TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, sebagai perpanjangan tangan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi kembali menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Revitalisasi Bahasa Daerah yang berlangsung dari tanggal 24—27 Juli 2022 di Hotel Sutan Raja, Soreang.
Kegiatan bertajuk “Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Tunas Bahasa Ibu Jenjang SMP di Provinsi Jawa Barat” ini diikuti oleh masing-masing tiga orang perwakilan guru bahasa daerah jenjang SMP dari setiap kota/kabupaten se-Jawa Barat.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber yang ahli di berbagai bidang dari tujuh cabang mata lomba. Di antaranya adalah membaca dan menulis aksara Sunda, menulis cerita pendek (nulis carpon), membaca dan menulis puisi (maca sajak), mendongeng, pidato (biantara), tembang pupuh, dan komedi tunggal (borangan).
Selanjutnya, materi tersebut akan dijadikan mata lomba pada perhelatan Festival Tunas Bahasa Ibu baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
Para guru utama diharapan dapat menyampaikan kembali informasi dari pelatihan ini kepada guru lain dan siswa di daerahnya masing-masing. Hal ini sebagai usaha untuk merevitalisasi bahasa daerah.
Acara pelatihan dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., pada Minggu, 24 Juli 2022. Prof. Amin didampingi oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat Dr. Syarifuddin, M.Hum serta dua perwakilan narasumber, yaitu Darpan, M.Pd dan H. Elin Sjamsuri.
Dalam sambutannya, Dr. Syarifuddin memberikan laporan terkait rangkaian kegiatan pelatihan revitalisasi bahasa daerah yang telah diselenggarakan sejak awal Juli lalu.
Menurutnya, Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2021 telah menghasilkan 11 butir rekomendasi dari diskusi dengan beberapa pihak terkait seperti Dinas Pendidikan, maestro atau para ahli setiap bidang mata lomba, dan guru-guru setingkat SD dan SMP.
Rekomendasi yang diperoleh ini kemudian akan dilaksanakan atau diimplementasikan di daerah masing-masing. Ini merupakan upaya enguatan revitalisasi bahasa daerah, salah satu kegiatan puncaknya adalah Festival Tunas Bahasa Ibu.
“Ini kegiatan pelatihan ketiga atau terakhir setelah pelatihan dengan para pengawas dari Dinas Pendidikan dan guru utama SD se-Jawa Barat. Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat akan melakukan pemantauan terkait penyelenggaraan revitalisasi bahasa daerah sebagai tindak lanjut dari kegiatan pelatihan ini. Pemantauan akan dilakukan hingga awal bulan November 2022, atau menjelang pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2022,” ungkapnya.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga memberikan materi tentang konsep dan implementasi program Merdeka Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah kepada guru-guru SMP tersebut.
Menurut Prof. Amin, hal ini bermula dari kekhawatiran punahnya bahasa daerah di Indonesia. Kemudian lahirlah ide untuk menyelenggarakan rangkaian kegiatan program revitalisasi bahasa daerah sebagai bentuk pemertahanan bahasa daerah di Indonesia.
Pada tahun 2021, kegiatan ini diselenggarakan di tiga provinsi yaitu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya, di tahun 2022 ini akan diselenggarakan di 12 provinsi.
Selain itu, pada tahun 2023 Indonesia juga dicanangkan akan menjadi co-organizer pada acara International Mother Language Day yang diselenggarakan oleh UNESCO.
Kegiatan tersebut direncanakan untuk dapat diselenggarakan pada bulan Februari bertepatan dengan Peringatan Hari Bahasa Ibu.
Prof. E. Amin juga membahas terkait fenomena monolingualisme.
“Ini adalah istilah yang saya gunakan terkait fenomena masyarakat dunia yang menjurus pada satu bahasa saja. Bukan hanya digunakan pada keseharian saja, melainkan juga dalam bidang ekonomi. Contohnya, bahasa Inggris yang banyak digunakan padahal bahasa internasional yang ditetapkan oleh PBB tidak hanya bahasa Inggris. Fenomena ini dapat menggerus penggunaan bahasa daerah yang menuju kepunahan bahasa daerah.”
Di setiap provinsi setidaknya terdapat lebih dari satu bahasa daerah. Ada tiga model usaha revitalisasi bahasa daerah, yaitu Model A untuk jumlah penutur dominan.
Pada model ini, revitalisasi dapat dilakukan melalui pembelajaran di sekolah. Selanjutnya, Model B untuk beberapa bahasa daerah yang jumlah penutur yang relatif masih banyak. Sedangkan untuk model C merupakan bahasa yang berisiko punah.
Materi pertama pelatihan adalah cerita pendek (nulis carpon) oleh Darpan, M.Pd. Dalam pemaparannya, ia terlebih dahulu menyampaikan evaluasi hasil perlombaan ngarang carpon pada helaran Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2021.
Hal ini bertujuan agar pada pelaksanaan pasanggiri tahun ini dapat lebih baik lagi. Ia menambahkan bahwa penulisan carpon haruslah hasil dari pemekaran imajinasi anak supaya tidak menjadi hanya hasil hafalan semata.
Melalui pelatihan ini, ia berharap bahwa proses menuju pasanggiri ini dapat juga direfleksikan dalam proses pembelajaran terkait bahasa dan sastra di sekolah.
Menurutnya, ada beberapa kompetensi yang perlu dimiliki oleh pendidik untuk mengajarkan menulis carpon, di antaranya membaca dan menulis.
“Jika seseorang memiliki kemampuan menulis yang baik, maka sudah dipastikan dia juga memiliki kegemaran membaca yang baik pula. Karena pengetahuan yang seseorang tulis adalah hasil ia membaca,” tuturnya.
Selain pemaparan materi mengenai penulisan carpon, seluruh peserta pelatihan juga diajak untuk membaca dan mengulas dua buah carpon yang dibuat saat kegiatan FTBI tahun sebelumnya untuk dijadikan rujukan jenis carpon mana yang dirasa sesuai dengan petunjuk teknis yang akan dirancang oleh panitia.
Melalui pelatihan ini diharapkan seluruh peserta dapat memahami lebih jauh mengenai proses dan aspek penilaian dalam mata lomba menulis carpon.*