TRIBUNNEWS.COM - Berikut adalah materi sekolah terkait struktur teks cerita fabel dan ciri kebahasaan yang digunakan.
Diketahui, fabel merupakan cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang.
Fabel memiliki empat bagian dalam strukturnya, yakni Orientasi, Komplikasi, Resolusi, dan Koda.
Simak inilah penjelasan dari keempat bagian struktur teks cerita fabel tersebut:
Baca juga: Fabel: Pengertian, Ciri-ciri, Unsur, dan Jenis Teks Cerita Fabel
1. Orientasi
Bagian awal dari suatu cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi.
Orientasi biasanya berisi pengenalan tokoh, latar tempat, dan waktu peristiwa.
2. Komplikasi
Komplikasi merupakan peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik.
Komplikasi merupakan bagian yang penting dalam cerita, karena pada tahap inilah akan muncul konflik yang dialami oleh tokoh.
Konplikasi biasanya berisi hubungan sebab akibat sehingga muncul masalah hingga masalah itu memuncak.
Komplikasi dimulai dari munculnya masalah sehingga masalah mencapai
komplikasi/klimak (masalah memuncak)
3. Resolusi
Resolusi merupakan bagian penting yang berisi pemecahan masalah atau solusi.
4. Koda (boleh ada boleh tidak)
Koda merupakan bagian terakhir fabel yang berisi perubahan yang terjadi pada tokoh dan pelajaran yang dapat dipetik dari cerita tersebut.
Koda biasanya berisi nilai moral yang diungkapkan pengarang secara impisit pada akhir cerita.
Baca juga: Materi Sekolah: Pengertian Kata Sifat atau Adjektiva, Berikut 3 Fungsinya
Ciri Kebahasaan yang Digunakan dalam Fabel
Berdasarkan bahasa yang digunakan pada sebuah teks cerita fabel, berikut ini adalah ciri kebahasaan (kaidah kebahasaan) pada teks cerita fabel:
1. Penggunaan Kata Sandang Si dan Sang
Dalam teks cerita fabel sangat sering dijumpai dan ditemukan penggunaan kata sandang si dan sang.
Contohnya:
a. Sang kerbau berkeliling hutan sambil menyapa binatang-binatang lain yang berada di hutan tersebut.
d. Si kepompong hanya dapat berdiam saja saat mendengarkan ejekan itu.
Berdasarkan contoh di atas maka kaidah pada penulisan si dan sang yakni secara terpisah dengan kata-kata yang mengikuti ataupun kata-kata yang di ikuti serta ditulis dengan menggunakan huruf kecil.
a. “Mengapa si kecil menjadi sangat pemalu?” tanya ayah.
b. Kedua orang itu, si Kecil dan si Kancil adalah orang yang terpandang di kampungnya.
Perhatikan pada kata “kecil” di dalam kalimat nomor 1 di atas yang dituliskan dengan menggunakan huruf kecil saja, hal tersebut dikarenakan bukan sebuah nama.
Kemudian perhatikan pada kalimat kedua dalam kata “Kecil dan Kancil” yang dituliskan dengan menggunakan huruf kapital (besar), hal tersebut dikarenakan guna sebagai sebuah panggilan dan atau dengan kata lain disebut juga nama julukan.
2. Penggunaan Kata Keterangan Tempat dan Waktu
Untuk menghidupkan suasana pada teks cerita fabel, biasanya menggunakan kata keterangan tempat dan juga kata keterangan waktu.
Pada keterangan tempat sering menggunakan kata depan “di” dan pada keterangan waktu sering menggunakan kata depan “pada, informasi waktu, dan lain-lain”.
Contohnya:
a. Pada suatu malam sang harimau kembali berburu ke hutan tersebut, karena cuaca sedang turun hujan, di mana-mana terdapat genangan lumpur dan air.
b. Si kelinci mengangkat wortel tersebut dan menaruhnya ditempat yang tinggi yang lebih aman.
3. Penggunaan Kata Hubung Lalu, Kemudian, dan Akhirnya
Kata dari “lalu” dan “kemudian” mempunyai arti yang sama, dimana kata-kata tersebut sering digunakan sebagai kata penghubung antar-kalimat dan juga sebagai penghubung intra-kalimat.
Berbeda dengan kata “akhirnya” yang sering digunakan dalam penyimpulan serta pengakhiran informasi pada paragraf maupun pada teks, baik itu teks cerita fabel ataupun teks cerita lainnya.
Contohnya:
a. Lalu, sang gajah menginjak ranting pohon tersebut.
b. Kemudian, sang semut berlari tanpa arah karena takut dipijak.
c. Akhirnya, sang semut memanjat sebuah pohon besar yang sekiranya aman.
4. Penggunaan Sinonim dan Antonim pada Fabel
Fabel menggunakan variasi kata untuk menggambarkan atau mendeskripsikan sifat, baik sifat tokoh maupun sifat benda dan keadaan.
Meskipun memiliki arti yang sama, akan tetapi diksi atau pilihan kata yang tepat untuk mendeskripsikan sifat tokoh dapat mempengaruhi nilai rasa pada pembaca.
Contohnya:
a. efek emosi lemah = efek emosi kuat
b. senang = riang gembira
c. tidak teratur = berantakan
d. sedih = merana
5. Penggunaan Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang diucapkan secara langsung kepada orang yang dituju.
Kalimat langsung ditandai dengan pemakaian tanda petik (“…”).
Cara penulisan kalimat langsung:
a. Bagian kalimat langsung diapit oleh tanda petik dua (“) bukan petik satu (‘).
b. Tanda petik penutup diletakkan setelah tanda baca yang mengakhiri kalimat petikan.
Contoh: "Tolong, ada harimau! Lari, cepat lari!" (benar)
c. Kalimat pengiring harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu spasi apabila bagian kalimat pengiring terletak sebelum kalimat petikan.
Contoh: Ulu berkata, “Biarlah aku bernyanyi sendiri.”
d. Kalimat pengiring harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu spasi apabila bagian kalimat pengiring terletak setelah kalimat petikan.
Contoh: “Sudahlah Cici, kami memaafkanmu”, kata Pusi dengan bijak.
e. Jika ada dua kalimat petikan, huruf awal pada kalimat petikan pertama menggunakan huruf kapital. Sedangkan pada kalimat petikan kedua menggunakan huruf kecil kecuali nama orang dan kata sapaan.
Contoh: “Coba saja minta pada Ikan,” kata Buaya, “dia pasti akan memberikannya.”
f. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Contoh: “Mengapa keringatmu sampai sebesar jagung begitu Yam? Kamu dikejar siapa?” tanya Kepiting panik.
Sumber:
Buku Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Edisi Revisi 2017 oleh Titik Harsiati dkk.
Modul Pembelajaran SMP Terbuka Bahasa Indonesia Kelas VII oleh Seni Asiati dan Fatwa Alamia.
(Tribunnews.com/Latifah)