TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka melakukan validasi aplikasi U-Tapis, Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan mengundang pakar bahasa dari Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Vismaya Sabariah Damayati, M. Pd., serta pakar Artificial Intelligence (AI) dari PT Bahasa Kita, Oskar Riandi, B. Eng., M. Sc. melalui panggilan video daring pada Jumat, 23 Desember 2022.
U-Tapis merupakan sebuah aplikasi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) buatan UMN. Aplikasi tersebut akan digunakan untuk menapis kesalahan berbahasa pada sebuah media. Pembuatan U-Tapis akan memudahkan pekerjaan editor agar mempersingkat waktu penyuntingan naskah.
Memiliki tugas untuk menapis kesalahan berbahasa, Moeljono Widjaja, dosen Teknologi Informatika UMN, menjelaskan bahwa U-Tapis dibuat menggunakan kontekstas grammar yang biasa digunakan untuk melakukan pengecekan pada sintaksis kalimat. Sejauh ini, U-Tapis sudah dapat memeriksa kesalahan sintaksis kalimat, konjungsi, dan peluruhan kata.
Pakar Artificial Intelligence (AI) sekaligus pendiri PT Bahasa Kita, Oskar Riandi, B. Eng., M. Sc., mengungkapkan bahwa target luaran U-Tapis sudah lengkap dan sesuai dengan kebutuhan, dan juga praktis sehingga dapat memudahkan penggunaannya.
Namun, karena baru bekerja sama dengan salah satu media, Tribunnews.com, aplikasi ini belum dapat menyesuaikan format berita media lain. Untuk itu, tim peneliti UMN perlu menindaklanjuti penelitian ini agar program kecerdasan buatan yang sedang dilakukan dapat lebih berkembang.
“Setiap media punya style sendiri. Meskipun di-generate menggunakan AI tapi style-nya (harus) tetap mengikuti masing-masing kantor berita dan tentu harus diajarkan dengan jumlah data yang massive,” terang Oskar.
Moeljono Widjaja juga menanggapi soal kekurangan aplikasi buatannya beserta tim yang belum mampu menjangkau media dan penggunaan yang lebih luas karena masih bersifat fungsional.
“Saat ini, aplikasi masih bersifat fungsional sehingga kami belum dapat menerapkan skala besar,” jelasnya.
Selain itu, Oskar menambahkan bahwa peningkatan kualitas fitur pewarnaan akan membantu para editor untuk menyunting berita.
“Pada bagian coloring, saya belum melihat apakah bisa langsung dikoreksi di situ atau tidak. Jika bisa langsung dikoreksi di situ, akan memudahkan reporter (beserta editor) agar tidak perlu berpindah dari halaman satu ke halaman lainnya,” komentarnya.
Pembuatan aplikasi berbasis ‘speech’ akan sangat berguna untuk ke depannya. Naskah mentah berita yang masuk ke dalam pemrograman, sebuah aplikasi akan disunting agar menjadi naskah yang siap untuk dipublikasi. Namun, hal tersebut tidak serta-merta mengikuti gaya penulisan sebuah media tertentu melainkan gaya jurnalis yang sangat formal.
Oleh sebab itu, Oskar memberikan saran agar ke depannya aplikasi dapat diajarkan secara manual dan bertahap sehingga isi, alur, kosakata, serta tata bahasa dapat sesuai dengan gaya penulisan setiap media.