
– Mata panah dan mata tombak (terbuat dari batu yang diasah seara halus untuk kepentingan berburu).
– Perhiasan seperti gelang-gelang dari batu indah
– Alat pemukul kulit kayu
– Pakaian dari kulit kayu
– Tembikar (periuk belanga)
4. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)
Manusia pendukung pada zaman ini didominasi oleh Homo Sapiens.
Pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan, menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar.
Mereka telah membuat berbagai macam bangunan batu untuk kepentingan upacara keagamaan dan mengubur jenazah.
Menurut Von Heine Geldren, kebudayaan megalitikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang.
Pertama adalah Megalitikum Tua (2500-1500 SM) yang menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu).
Sedangakan masa Megalitikum Muda (1000-10 SM), menyebar pada zaman perunggu dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).
Adapun hasil kebudayaan zaman Megalitikum, yaitu:
– Menhir (tiang atau tugu batu untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang).
– Punden berundak (bangunan yang tersusun bertingkat, berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang).
– Dolmen (meja batu tempat meletakkan sesaji untuk persembahan pada roh nenek moyang).
– Sarkofagus (peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup, pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan).
– Kubur batu (peti mati yang dibentuk dari 6 papan batu).
– Waruga (kubur batu khas Minahasa, kebanyakan berupa kotak batu dengan tutup berbentuk segitiga mirip bangunan rumah sederhana).
– Arca batu (patung-patung dari batu berbentuk binatang atau manusia).
(Tribunnews.com/Latifah)