News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Materi Sekolah

Sejarah dan Isi Konferensi Meja Bundar, Akhir Penjajahan Belanda di Indonesia

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konferensi Meja Bundar - Berikut ini sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan latar belakangnya.

TRIBUNNEWS.COM - Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah momen penting antara Indonesia dan Belanda untuk mengakhiri perang.

KMB dilaksanakan pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda.

Perwakilan dari Indonesia adalah Drs. Moh. Hatta, untuk delegasi BFO (forum permusyawaratan federal yang terdiri atas Negara-negara boneka buatan Belanda) yang dipimpin oleh Sultan Hamid II.

Sementara perwakilan dari Belanda adalah van Maarseveen dan Chritchley sebagai pihak netral yang mewakili PBB.

Isi KMB adalah pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia, paling lambat 30 Desember 1949.

Selain itu, Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda yang dipimpin oleh Ratu Belanda, dikutip dari Kemdikbud.

Baca juga: Belanda Akui Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, Bukan 27 Desember 1949

Namun, permasalahan Irian Barat masih merupakan daerah perselisihan dan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.

Sebagai tindak lanjut KMB antara Indonesia dan Belanda, RI mendesak Belanda keluar dari Indonesia yang ditandai dengan upacara pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia.

Penandatanganan naskah penyerahan berlangsung di dua kota yaitu Amsterdam dan Jakarta.

Hasil KMB

- Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat

- Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949

- Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS

- Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda yang diketuai Belanda

- RIS harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.

Meski hasil KMB tidak memuaskan banyak pihak, namun itulah hasil optimal yang dapat diperoleh.

Latar Belakang KMB

Pada 23 Agustus 1949, Wakil Presiden Indonesia Mohammad Hatta menyambut perwakilan Australia di Komisi PBB untuk Indonesia Tom Critchley pada pembukaan Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia di Den Haag, Belanda. Setelah bernegosiasi selama beberapa bulan, Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. (Facebook/Australian Embassy - Jakarta, Indonesia)

Baca juga: Belanda akui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, apa artinya pengakuan itu?

Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh agresi militer Belanda I dan II serta perjanjian-perjanjian yang tidak dapat menyelesaikan perang Indonesia dan Belanda.

Di antaranya yaitu perjanjian Linggarjati pada tahun 1946, perjanjian Renville pada tahun 1948 dan perjanjian Roem-Royen pada tahun 1949.

1. Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

Namun, Belanda hanya mengakui wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra sebagai bagian dari Indonesia dalam Perjanjian Linggarjati yang dilakukan pada 10-15 November 1946 di Kuningan, Jawa Barat dan disahkan 25 Maret 1947.

Selain itu, Perjanjian Linggarjati berisi pembentukan Republik Indonesia Serikat dan Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala Uni.

2. Perundingan Renville

Setelah perjanjian Linggarjati, Belanda melanggar perjanjian itu dengan melakukan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 di kota-kota di Jawa dan Sumatra.

Indonesia dengan dibantu PBB, kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KNT), terdiri dari Australia sebagai perwakilan Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham).

Kemudian, KNT berunding di atas kapal AS bernama USS Renville yang berada di Pelabuhan Tanjung Priok pada 17 Januari 1948.

Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda menempatkan seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketuanya.

Hasil Perjanjian Renville:

- Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS

- RI sejajar kedudukannya dengan Belanda

- RI menjadi bagian dari RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS

- Tentara Indonesia di daerah Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke wilayah RI

Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di ruangan Mr. Bergstein. Terlihat Drs. Moh. Hatta dan Tuan Linthorst hadir dalam perundingan ini. Foto ini diambil pada November 1949. (Demijnen Netherland)

Baca juga: Belanda Akui Kemerdekaan RI, Prabowo Subianto: Alhamdulillah, Terima Kasih

3. Perundingan Roem-Royen

Untuk kedua kalinya, Belanda melanggar perjanjian Renville dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II.

Indonesia terpaksa mendirikan Pemerintahan Darurat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Perundingan Roem-Royen, digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949.

Mr. Moh. Roem sebagai ketua delegasi mewakili Indonesia dan Dr. J.H Van Royen sebagai ketua delegasi Belanda.

Sedangkan, sebagai mediator perundingan adalah Merle Cochran dari UNCI (PBB).

Hasil Perjanjian Roem Royen:

- Menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama dalam memelihara ketertiban dan keamanan

- Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta

- Indonesia dan Belanda bersedia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat

4. Konferensi Inter-Indonesia

Sebelum Konferensi Meja Bundar, diadakan Konferensi Inter-Indonesia yaitu Republik Indonesia dengan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal.

Konferensi Inter-Indonesia dilakukan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949 dan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949.

Keputusan Konferensi Inter-Indonesia:

- Negara yang akan dibentuk nanti dinamakan RIS

- APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional

- TNI menjadi inti APRIS

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Materi Sekolah

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini