Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Tana Tidung, Kalimantan Utara, Irdiansyah, mengatakan bahwa asesmen di awal pembelajaran dan pembelajaran terdiferensiasi yang dipelajari dari Program INOVASI juga terbukti mendorong perbaikan hasil belajar siswa.
Kolaborasi pemerintah daerah dan pusat, termasuk UPT di Provinsi serta mitra pembangunan dan pihak swasta juga berperan besar dalam membantu sekolah dan siswa dalam pembelajaran.
Baca juga: Kemendikbudristek: Guru Harus Melek Digital untuk Tingkatkan Kualitas Pembelajaran
“Pemerintah daerah selalu berkomunikasi dan berusaha memenuhi kebutuhan pendidikan, termasuk di daerah yang kesulitan akses. Kami optimistis dengan inovasi pendidikan bisa mengubah paradigma pembelajaran yang lama,” ujar Irdiansyah.
Guru SDN Dungkek 1 Sumenep, Jawa Timur, Tutuk Nuyati, mengatakan keterbatasan sarana teknologi dan informasi menjadi tantangan para pendidik untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah.
Ditambah lagi kemampuan para guru dalam menggunakan perangkat teknologi juga tidak merata.
“Akhirnya kami mengatasinya dengan membangun kesadaran bersama, berkolaborasi dan saling berbagi pengalaman,” kata Tutuk yang bersama koleganya mengembangkan aplikasi asesmen membaca formatif untuk mendorong efisiensi dan kemudahan penggunaan oleh para pendidik.
Sementara itu, Laporan Studi Kesenjangan Pembelajaran – 3, Kesenjangan yang Kian Melebar: Dampak Pandemi COVID-19 pada Siswa dari Kelompok Paling Rentan di Indonesia, mengungkapkan bahwa meskipun COVID-19 berdampak untuk semua siswa, siswa dari kelompok rentan cenderung paling terdampak.
Siswa dengan multi kerentanan berpotensi memiliki hasil belajar lebih rendah.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Guru Tak Berikan Pelajaran Ilmu yang Sudah Usang ke Siswa
Siswa di pedesaan dan daerah terpencil lebih banyak yang memiliki performa literasi dan numerasi tingkat 1 sehingga tidak memenuhi tingkat keterampilan minimum dibandingkan dengan siswa di perkotaan.
Bagi kelompok siswa penyandang disabilitas, sebanyak 91 persen siswa laki-laki penyandang disabilitas di pedesaan tidak memenuhi tingkat keterampilan minimum, sementara jumlah siswa laki-laki penyandang disabilitas di perkotaan yang tidak memenuhi keterampilan minimum mencapai 82 persen.
Data juga menunjukkan 75 persen siswa yang tinggal di pedesaan tidak mencapai tingkat kemampuan minimum literasi.
Kondisi serupa juga terjadi pada 83 persen siswa dengan disabilitas dan 68 persen anak yang menggunakan bahasa daerah alih-alih bahasa Indonesia. Siswa perempuan juga cenderung lebih banyak kehilangan hasil pembelajaran selama pandemi COVID-19.
Adolescent Development Officer UNICEF Indonesia Annissa Elok Budiyani mengungkapkan bahwa dalam mendukung perbaikan, mengejar ketertinggalan belajar, penting untuk menyediakan diagnostic tool yang dapat digunakan guru dalam mendukung proses pembelajaran terdeferensiasi.
Selain itu, hal-hal struktural yang menyebabkan kesenjangan pembelajaran yang sudah ada sebelum pandemi seperti misalnya ketersediaan guru di daerah terpencil juga perlu terus diatasi.
Baca juga: Kepada Para Guru, Jokowi Ingatkan soal Kesehatan Mental dan Fisik Para Siswa