Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka dua minggu lagi per Juli 2021 mendatang.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Menteri Agama.
Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar (Gus AMI) mengingatkan pentingnya kesiapan protokol kesehatan (prokes) di sekolah.
Baca juga: PTM Terbatas, Antara Kesiapan Sekolah dan Peran Orang Tua
Apalagi, saat ini di sejumlah daerah terjadi peningkatan kasus Covid-19. Mengacu pada data Satgas Covid-19 hingga Minggu (13/6/2021), terdapat tambahan 9.868 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia sehingga total menjadi 1.911.358 kasus positif Corona.
Disisi lain, sampai saat ini program vaksinasi virus corona juga masih belum menyentuh ke anak-anak.
”Saat ini sejumlah daerah ada lonjakan kasus bahkan ada varian baru Covid-19. Ini harus menjadi catatan dan harus dilakukan persiapan yang sangat serius dalam menghadapi sekolah tatap muka. Jangan sampai sekolah menjadi klaster baru penularan kasus Covid-19,” kata Gus AMI kepada wartawan, Senin (14/6/2021).
Baca juga: Kemendikbud Sebut PTM Terbatas Untuk Tumbuh Kembang dan Psikososial Peserta Didik
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan bahwa sebelum dilakukan sekolah tatap muka, program vaksinasi terhadap guru juga harus dituntaskan.
Di sisi lain, sekolah juga harus melakukan komunikasi secara intens dengan para orangtua siswa sehingga anaknya bisa menerapkan prokes sesuai standar keamanan.
Ia juga menegaskan bahwa belajar tatap muka sebenarnya selama ini sudah dilakukan di sejumlah pesantren dengan tanpa gangguan serius.
Namun, prokes di pesantren yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka benar-benar memperhatikan prokes.
Baca juga: Nadiem Ungkap Pesan Jokowi Soal Keberanian Menggelar PTM Terbatas
”Bahkan ketika anak kembali ke pesantren, orangtua pun tidak bisa mengantarkannya sampai di dalam, cukup di halaman pesantren. Anak yang masuk juga dilakukan pemeriksaan swab antigen atau Gnose,” katanya.
Terkait belum adanya vaksinasi untuk anak, Gus AMI mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan organisasi lainnya terkait vaksinasi anak, untuk terus mengkaji keamanan vaksin bagi anak-anak atau masyarakat yang berusia di bawah 16 tahun, mengingat vaksin Sinovac, Pfizer, dan AstraZeneca baru direkomendasikan bagi masyarakat yang berusia di atas 16 tahun.
”Kemenkes bersama IDAI harus memastikan persiapan proses uji klinis vaksin kepada anak-anak dilakukan secara hati-hati dan bertahap, agar vaksinasi pada anak nantinya tidak akan menimbulkan efek samping yang mengkhawatirkan dan berdampak jangka panjang bagi tumbuh kembang anak,” tuturnya.
Gus AMI meminta Kemenkes bersama peneliti vaksin agar terus meneliti jenis-jenis vaksin yang telah mendapatkan perizinan edar di Indonesia dengan memperhatikan aspek keamanan, tolerabilitas dan imunogenisitas, beserta dosis yang tepat untuk diberikan kepada anak-anak.