News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Materi Sekolah

Contoh Bela Negara dalam Perjuangan Mempertahankan NKRI, secara Fisik Maupun Diplomasi

Penulis: Faishal Arkan
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masyarakat Kabupaten Paniai kibarkan Bendera Merah Putih Raksasa di Gunung Bobairo dalam rangka menggelorakan semangat NKRI. Berikut Penjelasan dari Bela Negara serta Perjuangan Pertahankan NKRI secara Fisik Maupun Diplomasi.

TRIBUNNEWS.COM - Bela negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Sikap bela negara bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari aparat keamanan, seperti polisi atau TNI saja melalui teknik dan strategi militer, akan tetapi juga merupakan hak sekaligus kewajiban seluruh rakyat Indonesia dalam membela negara sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi UUD NKRI 1945, yakni: Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa semua warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Baca juga: Milenial Punya Peran Strategis Jaga Keutuhan NKRI

Dikutip dari laman Lemhanas, upaya bela negara didasari oleh lima nilai yang harus diwujudkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Kelima nilai tersebut yakni nilai cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban demi bangsa dan negara, serta memiliki kemampuan awal bela negara.

Adapun inti dari upaya bela negara adalah kesediaan untuk memberikan sesuatu tanpa pamrih atau kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara sebagai sebuah tindakan terbaik untuk melindungi, mempertahankan, serta memajukan bangsa. 

Dalam mempertahankan suatu negara, atau melakukan sikap bela negara, perjuangan mempertahankan kemerdekaan tersebut harus melewati beberapa episode penting yang mengombinasikan antara perang fisik dan perjuangan secara diplomasi.

Baca juga: Pimpinan DPR RI Harap TNI AD di Bawah Letjen Dudung Abdurachman Tetap Bisa Jaga Keutuhan NKRI

SIAP TEMPUR - TNI AD mengerahkan 3.123 prajuritnya yang tergabung dalam Brigade Tim Pertempuran (BTP) untuk menghancurkan negara Agresor. Pelepasan Pasukan dilakukan di Dermaga Ujung, Makoarmada II, Surabaya, Kamis (5/11/2020). (PUSPEN TNI/PUSPEN TNI)

Bela Negara untuk Mempertahankan NKRI

Dalam buku PPKN Kelas IX dijelaskan dua cara mengenai perjuangan membela atau mempertahankan NKRI, yakni melalui fisik dan diplomasi.

Perjuangan Fisik Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah kedatangan Belanda ke Indonesia.

Belanda sebagai salah satu anggota Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, menyatakan berhak atas Indonesia karena sebelumnya mereka menjajah Indonesia.

Mereka datang dengan membentuk Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) dengan menumpang dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI).

Kedatangan Belanda dengan menumpang AFNEI mendapat perlawanan bangsa Indonesia. Apalagi setelah secara terang-terangan Belanda mulai menduduki wilayah Indonesia.

Berikut merupakan sebagian perjuangan melawan Belanda secara fisik untuk mempertahankan kemerdekaan.

1. Insiden Bendera di Surabaya

Pada 19 September 1945, di Surabaya terjadi peristiwa “Insiden Surabaya”.

Insiden tersebut bermula dari beberapa orang Belanda mengibarkan bendera Merah Putih Biru pada tiang di atas Hotel Yamato, Tunjungan.

Tentu saja tindakan ini menimbulkan amarah rakyat, yang kemudian mereka menyerbu hotel itu dan menurunkan bendera tersebut serta merobek bagian yang berwarna biru, lalu mengibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih.

2. Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran terjadi mulai 15 Oktober 1945 sampai 20 Oktober 1945. Kurang lebih sebanyak 2.000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda.

Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

Bermula ketika kurang lebih 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring Semarang menjadi pabrik senjata, memberontak pada waktu dipindahkan ke Semarang kemudian menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka.

Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang.

Untuk memperingati peristiwa tersebut, pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.

3. Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Terjadinya pertempuran di Surabaya, diawali oleh kedatangan atau mendaratnya brigade 29 dari divisi India ke-23 di bawah pimpinan Brigadir Mallaby pada 25 Oktober 1945.

Namun, kedatangannya tersebut mengakibatkan terjadinya kerusuhan dengan pemuda karena adanya penyelewengan kepercayaan oleh pihak Sekutu.

Pada 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya berhasil memporak-porandakan kekuatan Sekutu.

Bahkan, hampir menghancurkannya, kemudian untuk menyelesaikan insiden tersebut diadakan perundingan.

Namun, pada saat perundingan, terjadi insiden Jembatan Merah dan Brigadir Mallaby tewas.

Perjuangan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Jalur Diplomasi

Selain melalui perjuangan fisik, para pahlawan bangsa pun berjuang melalui jalur diplomasi.

Perjuangan melalui jalur diplomasi ini dilakukan melalui berbagai perundingan terutama dengan Belanda.

Tujuannya yakni agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lainnya yang sudah terlebih dahulu merdeka.

Berikut beberapa perundingan yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda pada masa revolusi kemerdekaan:

1. Perjanjian Linggarjati

Perundingan Linggarjati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat pada 10-15 November 1946 yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia.

Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.

Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jenderal dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook.

Dalam perundingan tersebut, Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator

2. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda, dengan Komisi Tiga Negara (Amerika Serikat, Belgia, dan Australia) sebagai perantaranya.

Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang warga Indonesia yang bernama Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya.

Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa
pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intenasional yang perlu adanya campur tangan negara lain.

3. Perundingan Roem-Royen

Titik terang dalam sengketa penyelesaian konflik antara pihak Indonesia Belanda terlihat.

Hal tersebut dikarenakan kedua belah pihak bersedia untuk maju ke meja perundingan.

Keberhasilan membawa masalah Indonesia-Belanda ke meja perundingan, tidak terlepas dari inisiatif komisi PBB untuk Indonesia.

Pada 4 April 1949, dilaksanakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.

Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem.

Dalam perundingan Roem-Royen, pihak Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta, merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya.

Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh Republik Indonesia.

(Tribunnews.com/Arkan)

Berita lainnya seputar materi sekolah

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini