Sementara Modric lebih berperan sebagai otak di lini tengah. Gelandang veteran ini tampil konsisten menjaga kedalaman, dan mengatur aliran bola.
Dari empat laga sejauh ini, Modric telah melepaskan 22 umpan jarak jauh yang menjadi amunisi untuk para penyerang Kroasia.
Berkat kehandalannya mengatur irama permainan, Modric dua kali didapuk sebagai man of the match, masing-masing saat melawan Belgia, dan Maroko.
Di kubu Brasil, Casemiro telah melejit sebagai salah satu pemain paling menonjol di lini tengah.
Gelandang Manchester United berusia 30 tahun ini menjadi mesin Selecao yang menyatukan pertahanan, dan serangan dari tengah lapangan.
Dalam situasi buntu, dia juga bisa menjadi solusi. Seperti diperlihatkan di laga kontra Swiss, ketika tendangan setengah voli spektakulernya akhirnya membobol gawang La Nati dalam kemenangan 1-0.
Saat melawan Korea Selatan, dia juga memainkan bola-bola panjang yang memanjakan untuk Richarlison.
Casemiro sejauh ini belum pernah merasakan kekalahan saat membela Brasil di Piala Dunia.
Pada perempatfinal Piala Dunia 2018 lalu, dia absen karena suspend saat Selecao kalah dari Belgia.
Demikian juga saat Brasil kalah 1-0 dari Kamerun dalam laga terakhir penyisihan grup yang sudah tak menentukan lagi, Casemiro hanya duduk manis di bangku cadangan.
Di lini tengah Brasil, Casemiro biasa beroperasi sebagai gelandang sentral dalam formasi 4-2-3-1.
Dia bertandem dengan gelandang West Ham, Lucas Paqueta, dan jadi duo yang nyaris tak tergantikan di skuat asuhan Tite ini.
Dalam laga terakhir saat Brasil menghancurkan Korea Selatan 4-1 pada babak 16 besar (6/12), Casemiro memperlihatkan kelasnya sebagai penyeimbang tim.
Dia menorehkan empat kali tekel, satu intercept, dan satu clearences.