News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hari Tritura 10 Januari: Latar Belakang Politik Ekonomi, Isi Tuntutan, dan Dampaknya

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ujuk rasa Tritura pada tahun 1966 - Simak latar belakang politik-ekonomi, isi dan dampak digaungkannya Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat, terjadi demontrasi besar dan awal Orde Baru.

TRIBUNNEWS.COM - Inilah latar belakang politik-ekonomi, isi dan dampak digaungkannya Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat.

Hari Tritura diperingati setiap tanggal 10 Januari, yang tahun ini jatuh pada hari ini, Selasa (10/1/2023).

Peringatan Hari Tritura ini dalam sejarahnya dapat diingat sebagai momen penegakan kekuasaan rakyat di Indonesia.

Sejak saat itu untuk mengingat peristiwa bersejarah tersebut, kini tiap tanggal 10 Januari diperingati sebagai Hari Tritura.

Menginggat pada 10-13 Januari tahun 1966, terjadi gelombang aksi mahasiswa untuk mengungkapkan kekecewaan terhadap pemerintah yang berkuasa saat itu.

Hal itu lantaran adanya beberapa masalah seperti ketidaktegasan rezim berkuasa dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Baca juga: Sejarah PDIP, Berawal dari PNI yang Didirikan Soekarno hingga Kemenangan di Pemilu

Lantas apa latar belakang, isi dan tujuan Tritura?

Latar Belakang Lahirnya Tritura

Awal mula lahirnya Tritura adalah karena kondisi politik di Indonesia mulai 1960-1965 selalu diwarnai dengan konstelasi tiga kekuasaan politik.

Yakni ABRI (Angkatan Darat), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan berpusat pada Soekarno.

Menurut Buku Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 terbitan Kemenparekraf (2011), ketidakstabilan politik kemudian menyebabkan menurunnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Apalagi kebijakan Presiden Soekarno yang membuat Indonesia dijauhi negara barat.

Sebab Soekarno sering menunjulkan sikap anti neokolonialisme dan neoimperialisme yang menyebabkan posisi Indonesia semakin sulit.

Sikap Soekarno tersebut membuat Indonesia semakin kehilangan dukungan dari Internasional baik bidang politik maupun ekonomi.

Hingga puncaknya terjadi peristiwa G30S atau gerakan 30 September, yang menyeret PKI sebagai tertuduh pertama.

Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dekat dengan Soekarno dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh jenderal TNI.

Tetapi, menjelang pergantian tahun 1965 ke 1966, belum ada tindakan pemerintah yang berdampak positif.

Selain itu banyak terjadi pemberontakan di berbagai daerah membuat aktivitas perekonomian terganggu.

Dikutip dari intisari.grid.id, pada masa demoktrasi terpimpin, diterapkan ekonomi terpimpin.

Yaitu sistem ekonomi di mana semua aktivitas ekonomi dipusatkan di pemerintah.

Daerah hanya kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.

Sementara pusat memegang kekuasaan yang besar di bawah kewenangan Soekarno.

Kebijakan Soekarno untuk berkonfrontasi dengan Malaysia sejak 1961 juga berdampak pada perekonomian.

Sikap kerasnya itu diperparah dengan keputusan Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 1965, sehingga kegiatan ekspor pun terhenti.

Akibatnya, sejak tahun 1961, negara harus terus membiayai kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa.

Pada 1965 cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS.

Hal itu karena dampak politik konfrontasi Malaysia dan negara-negara barat.

Perekonomian yang semakin defisit, Soekarno justru makin gencar menghamburkan uang negara untuk menunjukkan kehebatan Indonesia.

Biaya pemerintah untuk proyek politik mercusuar seperti Games of the New Emerging Forces (Ganefo) pada 1963 dan Conference of the Emerging Forces (Conefo) pada 1965 membengkak.

Baca juga: Bedah Buku “Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta” oleh para Rektor di Universitas Terbuka

Itulah yang menyebabkan defisit anggaran belanja pemerintah pada 1961-1965 meningkat.

Dari 29,7 persen pada 1961 menjadi 63,4 persen pada 1965.

Sejak 1961, situasi moneter yang makin parah ditandai dengan laju inflasi yang tinggi (hiperinflasi).
Pendapatan per kapita Indonesia turun secara signifikan antara 1962-1963.

Pada 1965, tingkat peredaran uang naik hingga 161 persen.

Sementara inflasi mencapai 592 persen.

