TRIBUNNEWS.COM - Keluarga timnas Iran dikabarkan akan mendapat hukuman penjara dan siksaan jiwa jika para pemain di Piala Dunia 2022 tak berperilaku baik.
Terlebih jelang laga Timnas Iran vs Amerika Serikat, Rabu (30/11/2022) dini hari.
Dikutip dari CNN, keluarga para pemain timnas Iran akan mendapatkan hukuman jika para pemain tak menyanyikan lagu kebangsaan saat laga kontra Amerika Serikat.
"Keluarga mereka akan menghadapi 'kekerasan dan penyiksaan' jika mereka tidak menyanyikan lagu kebangsaan atau jika mereka ikut campur dengan protes politik apapun melawan rezim Teheran," tulis laporan CNN.
Masih sumber yang sama, pemerintah Iran sudah mempersiapkan tim keamanan untuk memantau perilaku para pemain timnas Iran.
"Ada sejumlah besar petugas keamanan Iran di Qatar yang mengumpulkan informasi dan memantau para pemain," jelas sumber yang tak disebutkan identitasnya tersebut.
Baca juga: Iran vs Amerika Serikat, Sepak Bola & Konflik Politik yang Tak Bisa Dipisahkan di Piala Dunia 2022
Diketahui, timnas Iran memilih bungkam saat lagu kebangsaannya diputar jelang kick-off laga kontra timnas Inggris pada Senin, 21 November 2022 lalu.
Aksi 'bungkam' pemain Timnas Iran di Piala Dunia 2022 dengan tak menyanyikan lagu kebangsaannya merupakan wujud perlawanan kepada pemerintah.
Hal tersebut mengacu kepada insiden kematian seorang perempuan bernama Mahsa Amini (22) yang mengakibatkan gelombang protes nasional dalam dua bulan terakhir ini.
Diwartakan Independent, tak hanya pemain yang memilih bungkam ketika lagu kebangsaan dikumandangkan.
Suporter Timnas Iran juga meneriaki lagu kebangsaannya dengan "boo". Selaras dengan pemain Timnas Iran, apa yang dilakukan suporter ini merupakan bentuk protes yang dilakukan kepada pemerintahnya.
Baca juga: Penentuan Nasib Wakil Asia di Piala Dunia 2022: Iran Terbuka, Arab Saudi & Jepang Terjepit
Dilansir Sports NDTV, Mahsa Amini adalah seorang perempuan muda etnis Kurdi dari kota Saqqez, Iran barat laut.
Ia meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran pada tanggal 16 September, setelah tiga hari dalam keadaan koma.
Ia sedang berkunjung ke ibu kota bersama keluarganya ketika ditangkap oleh polisi moral Iran, yang menuduhnya melanggar hukum yang mengharuskan perempuan untuk menutupi rambut dengan jilbab dan lengan serta kaki dengan pakaian longgar.
Ada banyak laporan bahwa petugas polisi moral memukul kepala Amini dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka.
Pihak berwenang membantah Amini telah dianiaya dan mengatakan perempuan itu menderita ‘gagal jantung mendadak’. Keluarganya mengatakan ia bugar dan sehat.
Kematian Amini memicu kemarahan publik. Saat upacara pemakamannya di Saqqez, sejumlah perempuan melepas jilbab mereka dan meneriakkan yel-yel menentang pemerintah.
Selain demo pada pemerintah, Iran dan Amerika Serikat bak jadi duel seru yang pantas dinantikan.
Keduanya kini terlibat konflik politik yang terjadi sejak lama.
Terbaru, federasi sepak bola Amerika Serikat yang memposting gambar bendera Iran tanpa mencantumkan lambang Republik Islam di logo tersebut.
Apa yang dilakukan Federasi Sepak Bola Amerika Serikat diduga sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap pengunjuk rasa perihal kematian Mahsa Amini.
Sontak, federasi sepak bola Iran merasa berang dengan apa dilakukan federasi Amerika Serikat.
Pihak federasi sepak bola Iran bahkan meminta FIFA untuk mengeluarkan Amerika Serikat sebagai peserta Piala Dunia edisi kali ini.
Sebelum akhirnya, pihak Federasi Sepak Bola Amerika Serikat menghapus postingan kontroversial tersebut, dan mengunggah dengan postingan yang baru dan sesuai.
Melihat dinamika yang mewarnai persiapan laga kedua tim tersebut, pertemuan Iran vs Amerika Serikat benar-benar bukan laga sepak bola biasa, namun sepak bola bermuatan politik. (*)
(Tribunnews.com/ Siti N/ Giri/ Dwi Setiawan)