TRIBUNNEWS.COM - Inilah kumpulan contoh puisi bertema kemerdekaan, cocok dibaca saat malam tirakatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia.
Puisi itu bertemakan Kemerdekaan dan perjuangan para pahlawan untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia.
Puisi Kemerdekaan Indonesia dapat membangkitkan semangat jiwa nasionalisme dan mengenang para pahlawan.
Puisi ini juga bisa dibacakan saat malam tirakatan malam 17 Agustus maupun acara HUT ke-77 RI lainnya.
Berikut 5 puisi Kemerdekaan yang dirangkum Tribunnews.com dari berbagai penyair:
Baca juga: Kumpulan Puisi Kemerdekaan Sambut HUT ke-75 RI, Kenang Jasa Pahlawan & Bangkitkan Jiwa Nasionalisme
Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil anwar
Waktu jalan
Aku tidak tahu apa nasib waktu
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan
Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Gerilya
Karya: WS Rendra
Tubuh biru
Tatapan mata biru lelaki berguling dijalan
Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda
Melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang
Disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling dijalan
Lewat gardu belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya
Baca juga: Contoh Puisi Kemerdekaan Sambut HUT ke-77 RI
Atas Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono
Kita berkata: jadilah
Dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
Di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
Di tepinya cakrawala
Terjerat juga akhirnya
Kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
Sebelum Hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
Dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu:
Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan asal Indonesia, lahir di Surakarta 20 Maret 1940.
Sapardi lulusan program doktor di Fakultas Sasta UI pada 19989.
Sapardi meninggal dunia karna memiliki riwayat lemah jantung dan berbagai penyakit lainnya, meninggal dunia pada 19 Juli 2020.
Sukmaku Merdeka
Karya: Wiji Thukul
Sukmaku merdeka
Tidak tergantung kepada Departemen Tenaga Kerja
Semakin hari semakin nyata nasip di tanganku
Tidak diubah oleh siapapun
Tidak juga akan diubah oleh Tuhan pemilik sorga
Apakah ini menyakitkan? entahlah.
Aku tak menyumpahi rahim ibuku lagi
Sebab pasti malam tidak akan berubah menjadi pagi
Tiba-tiba saja hanya dengan memaki-maki 'taupun
Dengan mengelu-elu matahari yang tidak datang-datang
Waktu yang diisi keluh akan berisi keluh
Waktu yang berkeringat karena kerja akan melahirkan
Serdadu-serdadu kebijaksanaan
Biar perang meletus kapan saja
Itu bukan apa-apa
Masalah nomor satu adalah hari ini
Jangan mati sebelum dimampus takdir
Sebelum malam mengucap selamat malam
Sebelum kubur mengucap selamat datang
Aku mengucap selamat pagi kepada hidup yang jelata
M E R D E K A !
Baca juga: 8 Puisi Kemerdekaan Indonesia untuk Sambut HUT ke-77 RI Tahun 2022
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini
Karya: Taufiq Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
(Tribunnews.com/Pondra Puger)