Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - President University (PresUniv) menandatangani perjanjian nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi untuk pengembangan sistem kesehatan akademik (Academic Health System atau AHS).
Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA mengatakan selain mendirikan Fakultas Kedokteran, perguruan tingginya juga ingin ikut membangun AHS di Bekasi.
“Kami menyadari bahwa membangun AHS itu tidak mudah, perlu dukungan dari pemerintah, termasuk Pemkab Bekasi,” kata Budi melalui keterangan tertulis, Kamis (21/4/2022).
MoU ditandatangani Rektor PresUniv Prof. Dr. Chairy dan Plt Bupati Bekasi H. Akhmad Marjuki, SE, MM. Jababeka Golf & Country Club, Cikarang, Bekasi.
Baca juga: Pembangunan Fakultas Kedokteran Diprioritaskan untuk Wilayah Perbatasan
Budi mengatakan MoU ini merupakan wujud dukungan Pemkab Bekasi terhadap rencana PresUniv dalam mendirikan Fakultas Kedokteran. “Penandatanganan MoU ini adalah simbol bahwa kita akan bahu membahu mewujudkan AHS di Kabupaten Bekasi,” kata dia.
Baca juga: Kedokteran Gigi Unissula Perkuat Digital Dentistry untuk Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa
Plt. Bupati Akhmad Marjuki mengapresiasi rencana PresUniv mendirikan Fakultas Kedokteran.
“Setelah mendengar penjelasan tentang AHS, saya nyatakan bahwa kerja sama antara Pemkab Bekasi dengan PresUniv ini benar-benar harus kita wujudkan. AHS jangan hanya menjadi simbol semata,” tutur Bupati Akhmad.
Baca juga: Pemerintah Fasilitasi Mahasiswa Vokasi ke Kampus Kelas Dunia Melalui Program IISMA
“Kami ingin President University ikut berperan aktif, tidak hanya dalam menindaklanjuti ruang lingkup kesepakatan bersama ini saja, tetapi dapat menjadi bagian dari upaya peningkatan pembangunan di Kabupaten Bekasi," ungkapnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Prof. Yudi Mulyana menuturkan upaya penambahan jumlah dokter di Indonesia sudah kian mendesak. “Jumlah dokter masih kurang. Jadi, harus ditambah,” kata dia.
WHO menetapkan standar 1 dokter per 10.000 penduduk. Dalam kondisi normal, standar tersebut mungkin cukup. Namun, jika terjadi bencana kesehatan, seperti pandemi atau wabah lainnya, jumlah tersebut sangat kurang.
“Ini tentu sangat merugikan, karena akan ada korban yang tidak tertolong, termasuk korban dari kalangan dokter dan tenaga kesehatan,” imbuhnya.