News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelajaran Tatap Muka

Kasus Covid-19 Melonjak, Pimpinan Komisi X Minta Pemerintah Tak Wajibkan PTM

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah murid saat menjalani uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tahap dua di SDN Malaka Sari 13 Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (9/6/2021). Dinas Pendidikan DKI Jakarta menggelar uji coba pembelajaran tatap muka tahap 2 yang diikuti 226 sekolah salah satunya SDN Malakasari 13. Siswa yang ikut belajar tatap muka yang digelar pada pukul 07.00-09.00 WIB hanya 50% dari kapasitas. (Tribunnews/Jeprima)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana mewajibkan satuan pendidikan untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran 2021/2020.

Hal ini sesuai dengan SKB 4 menteri yang diterbitkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. 

Syaratnya, guru dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan tersebut sudah divaksin, dan PTM mendapat persetujuan dari orangtua. 

Namun demikian dengan adanya lonjakan kasus Covid-19, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah pusat agar menyesuaikan kebijakan dengan perkembangan kasus Covid-19 yang terjadi.

“Pada awalnya memang saya setuju dengan akan dibukanya sekolah tatap muka terbatas di Juli 2021, dengan mempertimbangkan berbagai urgensi yang ada. Namun mengingat perkembangan kasus Covid-19, apalagi terdapat delta variant yang menular lebih cepat, sepertinya hal tersebut kita harus pertimbangkan ulang," ujar Hetifah, kepada wartawan, Selasa (29/6/2021).

Hetifah mengatakan kebijakan pembukaan sekolah tidak bisa diwajibkan di seluruh daerah secara serentak, mengingat kondisi yang berbeda-beda. 

Baca juga: Kemendikbudristek Beri Kesempatan Daerah di Luar Zona Merah Gelar PTM Terbatas

“Menurut saya, kuncinya adalah kita tidak bisa membuat kebijakan yang one size fits all di negara yang luas ini. Tidak bisa dipaksakan semua wajib buka serentak, atau semua dilarang," paparnya. 

Dia meminta Kemendikbudristek beserta Kemenkes, Kemendagri, dan Kemenag membuat kategorisasi dalam penentuan pembukaan sekolah. 

“Jadi nanti ditentukan, mana daerah yang wajib buka, mana yang opsional, mana yang tidak boleh. Kategorisasi ini tidak hanya berdasarkan zona penyebaran Covid-19, tapi juga ditambahkan bobot pertimbangan lainnya seperti letak geografis, progress vaksinasi GTK, kapasitas fasilitas kesehatan, ketersediaan sarpras, dan lain-lain yang dapat terukur," usul Hetifah.

Hetifah mengaku khawatir dengan temuan-temuan di lapangan terkait ketaatan terhadap protokol kesehatan. 

Sebab banyak daerah yang sudah menerapkan tatap muka terbatas, tapi kenyataannya ditemukan banyak sekolah kurang disiplin dalam memakai masker secara benar, maupun menjaga jarak. 

Dia mengakui, keputusan ini memang merupakan hal yang dilematis. Karena berdasarkan evaluasi Komisi X, pembelajaran daring itu sangat tidak efektif di banyak tempat. 

"Opsi lain kita bisa memperkuat kualitas pembelajaran luring, dengan mekanisme guru kunjung dan belajar kelompok misalnya. Dana BOS dan APBD bisa kita arahkan untuk biaya operasional dan pelatihan guru”, jelasnya. 

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesra ini mengungkapkan, jikalau PTM terbatas tetap dilaksanakan, dirinya berharap opsi outdoor class bisa serius dipertimbangkan. 

“Banyak penelitian di luar negeri bahwa outdoor class ini bisa sangat meminimalisasi penyebaran. Kelas bisa dilakukan di halaman sekolah, kebun, taman, atau tempat-tempat terbuka lainnya," ucapnya.

Lebih lanjut, Hetifah menambahkan bahwa lebih baik lagi jika PTM dilakukan setelah vaksinasi untuk anak-anak dapat dilakukan. 

“Setidaknya untuk tingkat SMP dan SMA. Kabar terakhir, kini Sinovac bisa untuk anak-anak," tandasnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini