Rakyat Indonesia Timur dan Makasar akhirnya menderita kekalahan perang dan mereka mengungsi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Sebenarnya, pertempuran antara rakyat Makassar dengan VOC untuk pertama kalinya telah terjadi pada tahun 1633.
Lalu, pada 1654 terjadi pertempuran kedua.
Pertempuran tersebut disebabkan oleh perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang akan masuk dan yang akan keluar dari Pelabuhan Makassar.
Pertempuran ketiga terjadi pada 1666-1667. Pada pertempuran tersebut pasukan Belanda dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon.
Pasukan Raja Bone (Aru Palaka) juga mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanuddin.
Semakin banyak yang mendukung pasukan Belanda dalam pertempuran melawan rakyat Makassar atau pasukan Sultan Hasauddin.
Sehingga pasukan Sultan Hasanuddin semakin terdesak. Sultan Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani perjanjian damai di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Akhir Perlawanan
Perlawanan oleh rakyat Makassar akhirnya dapat dibendung oleh Belanda. Rakyat Makassar mengalami kekalahan perang.
Salah satu faktor penyebabnya yakni keberhasilan politik adu domba oleh Belanda kepada Sultan Hasanuddin dengan Aru Palaka atau Raja Bone.
Sulan Hasanuddin akhirnya menandatangani perjanjian Bongaya pada 1667 yang isinya sangat merugikan pihak rakyat Makasar.
Isi Perjanjian Bongaya:
- VOC menguasai monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.