TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Para guru bahasa Sunda memerlukan kebaruan dalam upaya meningkatkan jumlah penutur muda. Salah satunya dengan menumbuhkan sikap positif bagi para penutur muda. Sikap positif ini dapat diterapkan dengan membiarkan para siswa memilih materi yang mereka sukai. Siswa tidak seharusnya dituntut serbabisa dalam materi bahasa Sunda, melainkan fokus pada hal yang mereka senangi.
Demikian disampaikan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, Dr. Herawati, S.S., M.A., dalam penutupan kegiatan Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah untuk Tunas Bahasa Ibu Jenjang SMP Se-Jawa Barat dan Banten, yang dilaksanakan pada tanggal 25 –28 Juni 2023 di Hotel Sutan Raja, Soreang Kabupaten Bandung.
“Oleh karena itu, kami berharap pelaksanaan Revitalisasi Bahasa Daerah tahun 2023 akan lebih baik lagi, yaitu dengan memberikan nuansa dan warna baru,” ucap Herawati.
Pelatihan tersebut didikuti oleh 125 peserta, para guru bahasa Sunda perwakilan kota dan kabupaten di Jawa Barat, serta beberapa perwakilan kabupaten dari Provinsi Banten. Para peserta mendapat pelatihan tujuh materi yang disampaikan oleh para narasumber, yaitu materi membaca dan menulis aksara Sunda, menulis cerita pendek (nulis carpon), membaca puisi (maca sajak), mendongeng, pidato (biantara), tembang pupuh, dan komedi tunggal (borangan).
Setelah mendapat pelatihan, para peserta diharapkan dapat menyampaikannya kembali kepada guru sejawat. Kemudian semua guru akan mengimbaskannya kembali kepada siswa sesuai dengan minat mereka.
Pada pembukaan acara, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, menyampaikan bahwa keberhasilan Revitalisasi Bahasa Daerah dalam tiga tahun terakhir memiliki sedikitnya tiga tantangan.
“Tantangan pertama, kondisi politik tidak selalu sama. Apalagi kita sekarang berada di tahun politik, dan tahun depan dipastikan akan ada pergantian presiden dan kabinet. Apakah kebijakannya akan sama? Kita tidak tahu,” kata Prof. Aminudin.
Sementara tantangan kedua adalah perhatian dari masyarakat dan pemerintah daerah juga berubah-ubah. Jika tren perhatian pada bahasa daerah saat ini sedang baik, maka harus dipertahankan. Ketiga, harus selalu ada inovasi dalam Revitalisasi Bahasa Daerah, tidak monoton dari tahun ke tahun.
Di sisi lain, para guru sebagai ujung tombak kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah juga memiliki berbagai tantangan. Dukungan pemerintah daerah juga berbeda-beda. Misalnya, ada daerah yang mendapatkan dukungan dan fasilitas penuh untuk menjalankan kegiatan ini. Namun, ada pula yang pemerintah daerah yang acuh tak acuh, sehingga para guru harus berjuang sendiri untuk mengumpulkan dana kegiatan.***