TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Dele Alli akan melakukan ritual yang sama untuk laga semifinal Piala Dunia 2018 dini hari nanti, seperti yang dilakukannya sejak ia berusia sebelas tahun.
Gelandang timnas Inggris berusia 22 tahun ini akan merendam tubuhnya dengan es batu selama delapan menit pada malam jelang laga, kemudian memakai sepatu kaki kanan terlebih dulu sebelum kaki kiri, dilanjutkan berdoa. Doa yang selalu sama: berharap diberi kekuatan untuk mencetak gol, dan timnya menang.
Pernah Alli lalai melewatkankan ritualnya saat melawan Tunisia di laga pembuka penyisihan grup G (19/7). Hasilnya, ia ditarik keluar menit ke-80 karena cedera.
"Insiden itu makin memperkuat kepercayaan saya. Orang boleh menilai apa saja, tapi saya akan tetap melakukan ritual seperti ini," ujar gelandang Tottenham Hotspur ini.
Ritual itu pula yang akan dilakukannya jelang Inggris menghadapi Kroasia dalam semifinal Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Moskow, Kamis (12/7) dini hari.
Dalam doanya nanti, akan diselipkan pula tambahan, keinginan untuk bisa mempermalukan playmaker Kroasia, Luka Modric.
Tiga tahun lalu, bahkan sebelum melakukan debut di Liga Primer, Alli pernah mempermalukan gelandang andalan Real Madrid tersebut. Dalam uji coba pra-musim di melawan Real Madrid di Allianz Arena, Muenchen pada 2015, Alli yang baru gabung dengan Spurs dari MK Dons sukses "mengolongi" Modric.
Caranya adalah dengan jurus nut-meg, alias melewati lawan dengan menceploskan bola di sela kedua kaki lawan. Modric pun sampai menjuluki Alli yang saat itu masih jadi rookie sebagai "little bugger" alias "serangga kecil" gara-gara aksi nutmeg- nya
"Saya masih ingat adegan itu. Saya sangat menikmatinya. Saya berharap bisa mengulangi lagi nanti. Saya tak akan fokus untuk itu, tapi jika bisa melakukannya lagi, pasti akan sangat menyenangkan," ujar Alli.
Ada yang lebih penting dari sekadar nutmeg, tentu saja. Alli bersama para gelandang timnas Inggris lainnya: Jordan Henderson, dan Jesse Lingard, dibantu dua winger Kieran Trippier, dan Ashley Young, harus bisa meredam dominasi Modric, dan Ivan Rakitic --yang disebut-sebut sebagai duo gelandang terbaik di Piala Dunia 2018 ini.
Keduanya menjadi otak serangan tim berjuluk Vatreni. Kendati dipasang sebagai gelandang sentral, namun Rakitic lebih sering maju, dan memberikan kejutan untuk para bek lawan.
Di sektor sayap, Ivan Perisic, serta Ante Rebic ikut membantu penyerangan, sedang Marcelo Brozovic konsentrasi untuk menjadi pemain pertama yang menghalau bola yang masuk ke lini pertahanan.
Dalam kolomnya di BBC, mantan pemain timnas Inggris, Jermaine Jenas menyebut syarat Inggris untuk bisa menaklukkan Kroasia tak lain adalah dengan mematikan para gelandangnya, terutama Modric.
"Modric jadi ancaman utama nanti, bukan hanya karena ia punya visi, bisa menendang dengan dua kaki, dan sangat kreatif. Tapi juga karena ia punya karakter juara sejati. Ia bisa menularkan semangat kemenangan untuk rekan-rekannya. Saya pernah merasakan itu," tulis Jenas yang pernah bermain bersama Modric di Tottenham Hotspur.
Pada sisi lain, soal karakter juara, dan bukan lagi masalah teknis ini pula, yang justru dikhawatirkan oleh Modric dari tim Tiga Singa ini sekarang.
"Mereka kini tampak lebih kuat sebagai tim. Saya tak tahu apakah mereka kini sudah punya karakter yang berbeda, tapi tampaknya kini jadi lebih solid. Kebersamaan seperti tiulah yang sangat penting bagi sebuah tim untuk sukses," kata Modric mengapresiasi hasil kerja pelatih Inggris, Gareth Southgate. (Tribunnews/dod)