Bantuan asing berhenti karena Soekarno menolak bantuan dana sebesar 400 juta dollar AS dari International Monetary Fund (IMF).

Tentu hal itu membuat investasi juga merosot tajam.

Di kalangan rakyat lapisan menengah ke bawah kondisi ekonomi dirasakan cukup berat.

Untuk membeli kebutuhan po kok seperti gula, beras dan minyak tanah, penduduk harus antri berjam-jam dalam deretan panjang.

Karena bahan kebutuhan dasar tersebut hilang dari pasaran.

Namun, Soekarno tidak mau disalahkan atas melonjaknya harga yang sebenarnya merupakan dampak blunder kebijakan ekonomi pemerintah, sehingga membuat rakyat semakin kecewa.

Buruknya kondisi perekonomian inilah yang menjadi salah satu alasan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dianggap gagal di Indonesia.

Karena semua alasan tersebut para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menyerukan Tritura.

Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya.

Seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).

Isi Tritura

Isi Tritura atau tiga tuntutan rakyat tersebut, di antaranya:

1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI)

2. Perombakan Kabinet Dwikora

3. Turunkan harga

Bubarkan Partai Komunis Indonesia, karena Pemerintah dianggap lambat dalam mengambil sikap terhadap PKI.

PKI dianggap terlibat dalam peristiwa G30S dan banyak tokoh komunis yang berada didalam kabinet pemerintahan.

Rombak Kabinet Dwikora, karena Pemerintah dinilai tidak bisa mengendalikan kestabilan politik, ekonomi dan sosial.

Menurut masyarakat, Presiden Soekarno lebih mementingkan perebutan Irian Barat dan urusan konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Turunkan Harga, kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah kurang tepat yang membuat kestabilan ekonomi yang semakin memburuk.

Baca juga: Sejarah Hari Gerakan Satu Juta Pohon yang Diperingati Setiap 10 Januari

Dampak Tritura

Sepanjang tahun 1966 KAMI melancarkan aksi-aksi demonstarasi dan mendapat dukungan dari masyarakat.

KAMl juga menggalang organisasi serupa di kalangan pelajar, yakni Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI).

Dukungan KAPPI ini sangat strategis, karena di samping usia mereka yang rata-rata masih sangat muda.

Kemurnian gerakan mereka juga secara psikologis mendukung secara taktis dalam menguasai jalan-jalan raya di Ibukota.

Baik KAMI maupun KAPP! dalam setiap aksinya secara diam-diam mendapat dukungan dari tentara dan senantiasa melindungi mereka dari serangan-serangan unsur-unsur yang prokomunis.

Disamping itu KAMI juga menjalin hubungan erat dengan beberapa tokoh mi liter.

Di antaranya Jenderal HR Dharsono, Kemal Idris dan Sarwo Edhi Wibowo.

Mereka adalah tokoh penting dalam pengendalian situasi dan tekanan terhadap komunis sesudah 30 September l965.

Demonstrasi terus terjadi sepanjang tanggal 10-13 Januari 1966 hingga desakan Tritura sampai ke presiden. Puncaknya pada 11 Maret 1966.

Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara.

Lambannya respons pemerintah menjadikan tuntutan demonstrasi melebar hingga terdengar desas-desus untuk menurunkan Soekarno dari jabatan kepresidennya.

Demonstrasi ini mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura yang salah satunya meminta pembubaran PKI.

Tidak hanya mahasiswa yang mengepung Istana, sejumlah tentara tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan.

Akibat desakan tersebut, pada 21 Februari 1966 Soekarno akhirnya mengumumkan reshuffle kabinet barunya.

Namun, hal ini malah kian memanaskan suasana karena masih ada beberapa tokoh berhaluan kiri di dalam tubuh kabinet tersebut.

Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik.

Keluarlah titah sakti melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang menunjuk Soeharto, Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) saat itu, untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara.

Soekarno juga memahami tuntutan mahasiswa.

Akhirnya disetujui penurunan harga minyak sebesar 50 persen dan mencari jalan keluar untuk menurunkan harga barang secara keseluruhan.

Dalam situasi yang makin memanas ini terjadi insiden salah seorang demonstran dari Universitas Indonesia, Arif Rachman Hakim tertembak.

Gugurnya Arief bagai martir dari suatu perjuangan moral, membakar semangat solidaritas mahasiswa yang lain.

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)(Grid.id/Khaerunisa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini