TRIBUNNEWS.COM - Dominasi China kembali terlihat kentara saat menjadi juara umum Asian Games 2018 lewat raihan 132 medali emas.
Koleksi emas Negeri Tirai Bambu bahkan empat kali lebih banyak ketimbang Indonesia yang berada di tempat keempat.
Padahal China sedikit terlambat tampil pada Asian Games di mana debutnya terjadi pada 1974 di Teheran, Iran.
Namun, dalam partisipasi pertamanya, China mengakhiri Asian Games 1974 di peringkat ketiga setelah meraih 33 medali emas.
China mulai menegaskan keunggulannya sejak menjadi juara umum Asian Games pada tahun 1982 atau edisi ke-9 yang digelar di New Delhi, India.
Setelahnya China sudah sembilan kali keluar sebagai juara umum pada pesta olahraga benua Asia tersebut.
Berikut rahasia China mendominasi pada ajang Asian Games dalam 10 edisi terakhir:
1. Sistem Negara
China memiliki sistem negara sosialis, sehingga semua kebijakan dalam bidang apapun ditentukan oleh negara.
Menurut pengamat olahraga dari Universitas Surabaya, Prof. Dr. Hari Setijono, M.Pd, hal itu ternyata mendukung prestasi China di bidang olahraga.
"Kalau di Indonesia kan demokrasi. Lah kalau di sana itu kan beda, Sosialis kan? Semuanya ditentukan oleh negara. Kalau semua ditentukan oleh negara, dari sistem pembinaan sampai penganggaran, sampai model apa yang mau dilakukan itu ditentukan oleh negara memang. Kalau di sini kan masih terpecah-pecah," kata Hari Setijono dikutip dari Kompas.com.
2. Anggaran Dana
Menurut Hari, di China, anggaran dana diberikan kepada masing-masing pihak secara langsung oleh negara.
Cara ini dinilai lebih cepat dan efektif tanpa melalui birokrasi yang berbelit-belit.
Hari mengatakan, hal ini juga bisa dilihat dari adanya peningkatan perolehan medali di Indonesia setelah adanya perubahan sistem penganggaran.
Awalnya, Indonesia memberlakukan Program Indonesia Emas (Prima) yang keuangannya masih harus melewati berbagai pihak sebelum sampai di masing-masing cabang olahraga.
“Nah sekarang ini kan diubah dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2017 itu menjadi PPON (Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional) ya. Nah itu dari pemerintah langsung ke Indocabor. Dengan langsung ke Indocabor berati satu sektor itu terhilangkan, sehingga itu lebih cepat ya, lebih efektif,” jelas Hari.
Ia mengatakan, perubahan kebijakan anggaran ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persiapan di masing-masing cabang olahraga (cabor) dalam menghadapi sebuah event olahraga.
“Dan cabor merasa sekarang ini tidak ada keterlambatan. Jadi kalau mau melakukan sesuatu sudah tidak perlu mikir lagi harus nunggu dulu angkanya di 3 bulan ke depan. Kalau ini kan bisa langsung dia mengoperasionalkan anggaran yang ada,” kata dia.
3. Pembinaan Atlet Sejak Dini
China melakukan proses pembibitan atlet sejak usia dini. Hal ini dinilai menjadikan proses pelatihan di negara tersebut berjalan optimal.
“China itu memulai latihan benar-benar dari junior. Jadi kalau di Indonesia itu agak berbeda, di Indonesia itu kan memang latihannya kalau di sekolah itu kalau diistilahkan masih multilateral. Tapi kalau di China itu sudah terspesifikasi. Sudah terasah sejak usia dini,” kata Hari.
Hari menyebutkan, proses pembibitan atlet di China berjalan lebih matang.
"Sebetulnya Indonesia sudah benar ya, gak salah di dalam sistemnya: terencana, berjenjang, dan berkelanjutan, itu sesuai di undang-undang, itu ada. Cuma di Indonesia itu pelaksanaannya yang belum bisa begitu (seperti China),” ujar Hari.
4. China pada Asian Games 2018
Dari 40 cabang olahraga yang dipertandingkan pada Asian Games 2018, China mampu mendulang medali emas dari 31 cabor dan disiplin.
Renang (19), atletik (12), loncat indah (10), kano (10), wushu (10), menjadi cabang olahraga dengan perolehan medali emas dua digit.
Cabor sepi prestasi bagi China itu meliputi bisbol, bola basket, boling, tinju, bola tangan, hoki, jet ski, judo, ju-jitsu, modern pentathlon, paralayang, sepatu roda, rugbi 7 orang, layar, bola voli, triathlon, trampoline gymnastic, sepak takraw, dan squash.
Sementara 5 cabor lainnya: Kabaddi, Kurash, Pencak Silat, Sambo, dan Angkat Besi, China tidak menurunkan kontingennya.