Maka, menyebut Deschamps lebih diunggulkan dari Scaloni semata-mata karena lebih tinggi jam terbangnya, tentunya penilaian yang sangat terburu-buru.
Meski, tak diragukan juga bahwa faktor pengalaman bakal menjadi poin krusial pada laga final ini.
Bagaimana pun, Deschamps termasuk pelatih langka, satu dari enam pelatih di dunia yang pernah membawa timnya dua kali ke final Piala Dunia.
Deschamps berbagi tempat dengan legenda Argentina, Carlos Salvador Bilardo yang memimpin negaranya ke dua final, dengan kemenangan di Meksiko 1986, dan kekalahan di Italia 1990, keduanya melawan Jerman.
Juga termasuk dalam daftar elite ini adalah duo arsitek Jerman, Franz Beckenbauer, dan Helmut Schön. Beckenbauer memimpin "Die Mannschaft" di Meksiko 1986 dan Italia 1990, masing-masing dengan kekalahan dan kemenangan.
Sedangkan Schön memimpin tim Jerman di putaran final Piala Dunia 1966 melawan Inggris, di mana mereka dikalahkan, dan berjaya di Jerman pada 1974 setelah mengalahkan Belanda.
Perlu dicatat bahwa Schön memimpin Jerman di empat Piala Dunia, 1966, 1970, 1974 dan 1978, yang mencakup dua partai final.
Pelatih masyhur lain yang pernah ke final dua kali adalah Mario Lobo Zagallo, yang memimpin Brasil di Meksiko 1970, di mana dia memimpin Scracht du Oro meraih gelar, dan di Prancis 1998 di mana dia dikalahkan oleh tuan rumah.
Dari daftar istimewa ini, muncul Vittorio Pozzo sebagai sosok paling menonjol.
Pria Italia ini memimpin skuat Azurri menjuarai Piala Dunia 1934 yang digelar di Italia, dan 1938 di Prancis.
Sejauh ini, hanya dia satu-satunya pelatih yang pernah membawa timnya juara dunia dua kali secara beruntun.
Terakhir, ada nama Deschamps yang memimpin Prancis meraih gelar di Rusia 2018, dan sekarang sedang mengincar gelar kedua berturut-turut untuk menyamai rekor Pozzo nun 84 tahun silam.
Namun, di depannya menantang pria lebih muda yang ambisius, agresif, dan tak kenal takut.
Faktanya, meski baru empat tahun menukangi Albiceleste, dan jejak rekamnya kurang meyakinkan, Scaloni telah menggoreskan catatan istimewa.
Scaloni berhasil melakukan hal yang tak bisa dilakukan para pelatih tim Tango sebelumnya dalam kurun waktu 28 tahun terakhir.
Dia sukses mempersembahkan trofi Copa America 2021 setelah mengalahkan Brasil di babak final.