TRIBUNNEWS.COM - Hujan adalah fenomena alam yang terjadi ketika kandungan air di awan jatuh ke bumi.
Biasanya, hujan berwujud cair, baik berintensitas rendah maupun tinggi.
Hujan sering terjadi di Indonesia pada musim penghujan.
Curah hujan menjadi lebih tinggi ketika memasuki musim penghujan dan dapat menyebabkan bertambahnya debit air di sungai.
Meski demikian, hujan yang turun dari langit tidak selalu berwujud cair.
Terkadang hujan dapat turun dalam wujud padat atau berbentuk kerikil es.
Bagaimana fenomena hujan es terjadi?
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Landa 2 Wilayah di Sulsel: Banjir di Palembang & Tanah Longsor di Lahat
Proses Terjadinya Hujan Es
Hujan es terbentuk di awan petir ketika tetesan air terus menerus naik dan turun melalui awan oleh arus naik dan turun, dikutip dari metoffice.gov.uk.
Ketika tetesan air bergerak ke puncak awan yang sangat dingin, maka tetesan air dapat membeku.
Tetesan air terus bergerak naik ke awan petir yang memilik daya besar, maka awan petir dapat menahan hujan es ini untuk waktu yang lama.
Tetesan air terus bertambah lebih besar, sehingga awan petir dilapisi lebih banyak es.
Hujan es terjadi karena awan petir tidak dapat menahan tetesan air yang terus bergerak ke atas.
Pada saat terjadi hujan es, wujud tetesan air berbentuk bola es.
Es yang turun ke bumi tidak mempunyai waktu untuk mencair sebelum mencapai tanah.
Sehingga mereka akan segera mencair setelah mencapai tanah.
Baca juga: Fenomena Hujan Es Terjadi di Pagelaran Cianjur
Fenomena Hujan Es saat Musim Pancaroba
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan tentang fenomena hujan es.
Fenomena hujan es (hailstones rain) merupakan fenomena cuaca alamiah yg biasa terjadi.
Hujan lebat dan hujan es yang disertai kilat, petir, dan angin kencang yang berdurasi singkat sering terjadi pada masa transisi/pancaroba, musim baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.
Indikasi akan terjadinya hujan lebat/es disertai kilat/petir dan angin kencang juga berdurasi singkat.
Biasanya, satu hari sebelum terjadi fenomena hujan es, udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah.
Naiknya suhu udara diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C) disertai kelembaban yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 60%).
Kemudian, mulai pukul 10.00 pagi akan terlihat awan Cumulus (awan putih berlapis-lapis) yang mulai terbentuk.
Di antara awan Cumulus, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi yang sangat jelas berwarna abu-abu dan menjulang tinggi seperti bunga kol.
Selanjutnya, awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam, yang dikenal dengan awan Cumulonimbus.
Awan Cumulonimbus menyebabkan pepohonan mulai bergoyang cepat.
Kemudian, akan terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar seseorang yang berdiri di dekat pohon.
Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras yang turun tiba-tiba.
Jika hanya gerimis, maka kejadian angin kencang jauh dari tempat orang tersebut.
Biasanya, jika satu hingga tiga hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun.
Hujan lebat tersebut dapat diikuti angin kencang, baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.
Baca juga: Penjelasan Ahli Mikroelektronika Soal Fenomena Satpam Tersambar Petir, HT Tak Pengaruhi Sambaran
Sifat-sifat puting beliung atau angin kencang yang berdurasi singkat, yaitu:
- Angin kencang terjadi di area lokal.
- Luas wilayah yang terkena angin kencang berkisar 5-10 km.
- Waktunya singkat sekitar kurang dari 10 menit.
- Lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba).
- Lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari.
- Angin bergerak secara garis lurus.
- Kehadiran angin kencang tidak bisa diprediksi secara spesifik, hanya bisa diprediksi 30 menit hingga satu jam sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda-tandanya dengan tingkat keakuratan kurang dari 50 %.
- Angin puting beliung atau angin kencang hanya berasal dari awan Cumulonimbus (bukan dari pergerakan angin monsoon maupun pergerakan angin pada umumnya), namun tidak semua awan Cumulonimbus menyebabkan puting beliung.
- Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Materi Sekolah