TRIBUNNEWS.COM, SURAKARTA – Kekerasan seksual masih menjadi masalah krusial di negeri ini. Terutama kekerasan seksual terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan.
Kondisi inilah yang mendasari Program Studi (Prodi) S2 dan S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk menggelar lokakarya yang membahas tema ini.
Lokakarya bertajuk “Pemberdayaan Masyarakat dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Wanita, Anak, dan Kelompok Rentan” ini digelar di Indraprastha Ballroom UNS Inn, Jumat (18/10/2024).
“Kami melihat masih banyak kasus kekerasan seksual. Berdasarkan data Komnas Perempuan, tahun 2022 tercatat lebih dari 5.200 kasus kekerasan seksual di mana perempuan, anak, dan kelompok rentan menjadi korban utama,” ungkap Ketua Pelaksana Lokakarya, Karismatika Surya Gumilar, dalam keterangan yang diterima Tribunnews.
Dia menegaskan kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang paling serius. Sebab, tak hanya berdampak pada trauma fisik dan psikis, kekerasan seksual juga bisa menghambat kesejahteraan ekonomi dan sosial korban.
“Apalagi jika korbannya adalah anak-anak. Kalau sampai ada trauma masa kecil yang tidak disembuhkan, akan muncul predator-predator lain pada masa mendatang,” ucap mahasiswi S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat UNS ini.
Karena itulah, lanjut Karismatika, lokakarya ini dihadirkan sebagai wadah untuk berbagi informasi, praktik terbaik, serta meningkatkan kolaborasi antarpemangku kepentingan guna menciptakan komunitas yang lebih aman dan inklusif.
Empat narasumber dihadirkan dalam forum ini, yaitu Bairam Khan yang merupakan Visiting Assistant Professor di Middle Eastern and South Asian Studies Wake Forest University, Ira Imelda dari Women’s Crisis Center Pasundan Durebang, Ismi Dwi Astuti Nurhaeni yang merupakan Ketua Satgas PPKS UNS, dan Shoim Sahriyati dari Yayasan Kakak.
Adapun peserta kegiatan ini adalah para mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, mulai jenjang S1 hingga S3. Selain itu ada pula perwakilan dari instansi pemerintahan di Surakarta maupun daerah lain yang mengikuti lokakarya ini secara daring.
“Kami berharap acara ini bisa menjadi wadah yang memfasilitasi para cendekiawan dan akademisi menjadi berdaya, untuk kemudian memberdayakan lingkungan kecil di sekitarnya, yang paling kecil adalah keluarga, kemudian tetangga, kerabat, dan masyarakat, untuk aware terhadap isu kekerasan seksual,” ucap dia.
Sementara itu, Ketua Prodi S2 dan S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat UNS, Drajat Tri Kartono, menjelaskan bahwa satu kata kunci yang terkait dengan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak adalah “ketidakberdayaan”.
Baca juga: Nasib Siswi MAN Korban Kekerasan Seksual Oknum Guru di Gorontalo, Dikeluarkan dari Sekolah
“Prodi kami belajar mengubah ketidakberdayaan menjadi keberdayaan. Maka mudah-mudahan dari sini bisa dihasilkan pemikiran dan model dalam rangka pemberdayaan, baik pada masyarakat yang menjadi korban maupun masyarakat umum,” ungkap dia.
Menurut Drajat, kekerasan seksual merupakan salah satu masalah mendasar di negeri ini. Meski sudah ada hukum yang mengaturnya, kasus-kasus kekerasan seksual baik terhadap perempuan, anak, maupun laki-laki masih terus terjadi.
Sebagai kaum akademisi, pihaknya ingin memberikan sumbangsih terhadap pengentasan masalah ini melalui kajian dan pengembangan model-model pemberdayaan.
“Sumbangsihnya karena kami dari kalangan akademik, tentu pemikiran, dari aspek filosofis hingga teknis. Apa yang kami hasilkan dari pertemuan ini adalah pendapat, masukan berdasarkan pengalaman, bagaimana kekerasan seksual di kampus terjadi, di rumah tangga, dan seterusnya, sampai tindakan-tindakan perlindungannya,” ucap dia.
Drajat juga berharap, pembahasan dalam lokakarya ini juga bisa diangkat sebagai tema tesis maupun disertasi yang dikerjakan mahasiswa. Lewat tesis dan disertasi itu, dia berharap akan dihasilkan model-model penyelesaian masalah yang bisa berkontribusi pada masyarakat. (*)