News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Asal-usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia, Ini Teori dari Para Ahli

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi manusia purba pada zaman praaksara. Ini pembahasan mengenai asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia, lengkap beserta teori dari para ahli.

TRIBUNNEWS.COM - Simak inilah pembahasan mengenai asal-usul nenek moyang atau asal mula kedatangan suku bangsa Indonesia.

Banyaknya suku di Indonesia berdampak pada munculnya keberagaman bahasa daerah dan kebudayaan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Dikutip dari Gramedia.com, berikut teori mengenai nenek moyang bangsa Indonesia dari para ahli:

Menurut Drs. Moh Ali, bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan-Cina.

Baca juga: Kerajaan Majapahit: Sejarah, Masa Kejayaan hingga Peninggalan

Baca juga: Zaman Batu: Periodisasi Zaman Batu, Lengkap Beserta Hasil Kebudayaannya

Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan termasuk Indonesia.

Moh Ali mengatakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang.

Gelombang pertama berlangsung dari 3000 hingga 1500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1500 hingga 500 SM (Deutro Melayu).

Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis perahu bercadik satu, sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu bercadik dua.

Sementara itu, menurut Prof. Mohammad Yamin mengatakan bahwa orang Indonesia adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri.

Moh Yamin meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau suku di luar negeri yang berasal dari Indonesia.

Temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lain di Asia, seperti temuan fosil Homo atau Pithecanthropus Soloensis dan Wajakensis yang tidak ditemukan di daerah Asia lain termasuk Asia Tenggara.

Baca juga: Apa Itu Zaman Praaksara? Ini Pengertian dan Pembagian Zaman Praaksara Berdasarkan Geologi

Baca juga: Pembagian Zaman Praaksara Berdasarkan Geologi: Zaman Arkaekum hingga Neozoikum

Menurut Sarasin bersaudara, penduduk asli Kepulauan Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil.

Mereka mulanya tinggal di Asia bagian tenggara.

Ketika zaman es mencair dan air laut naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, sehingga memisahkan pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia dari daratan utama.

Beberapa penduduk asli Kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang.

Penduduk asli itu disebut sebagai suku bangsa Vedda oleh Sarasin.

Ras yang masuk dalam kelompok ini adalah suku bangsa Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, dan Senoi di Semenanjung Malaya.

Beberapa suku bangsa seperti Kubu, Lubu, Talang Mamak yang tinggal di Sumatra dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di Kepulauan Indonesia.

Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masih terdapat di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania.

Vedda itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah berpenghuni.

Mereka membawa budaya perkakas batu.

Kedua ras Melanesia dan Vedda hidup dalam budaya mesolitik.

Kemudian, pendatang berikutnya membawa budaya baru, yaitu budaya neolitik.

Para pendatang baru itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada penduduk asli.

Mereka datang dalam dua tahap, dan oleh Sarasin disebut sebagai Proto Melayu dan Deutro Melayu.

Kedatangan mereka terpisah diperkirakan lebih dari 2.000 tahun yang lalu.

Tim Ekspedisi Sriwijaya menemukan penampakan 82 individu manusia purba berusia 4 ribu tahun di Goa Harimau. (Sriwijaya Post)

1. Proto Melayu

Proto Melayu diyakini sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Ras Melayu ini mempunyai ciri-ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan, dan bermata sipit.

Dari Cina bagian selatan (Yunan) mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam, kemudian ke Kepulauan Indonesia. Mula-mula mereka menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Ras Proto Melayu ini membawa peradaban batu di Kepulauan Indonesia.

Saat para imigran baru datang yaitu Deutero Melayu (Ras Melayu Muda), mereka berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru ke hutan-hutan sebagai tempat huniannya. Ras Proto Melayu itu pun kemudian mendesak keberadaan penduduk asli.

Kehidupan di dalam hutan-hutan menjadikan mereka terisolasi dari dunia luar, sehingga memudarkan peradaban mereka. Penduduk asli dan Ras Proto Melayu itu pun kemudian melebur, kemudian menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo.

Baca juga: Zaman Batu: Periodisasi Zaman Batu, Lengkap Beserta Hasil Kebudayaannya

Baca juga: Kerajaan Sriwijaya: Perkembangan Politik dan Pemerintahan, Serta Beberapa Faktor Kemundurannya

2. Deutero Melayu

Deutero Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian utara. Mereka membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi di Kepulauan Indonesia, atau Kebudayaan Dongson. Mereka seringkali disebut juga orang-orang Dongson.

Peradaban mereka lebih tinggi daripada ras Proto Melayu. Mereka dapat membuat perkakas dari perunggu. Peradaban mereka ditandai dengan keahlian mengerjakan logam dengan sempurna.

Perpindahan mereka ke Kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang mereka tinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia, yaitu berupa kapak persegi panjang. Peradaban ini dapat dijumpai di Malaka, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.

3. Melanesoid

Ras lain yang terdapat di Kepulauan Indonesia adalah ras Melanesoid. Mereka tersebar di lautan Pasifik di pulau-pulau yang letaknya sebelah Timur Irian dan benua Australia. Di Kepulauan Indonesia mereka tinggal di Papua Barat, Ambon, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Bersama dengan Papua-Nugini dan Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji, Vanuatu, mereka tergolong rumpun Melanesoid.

Pada mulanya kedatangan Bangsa Melanesoid di Kepulauan Indonesia berawal saat zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM. Pada saat itu Kepulauan Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan maksimal, air laut menjadi beku. Permukaan laut menjadi lebih rendah 100 m dibandingkan permukaan saat ini. Pada saat itulah muncul pulau-pulau baru.

Adanya pulau-pulau itu memudahkan mahkluk hidup berpindah dari Asia menuju kawasan Oseania. Bangsa Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga ke Papua, selanjutnya ke Benua Australia, yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubung dengan Papua. Bangsa Melanesoid saat itu mencapai 100 ribu jiwa meliputi wilayah Papua dan Australia. Peradaban bangsa Melanesoid dikenal dengan paleotikum.

4. Negrito dan Weddid

Sebelum kedatangan kelompok-kelompok Melayu tua dan muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukkan orang-orang Negrito dan Weddid. Sebutan Negrito diberikan oleh orang-orang Spanyol karena yang mereka jumpai itu berkulit hitam mirip dengan jenis-jenis Negro.

Sejauh mana kelompok Negrito itu bertalian darah dengan jenis-jenis Negro yang terdapat di Afrika serta kepulauan Melanesia (Pasifik), demikian pula bagaimana sejarah perpindahan mereka, belum banyak diketahui dengan pasti.

Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala mesocephal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti berang; kulit mereka coklat tua dan tinggi rata-rata lelakinya 155 cm.

Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di Pulau Ceylon (Srilanka). Persebaran orang-orang Weddid di Nusantara cukup luas, misalnya di Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).

Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1, Amurwani Dwi L., Restu Gunawan, Sardiman AM, Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana (2014).

(Tribunnews.com/Latifah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini