TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Universitas Kristen Indonesia (UKI) terus berkontribusi melahirkan pemikiran ilmiah dan strategis dalam implementasi Pancasila, khususnya lewat pendidikan di perguruan tinggi.
Direktur Program Pascasarjana UKI Prof. Dr. dr. Bernadetha Nadeak, M.Pd., PA., mengatakan, nilai-nilai Pancasila harus terus ditanamkan kepada setiap individu. Sebab, tidak jarang implementasinya masih sebatas pengakuan yang disebut Pancasilais.
“Sejatinya, Tindakan ini justru bertentangan dengan pandangan hidup dan jiwa bangsa. Maka itu, kajian Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangat penting dilakukan dalam menyikapi krisis kebangsaan dan krisis jati diri yang berpotensi menimbulkan konflik dan memecah belah bangsa,” ujar Bernadetha dalam keterangan persnya, Rabu (19/7/2023).
Hal ini disampaikan Bernadetha Nadeak dalam sambutan pembukaan Seminar Nasional 2023 dengan mengusung tema “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sosial, Politik, Ekonomi, dan Budaya”, yang diselenggarakan di Auditorium Graha William Soeryadjaya, UKI, Jakarta, Selasa (19/7/2023).
Turut hadir dalam acara seminar, Dr. (c) Nikson Gans Lalu, S.H., M.H. bertindak sebagai moderator dan Dr. (c) Heddy Kandou, S.H., M.H. selaku MC dalam seminar. Selain itu, acara tersebut juga dimeriahkan oleh Paduan Suara Mahasiswa UKI yang tampil dengan salah satu lagu yang menggugah semangat: Pancasila Rumah Kita karya Franky Sahilatua.
Baca juga: Fasilitasi Program International Double Degree, UKI Jalin Kerja Sama dengan Coventry University
Melalui seminar nasional ini, Ia berharap, kajian mengenai Pancasila tidak berhenti hanya sebatas menelaah ilmu pengetahuan, tetapi juga mengejawantah di dalam kehidupan masyarakat berupa ide, ucapan, perilaku, dan tindakan.
Dengan demikian, mencegah masuknya bahaya radikalisme dan komunisme, serta berbagai paham lain yang tidak berasal dari bumi Nusantara dan bukan karakteristik bangsa Indonesia.
Ketua Program Doktor Hukum (PDH) UKI, Prof. Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.S., selaku pembicara pertama mengatakan, Pancasila merupakan pedoman dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup masyarakat Indonesia.
Menurutnya Pancasila menjadi alat untuk memecahkan berbagai problematika sosial, politik, ekonomi dan budaya agar bangsa Indonesia kian maju. Sebab, Pancasila telah mampu mempersatukan masyarakat dengan beragam perbedaan latar belakang.
Tak hanya itu, John Pieris juga mengingatkan agar seluruh warga negara Indonesia wajib memiliki kesadaran hukum sebagai budaya hukum yang sangat penting demi terciptanya ketertiban, kedamaian dan keadilan masyarakat, sehingga keteladanan, kejujuran, keadaban, ketaatan dan kepatuhan harus melandasi aktivitas semua pusat kekuasan negara.
“Sebagai nation state, kita harus menjadikan kepelbagaian sebagai potensi untuk menjadikan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Jika kita meninggalkan Pancasila, maka bangsa ini akan hancur,” ujar John Pieris.
Baca juga: Jalankan MBKM Kemendikbudristek, UKI Beri Pengalaman Mahasiswa Vokasi Magang di Australia
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Pancasila PDH UKI, Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, S.H., M.Hum., mengutarakan harapannya agar Pancasila direvitalisasi dan direinterpretasi kembali sesuai perkembangan zaman dan jangan melupakan memoria passionis dalam perjalanan hidup bangsa.
Ia menandaskan bahwa di dalam kurikulum pendidikan, Pancasila dapat dijadikan intisari yang menjiwai setiap mata ajar atau mata kuliah, sehingga globalisasi tidak menjadi wadah untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang dipandang mampu menjawab kebutuhan manusia milenium.
Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., MBA selaku pembicara selanjutnya dengan materi “Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Sosial Ekonomi” mengatakan bahwa tujuan dari sistem ekonomi Pancasila adalah membuat rakyat makmur dan sejahtera, menumbuhkan perekonomian berdasarkan kegiatan berbisnis dan menciptakan kestabilan ekonomi melalui banyaknya kesempatan kerja.
“Bisnis harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab kepada konsumen, tenaga kerja, lingkungan dan investor dimana pemerintah dan swasta saling mendukung dalam pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemerataan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan pengusaha besar dengan melandasinya pada pemikiran bahwa cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Dr. Dhaniswara.
Selaku keynote speech, Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S. selaku Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, berpesan agar ilmu pengetahuan dan teknologi sebaiknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Beliau mengingatkan bahwa sebelum memperbaiki orang lain, perbaikilah diri sendiri lebih dulu dan melakukan segala sesuatu demi hari depan yang lebih baik.
Tim Penasehat Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Dr (c) Manuel Kaisiepo, S.IP., M.H., selaku pembicara terakhir secara keras mengungkapkan bahwa Pancasila untuk sering melihat dalam tataran konseptual, di mana setiap pemimpin bebas memberi tafsir masing-masing, sehingga Pancasila belum menjadi principle guidance dan state obligation akibat kekuasan ekonomi oleh sebagian orang. Penting untuk dipikirkan adanya badan legislasi nasional merupakan salah satu usulannya.