News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teori Out of Africa dan Out of Taiwan Tentang Asal-usul Nenek Moyang Indonesia

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Museum Bahari bisa mengetahui pelaut merupakan nenek moyang sebagian orang Indonesia. Ada banyak teori tentang asal usul nenek moyang Indonesia, satu di antaranya adalah teori Out of Africa dan Out of Taiwan, berikut penjelasannya.

TRIBUNNEWS.COM - Ada banyak teori tentang asal usul nenek moyang Indonesia, satu di antaranya adalah teori Out of Africa dan Out of Taiwan.

Dalam tinjauan akademis yang komprehensif tentang asal-usul nenek moyang Indonesia, maka terlihat betapa eratnya keterkaitan dinamika sejarah Melanesia dengan bumi Nusantara.

Lantas apa yang dimaksud dengan Melanesia itu?

Kata Melanesia diperkenalkan pertama kali oleh Dumont d’Urville seorang penjelajah berkebangsaan Perancis untuk menyebut wilayah etnik penduduk yang berkulit hitam dan berambut keriting di kawasan Pasifik, dalam pertemuan Geography Society of Paris pada tanggal 27 Desember 1831.

Baca juga: Asal-usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia, Ini Teori dari Para Ahli

Baca juga: 8 Jenis Manusia Purba di Indonesia: Berikut Penjelasannya, Dilengkapi Ciri-cirinya

Menurut Harry Truman, sekitar 60.000 tahun yang lalu ada sekelompok orang yang dengan semangat keberaniannya melintasi selat-selat dan laut hingga mencapai Kepulauan Nusantara.

Mereka adalah Homo Sapiens, yang dalam buku literatur disebut sebagai Manusia Modern Awal.

Berangkat dari tanah asalnya yaitu Afrika, mereka tidak mempunyai tempat tujuan.

Teori ini oleh para ahli disebut sebagai Teori Out of Africa.

Ilustrasi manusia purba pada zaman praaksara. (Kemdikbud.go.id)

Dalam pikiran mereka yang ada hanyalah bagaimana mereka dapat menemukan ladang kehidupan baru yang lebih menjanjikan.

Mereka beruntung dalam pengembaraannya, segala rintangan alam dapat diatasi, dari generasi ke generasi mereka mencapai wilayah-wilayah penghidupan yang baru.

Di tempat baru itu mereka mengeksplorasi sumberdaya lingkungan yang tersedia untuk mempertahankan hidup.

Mereka meramu dari berbagai umbi-umbian dan buah-buahan yang ada di wilayah tersebut.

Hewan-hewan juga diburu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Untuk keperluan itu maka dibuatlah peralatan dari batu dan bahan organik, seperti kayu dan bambu.

Baca juga: Zaman Batu: Periodisasi Zaman Batu, Lengkap Beserta Hasil Kebudayaannya

Waktu terus berlalu, perubahan alam karena iklim dan geografi, juga populasi yang terus bertambah, mendorong mereka untuk mencari wilayah hunian baru.

Perlahan tetapi pasti, mereka mengembara mencari tempat hunian baru.

Mereka kemudian menyebar hingga ke wilayah timur kepulauan Indonesia, bahkan meluas hingga mencapai Melanesia Barat dan Australia, wilayah geografi hunian mereka pun semakin meluas.

Pengalaman yang diperoleh selama mereka mengembara menjadi pengetahuan yang selanjutnya diturunkan dari generasi ke generasi.

Kemampuan berlayar dan membuat rakit, serta teknik-teknik membuat alat transportasi laut yang lebih kuat dan nyaman.

Begitu pula dengan pengetahuan perbintangan untuk menunjukkan arah saat berlayar.

Pengalaman untuk menaklukkan ekosistem daratan, sehingga mereka mampu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ekologi yang berbeda-beda.

Semua pengalaman-pengalaman itu menjadi pengetahuan-pengetahuan baru untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan yang baru.

Pada saat berakhirnya zaman es sekitar 12.000 tahun yang lalu, menyebabkan perubahan besar dalam berbagai hal.

Kenaikan muka laut yang dratis mendorong penduduk di kepulauan Indonesia melakukan persebaran ke berbagai arah.

Persebaran mereka ini juga telah merubah peta hunian mereka.

Kondisi alam yang saat itu mendukung, semakin meyakinkan mereka untuk menetap ditempat hunian yang baru.

Alam tropis dengan biodiversitasnya menyediakan kebutuhan hidup sehingga populasi terus meningkat.

