“Ayah saya berkata, Kakek kamu, dan ayah kamu pengamal Dalail khairat kamu dikasih nama Imam Jazuli itu tafaulan terhadap pengarang Dalail, saya punya harapan kamu mengamalkan Dalail itu yang bikin saya tergian-ngiang, saya berangkat ke lirboyo itu yang saya ingat. Saya sudah khatam Jurumiyah, Imrithi dan Alfiah di rumah, di Lirboyo saya ulangi lagi berarti saya di Lirboyo disuruh tirakat, lalu saya berangkat ke Kudus dan mendapat ijazah dari Kiai Basir,’ katanya.
“Jadi berat dalam lingkungan yang sedikit orang puasa Dalail bahkan saya sampai pindah ke Banten sempat pingin jadi jaduk/sakti. Ketahuan sama ayah saya dimarahi, tidak usah macam-macam teruskan saja Dalailnya karena Dalail itu menyelesaikan semua masalah dan yang menjamin Rasulullah SAW. Setelah puasanya lebih 3 tahun saya baru dibacakan semua hadis keutamaannya dan tidak usah neko-neko. Saya terus puasa bahkan ketika saya sudah berada di Azhar. saya punya mimpi pingin terus puasa dalail dengan suasana berbeda, puasa dengan kadang buka jam 8-9 malam. Panas dan dingit banget di Mesir, kalau dirasionaliasi itu berat tapi karena yakin bisa dijalani juga, walaupun cuma sampe semester 4" tambahnya.
Sebagai penguat keyakinan, Kiai Imam juga menjelaskan sejarah tirakat yang sudah marak sejak abad 16 hingga akhir 19 dimana tirakat Dalail merupakan ciri khas dari dakwah bahkan semua tarekat mulai dari syadziliyah, naqsabandiyah dan semua tarekat mengamalkan Dalail.
Namun diakuinya, hari ini Dalail mulai memudar jarang pesantren menganjurkan santrinya tirakat, masrakat juga banyak tidak mengetahui padahal dulu ketika Islam berkembang di Indonesia Dalail merupakan ciri khas karena dakwah yang dibawa oleh para wali dakwah spiritual yang berbasis pada batin bukan rasionalitas Maka pendekatannya adalah pendekatan riyadhoh, riyadhoh adalah pendekatan para sufi, para salik dalam mendekat kepada Allah SWT.
“Tidak cukup kepala kita diisi dengan pengetahuan maka hati kita harus diisi dengan riyadoh badaniyah. Salah satu contonya adalah Dalail, bahkan para ulama di Nusantra sejak abad 17 melanjutkan tradisi di Timur Tengah dengan mengamalkan Dalail dengan Soumuddahr, tentu sebuah keprihatinan bahwa at turos peninggalan ulama mulai dilupakan maka saya berpikir bagaimana kita mengembalikan turos itu,” kata Kiai Imam.
Kiai Imam Jazuli menjelaskan bahwa di dalam kitab hadist Kutubussittah banyak sekali menerangkan fadilah solawat dan soumuddahr. Tradisi soumuddahr bukan sesuatu yang baru tapi sudah diamalkan oleh para sahabat.
“Maka ketika saya ingin kembali kepada tradisi turos saya mulai dari kecil dari pesantren Bina Insan Mulia. Beberapa tahun lalu seluruh santri yang masuk kelas SMA diijazahi Dalail dan menjalani tirakat tujuannya saya ingin mengisi kepala mereka dengan ilmu pengetahuan dan mengasah hatinya dengan salik dengan tarekat dengan puasa bukan hanya kepalanya yang cerdas tapi hatinya bersih tidak hanya pandai tapi akhlaqnya juga mulia,” kata Kiai Imam.
Setelah penjelasan yang lengkap tentang Dalail Khairat dan dalil-dalilnya, Kiai Imam Jazuli melakukan prosesi pemberian Ijazah kepada 1500 peserta yang hadir.
“Bismillah, bukan saya memantaskan diri tapi saya mau mengajak kepada kebaikan, Ijazah Dalail ini prihatin maka diajak yang enak dulu agar setelah ini yakin dan mantap. Yang mengikuti ini akan mendapatkan sertifikat sah menjalankan dalail khoirot,” katanya.
Setelah pemberian Ijazah Dalail Khoirot acara kemudian diakhiri dengan doa penutup yang disampaikan oleh Syekh prof. Dr. Ali Ibrohim (ketua delegasi universitas al-azhar Mesir untuk Indonesia) yang hadir secara langsung di acara tersebut.
Tayangan lengkap prosesi pemberian Ijazah bisa disaksikan di link berikut ini:
https://web.facebook.com/watch/live/?ref=watch_permalink&v=340705804442264