Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendikbudristek merancang tiga model yang digunakan dalam revitalisasi bahasa daerah.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan model pelindungan terhadap bahasa daerah ditentukan berdasarkan tingkat keterancaman kepunahan bahasa tersebut.
"Kita merancang model revitalisasi yang tidak seragam. Artinya, tergantung kepada bahasanya sendiri, di sini ada spektrum dari model A sampai C," ujar Nadiem dalam konferensi pers Merdeka Belajar Episode 17 secara daring, Selasa (22/2/2022).
Model A, kata Nadiem, diterapkan kepada bahasa daerah yang dinilai masih aman.
Baca juga: Ingatkan Bahaya jika 718 Bahasa Daerah Punah, Nadiem: Indonesia Kehilangan Identitas
Sementara jumlah penutur di masyarakat masih terbilang masih banyak.
"Pendekatan model A kami lebih ke pembelajaran yang di sekolah, pembelajran integratif dan adaptif melalui materi muatan lokal maupun ekskul," jelas Nadiem.
Kemudian model B digolongkan untuk bahasa daerah yang terbilang rentan untuk punah.
Jumlah penutur dalam model ini relatif lebih sedikit daripada model A.
"Karenanya, pembelajarannya bukan hanya di sekolah, tapi pewarisan dalam wilayah tutur bahasa itu bisa dilakukan dalam komunitas-komunitas daerah," kata Nadiem.
Sementara untuk model C, digolongkan pada daerah dengan tingkat resiko punah tinggi.
Pendekatan pelestarian bahasa pada model ini, kata Nadiem, tak cukup di sekolah dan komunitas masyarakat.
"Ditambah dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebaai model belajar. Jadi kita lebih kreatif mencari tempat, lokasi kegiatan masyarakat, tempat ibadah, kandor desa untuk kita agresif dalam menjaga pelestarian bahasa tersebut," pungkas Nadiem.