Para ahli menggolongkan mereka sebagai Ras Australomelanesid, dan mereka kemudian hidup menyebar ke gua-gua.

Seiring berkembangnya zaman, kebutuhan nenek moyang kita juga semakin meningkat.

Teknologi untuk mempermudah kehidupan mereka juga semakin berkembang.

Peralatan dari batu semakin beragam, peralatan dari bahan organik pun semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Keanekaragaman dalam peralatan manusia pada saat itu semakin mendorong produktivitas hingga semakin membawa kemajuan dalam berbagai bidang.

Kemajuan dalam bidang seni pada saat itu ditandainya terdapat lukisan-lukisan cadas yang terdapat di dinding gua-gua yang memanifestasikan kekayaan alam pikiran.

Kepercayaan pada kehidupan sesudah mati juga terkonsepsi dalam perilaku kubur terhadap orang yang meninggal.

Baca juga: Berdasarkan Teori dari Para Ahli, Berasal darimana Nenek Moyang Bangsa Indonesia?

Baca juga: Apa Itu Zaman Praaksara? Ini Pengertian dan Pembagian Zaman Praaksara Berdasarkan Geologi

Kemudian pada sekitar 4000 – 3000 tahun yang lalu, kepulauan Indonesia kedatangan orang-orang baru.

Mereka ini membawa budaya baru yang seringkali disebut dengan budaya Neolitik.

Budaya ini sering dicirikan dengan kehidupan yang menetap dan domestikasi hewan dan tanaman.

Pendatang yang berbicara dengan tutur Austronesia ini diperkirakan datang dari Taiwan dengan kedatangan awal Sulawesi juga kemungkinan Kalimantan.

Dari sinilah mereka kemudian menyebar ke berbagai pelosok Kepulauan Nusantara.

Sementara pendatang yang lain tampaknya berasal dari Asia Tenggara Daratan.

Mereka menggunakan bahasa Austroasiatik, dan mereka ini dapat mencapai Kepulauan Nusantara bagian barat melalui Malaysia.

Teori inilah yang seringkali oleh para ahli disebut sebagai Teori Out of Taiwan.

Pertemuan para pendatang ini dengan populasi Australomelanesia pun tak dapat dielakkan, sehingga terjadi kohabitasi.

Adaptasi dan interaksi diantara sesama pun terjadi hingga mereka melakukan perkawinan campuran dan terjadi interaksi budaya dalam beberapa hal silang genetika pun tak dapat dihindari.

Proses interaksi yang berlanjut memperlihatkan keturunan Ras Australomelanesid yang sekarang lebih dikenal sebagai populasi Melanesia.

Pendapat Harry Truman tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati Sudoyo.

Dalam studi genetika terbaru menunjukkan bahwa, genetika manusia Indonesia saat ini kebanyakan adalah campuran, berasal dari dua atau lebih populasi nenek moyang.

Secara gradual, presentasi genetikan Austronesia lebih dominan di bagian timur Indonesia.

Walaupun kecil porsinya, genetika Papua ada hampir di seluruh wilayah bagian barat Indonesia.

Hal ini menunjukkan, bahwa di masa lalu terjadi percampuran genetika dibandingkan penggantian populasi.

Demikian pula dari sudut penggunaan bahasa, kepulauan Indonesia yang mempunyai lebih dari 700 etnis, dengan 706 bahasa daerah dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu penutur Austronesia dan non-Austronesia atau lebih sering disebut sebagai Papua.

Multamia RMT Lauder menjelaskan, bahwa telah terjadi pinjam-meminjam leksikal antara bahasa-bahasa non-Austronesia dengan Austronesia.

Diperkirakan lebih dari 30% dari semua bahasa yang hidup saat ini adalah bahasa Non-Austronesia.

Rumpun bahasa Austronesia cenderung ditemukan di daerah pesisir, tetapi ini tidak selalu.

Bahasa Austronesia juga dapat ditemukan di daerah pedalaman Papua Nugini.

Gambaran itu menunjukkan adanya pola migrasi yang kompleks tetapi jelas, yaitu dari barat ke timur.

Berdasarkan data itu nyatalah bahwa hubungan Austronesia dan Non-Austronesia bagaikan sebuah kain tenun yang benang-benangnya saling terjalin indah.

Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1, Amurwani Dwi L., Restu Gunawan, Sardiman AM, Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana (2014).

(Tribunnews.com/Latifah)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini