TRIBUNNEWS.COM - Nama Sadio Mane begitu harum di Afrika, Timnas Senegal pun berpeluang besar untuk dibawanya menjadi kuda hitam Piala Dunia 2022.
Setelah mengantar Sengal meraih trofi Piala Afrika dan dinobatkan sebagai pemain terbaik Afrika 2022. Mane yang menjadi 'pahlawan' Senegal bertekad mengharumkan nama negaranya di kompetisi yang lebih bergengsi, Piala Dunia 2022.
Seperti yang kita tahu, Sadio Mane begitu mencintai negaranya, Senegal, tak hanya di bidang sepak bola.
Baca juga: Profil Timnas Piala Dunia 2022 Qatar - Panggung Amerika Serikat setelah Absen Empat Tahun
Pemain yang baru saja bergabung bersama Bayern Munchen itu juga menjadi idola berkat aksi humanisnya yang membangun fasilitas umum di Senegal.
Sadio Mane membangun Rumah Sakit, Sekolah, hingga Pom Bensin untuk membantu daerah tertinggal di negaranya itu.
Ia bak pahlawan yang namanya harum berkat kerendahan hati dan prestasinya di lapangan hijau.
Yang masih segar diingatan, pemain berusia 29 tahun tersebut berjibaku membawa Senegal tampil mentereng di Piala Afrika 2022.
Sadio Mane mampu memberikan impact yang luar biasa bagi Timnas Senegal dengan nama besar yang ia pikul sebagai bintang di Liga Inggris.
Bahkan, Mane sempat mengalami cedera horor saat mengantar Timnas Senegal lolos ke babak perempat final Piala Afrika 2022.
Bukti Cinta & Kerja Keras Mane untuk Timnas Senegal
Sebelum mencetak gol kemenangnan untuk negaranya, Sadio Mane sempat mengalami benturan keras dengan kiper Cape Verde di menit ke 55'.
Pemain milik Liverpool itu jatuh tersungkur dengan bagian kepala terlebih dahulu.
Namun, alih-alih diganti, Sadio Mane tetap dimainkan oleh pelatih Senegal dan sempat mencetak gol pembuka di laga tersebut lewat sontekan plesing cantik pada menit 62'.
Setelah mencetak gol, Sadio Mane merasakan ketidaknyamanan di bagian kepalanya, alhasil dirinya harus ditarik keluar pada menit 70' dan dilarikan ke rumah sakit.
Untungnya, setelah melalui proses perawatan yang intensif, keadaan Mane dinyatakan sehat dan hanya mengalami gagar otak ringan.
Apa yang ditunjukkan Mane di momen tersebut memang luar biasa, dirinya rela menahan rasa sakit selama 15 menit untuk mengantar negaranya melaju ke babak perempat final.
Satu golnya ke gawang Cape Verde adalah bukti perjuangan pemain berusia 29 itu.
Setelah mengalami peristiwa yang mengerikan itu, ia kembali menjadi pahlawan di partai semi final dan mengantar Senegal melaju ke babak final Piala Afrika 2022 sekaligus menjuarainya.
Ya, faktanya, Sadio Mane adalah sosok pekerja keras yang rela banting tulang untuk mengejar mimpi dan memberikan yang terbaik untuk tim yang ia bela.
Perjalanan Mane dalam menitihkan karir untuk pesepakbola hebat seperti sekarang dilaluinya dengan berbagai jalan terjal.
Gapai Cita-cita di Kota Tertinggal Senegal
Sadio Mane lahir di Sedhiou, Senegal tahun 1992. Ia diberarkan di desa kecil bernama Bambali, begitu jauh dari pusat kota di Senegal.
Mane kecil hidup penuh dengan kesusahan, kedua orang tua Mane begitu miskin hingga ia harus dititipkan kepada pamannya.
“Kedua orang tua saya sangat miskin. mereka selalu kesulitan untuk memberi saya makan,” kata Mane dilansir Shereefdeen Sawe.
Tinggal bersama sang paman, membuat Mane berada di lingkungan yang tepat, ia menjadi bocah yang begitu aktif bermain sepak bola bersama teman seusianya.
Namun, ia memainkan si kulit bundar bukan di lapangan, melainkan di jalanan sekitar rumah sang paman.
Mane merupakan seorang bocah yang menggilai sepak bola, tak hanya memainkannya, tapi ia tak pernah absen untuk menonton pertandingan sepak bola di televisi.
Pemain berpostur 175 cm itu merupakan penggemar Liga Inggris, hampir seluruh pertandingan yang disiarkan di televisi selalu ia tonton.
Mane juga mengaku bahwa cita-citanya dari kecil adalah menjadi seorang pesepakbola profesional yang bermain di liga terbaik di dunia tersebut.
"Saya adalah pecinta Liga Inggris, kau tahu? saya hampir tak pernah absen menonton pertandingannya," kata Mane.
"Cita-cita saya dari dahulu adalah bermain disana (Liga Inggris), mimpi yang luar biasa dan harus saya capai," lanjut kapten timnas Senegal tersebut.
Sadio Mane benar-benar mengejar mimpinya tersebut dengan tekat yang begitu besar.
Baca juga: Profil Hansi Flick, Murid Mr Trap yang Berubah Jadi Harapan Timnas Jerman di Piala Dunia 2022
Saat usianya 15 tahun, Mane yang merupakan remaja paling berbakat di desanya melakukan perjalanan sejauh 500 mil untuk mengikuti sebuah trial.
“Saya meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke ibu kota dengan paman saya, di sana ada sebuah trial sepakbola,” Ungkap Mane.
Sesampainya di tempat trial, Mane mendapatkan sambutan yang sinis dan kurang mengenakan dari para pemandu bakat.
Sepatu bola usang yang ia kenanakan membuat Mane dianggap remeh, para pemandu bakat lebih menyambut hangat remaja lain yang datang dengan atribut mewah.
“Apa kau datang kesini untuk ikut trial? Dengan sepatu itu? Kamu bahkan tidak memiliki celana yang tepat untuk melakukan trial,” kata pelatih trial disana yang diceritakan oleh Mane.
Namun, Mane mampu membuktikan kualitasnya di lapangan, bermodalkan sepatu usang miliknya, ia berhasil menjadi pemain paling menonjol dalam trial.
Kecepetan dan kemampuan dribel Mane membuat para pemandu bakat begitu terkesan.
Tanpa pikir panjang, setelah dibuat terkesan dengan kemampuan Mane, sang pemandu bakat langsung merekrut bocah dengan sepatu usang itu bergabung bersama akademinya yang bernama Academie Generation Foot.
Di akademi tersebut lagi-lagi Mane mampu menunjukan kualitasnya dan membuat para pelatih akademi tercengang, hanya berselang tiga bulan, Mane diterbangkan ke Prancis untuk bergabung bersama akademi klub Liga 1 Prancis, Metz.
Pembuktian Sadio Mane
Hingga Mane berada di Prancis, pamannya lah selalu mengantar dan memberi dukungan kepadanya untuk menggapai mimpi Mane menjadi sepak bola profesional.
“Paman saya adalah sosok yang sangat berjasa. Bukan hanya diawal kehidupan saya, namun berjasa bagi seluruh kehidupan karir sepakbola saya. Dia sudah banyak memberikan yang ia punya untuk saya,”
Tahun 2012, Mane hijrah dari Prancis ke Austria, tepatnya ke klub raksasa disana, Red Bull Salzburg.
Sukses menjadi bintang di Salzburg dengan torehan 45 gol dari 87 pertandingan, Mane mampu menarik perhatian Southampton untuk memboyongnya dan bermain di Liga Primer Inggris.
Dari situlah mimpinya tercapai, ia berhasil mewujudkan cita-citanya sejak kecil, yakni bermain di liga Primer Inggris, liga yang menurutnya terbaik di dunia.
Atribusi Sadio Mane adalah kecepatan dan kemampuan dribelnya yang luar biasa, ia juga memiliki insting mencetak gol yang tinggi.
Bermain sebagai winger kiri untuk Southampton, Mane sukses menyumbangkan 45 gol dan 32 assist dari 75 pertandingan di seluruh kompetisi untuk tim yang bermarkas di Stadion St Mary's tersebut.
Torehannya itu membuat juru taktik Liverpool asal Jerman, Jurgen Klopp tertarik untuk merekrutnya.
Dan benar saja, di musim 2016/2017, The Reds rela merogoh kocek sebanyak 34 juta poundsterling atau setara dengan Rp598 miliar untuk membawa Mane ke Anfield.
Nama sang pemain pun melambung tinggi, bersama The Reds, Mane mampu menyumbangkan gelar Liga Primer Inggris dan trofi paling bergengsi di eropa, Liga Champions.
Di musim 2018/2019 Mane juga berhasil meraih gelar top skor Liga Primer Inggris dengan torehan 22 gol.
Baca juga: Ingin Nonton Piala Dunia 2022 di Qatar? Jangan Sembarangan Pakai Baju, Ada Aturannya
Mane adalah winger yang luar biasa, salah satu yang terbaik di dunia, dribbles completed Mane berada di angka 2.18 per pertandingan, hanya kalah dari Mohamed Salah.
Namun, Masalah menciptakan peluang, Mane yang menjadi paling handal, xG Mane di Liga Primer Inggris musim ini berada di angka 10.3, lebih tinggi dari Mo salah yang hanya berada di angka 11.4.
Perjuangannya untuk berada di puncak karir seperti sekarang adalah luar biasa, drama di turnamen Piala Afrika bersama Senegal kemarin adalah bukti nyata bahwa Mane adalah sosok yang berani mengorbankan segalanya untuk tim yang ia bela.
Kini, tugas Mane untuk negara yang ia cintai adalah mengantar Senegal tampil bertaji di Piala Dunia 2022.
Dengan daya juang serta atribut lengkap yang ia miliki, Senegal diprediksi bakal menjadi batu sandungan bagi negara elite event olahraga paling bergengsi di Dunia itu.
(Tribunnews.com/Deivor)