TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPU RI Arief Budiman memprediksi produksi fitnah, hoaks hingga black campaign alias kampanye hitam akan mengalami peningkatan pada pelaksanaan Pilkada 2020, Desember mendatang.
Hal ini bisa terjadi lantaran teknologi informasi semakin sering dan familiar digunakan untuk berkampanye.
Terlebih KPU melalui PKPU memberikan masa kampanye Pilkada 2020 lebih panjang dibanding pemilu sebelumnya.
KPU memberikan masa kampanye selama 71 hari, terhitung sejak tanggal 26 September sampai 5 Desember 2020.
"Penggunaan teknologi informasi dalam hal ini media sosial, media televisi, yang oleh sebagian orang digunakan dengan cara yang kurang pas, hoaks banyak menyebar di situ, kemudian fitnah, black campaign, itu disalurkan lewat situ," kata Arief di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (12/8/2020).
"Di 2020 ada Pilkada, saya membayangkan penggunaan media sosial, penggunaan media elektronik, penggunaan lembaga penyiaran itu akan meningkat. Berarti ruang terjadinya hal yang sama itu makin lebar, terbuka," tambah Arief.
Baca: Ketua Bawaslu RI: Masa Kampanye yang Panjang Sedikit Kurangi Persoalan Kampanye di Luar Jadwal
Bahkan kata Arief, dewasa ini media massa, media elektronik sudah banyak berkembang bahkan dalam skala kecil. Sebagai contoh, semakin menjamurnya radio komunitas, televisi lokal hingga koran cetak yang punya cakupan pada satu kota saja.
Keberadaan media-media tersebut jadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara Pemilu untuk mengawasi dan memantau kontennya di masa Pilkada 2020.
"Kita tidak boleh berhenti di sini, karena media sekarang tidak berbatas. Bisa ada di mana saja, scoop kecil sekalipun, ada tv lokal, ada radio komunitas, koran cetak lokal yang sebarannya hanya satu kota saja," ujar Arief.
Arief juga memprediksi penggunaan media sosial maupun media massa di Pilkada 2020 akan melampaui aktivitas Pemilu 2019 kemarin. Pasalnya di Pilkada 2020, pertemuan fisik akan dikurangi.
Sementara pemanfaatan media massa, media elektronik hingga media sosial akan diberikan porsi lebih banyak dari sebelumnya.
Hal ini berkenaan dengan Pilkada 2020 yang dilaksanakan di masa pandemi Covid-19.
"Saya membayangkan penggunaan media sosial, penggunaan media elektronik, penggunaan lembaga penyiaran, itu akan meningkat karena pertemuan fisik akan dikurangi," kata Arief.
Dengan prediksi kian meningkatnya aktivitas di media sosial, KPU mengkhawatirkan berbanding lurus dengan produksi hoaks, isu fitnah hingga black campaign oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Arief mengacu pada pelaksanaan Pemilu 2019 yang banyak dihujani oleh fitnah dan hoaks karena meningkatnya penggunaan media sosial dan media elektronik, maupun media massa.
"Nah 2020 dengan penggunaan yang perkiraan saya akan meningkat, berarti ruang terjadinya hal yang sama itu makin lebar, terbuka," ucap dia.
Baca: Golkar dan PAN Resmi Merapat, Gibran Dipastikan Tak Punya Lawan dari Parpol di Pilkada Solo 2020
Sadar akan hal itu, KPU dan Bawaslu bergerak cepat dengan menjalin kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers.
Dalam kerja sama tersebut, salah satunya membentuk Gugus Tugas Pengawan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye di Pilkada 2020.
Bentuk pengawasan dan pemantauan dilakukan melalui lembaga penyairan, perusahaan pers cetak dan siber.
"Karena KPU dan Bawaslu menyadari ada ruang ruang di dalam kegiatan ini yang kita tidak mampu melakukannya sendiri. Maka Dewan Pers dan KPI akan berada di garda terdepan. KPU dan Bawaslu menunggu saja hasil pemantauan, pemberitaan dan iklan kampanye," tutur dia.
Adapun Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan Penyiaran dan Iklan Kampanye Pilkada 2020 ini akan dibentuk mulai dari tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota.
Menyusul nantinya juga akan diterbitkan petunjuk teknis yang dapat dijadikan pedoman bagi kerja gugus tugas di setiap tingkatan.
Dua lembaga penyelenggara pemilu, Bawaslu dan KPU bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers juga ikut menandatangani keputusan bersama tentang pengawasan pemantauan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pilkada 2020.
Bentuk pengawasan dan pemantauan dilakukan melalui lembaga penyiaran, perusahaan pers cetak dan siber.
Salah satu isi yang termuat dalam keputusan bersama itu adalah membentuk Gugus Tugas terkait kegiatan tersebut.
"Kami sepakat untuk membentuk gugus tugas yang nantinya akan mengawasi dan memantau konten pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye," ungkap Ketua Bawaslu RI Abhan.
Baca: Arteria Dahlan: Anggota Parlemen Maju Pilkada Dinilai Tak Harus Mundur
Abhan mengatakan dalam pelaksanaan Pilkada 2020, kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran kampanye di luar jadwal yang dilakukan para kandidat pasangan calon.
Pasalnya dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, diberikan ruang yang cukup panjang bagi peserta untuk berkampanye di media massa cetak maupun elektronik.
Bahkan lama masa kampanye adalah 71 hari yang dimulai sejak 26 September - 5 Desember 2020. Salah satu tahapan Pilkada tersebut juga berbarengan dengan kampanye bentuk lain.
"Kalau lihat masa kampanye yang dimulai sama dengan masa kampanye bentuk (metode) lainnya, ini sedikit mengurangi persoalan adanya istilah kampanye di luar jadwal," kata Abhan.
Pelaksanaan tahapan kampanye yang hanya berjarak 3 hari dari penetapan pasangan calon juga disebut mampu menekan pelanggaran kampanye di luar jadwal.
Diketahui penetapan pasangan calon dilakukan pada 23 September 2020, sedangkan masa kampanye akan dimulai pada 26 September 2020.
"Kampanye di luar jadwal itu mungkin tidak ada karena memang ya sudah ketika penetapan pasangan calon, 3 hari setelah itu bisa melakukan kegiatan kampanye melalui media massa, cetak, elektronik maupun daring," tutur dia.
Panjangnya masa kampanye media massa di Pilkada tahun ini, kata Abhan, diduga karena KPU membatasi kampanye metode tatap muka akibat pandemi Covid-19.
Namun seiring panjangnya masa kampanye di media massa, maka akan semakin berat dan keras pula kerja-kerja penyelenggara pemilu dalam proses pengawasan, khususnya Bawaslu.
"Dengan menambah masa (kampanye) yang begitu lama, 71 hari, artinya memang kerja ekstra keras bagi kita lebih," ujar Abhan.
Baca: Golkar dan PAN Resmi Merapat, Gibran Dipastikan Tak Punya Lawan dari Parpol di Pilkada Solo 2020
"Karena yang 14 hari, yang 21 hari pun cukup melelahkan untuk mengawasi kampanye melalui media massa cetak elektronik, apalagi ini masanya 71 hari," tuturnya.
Sebagai informasi, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Pelaksanaan pemungutan suara ditetapkan tanggap 9 Desember 2020. Penetapan ini mundur dari rencana awal pada 23 September 2020 karena wabah Covid-19 yang melanda Indonesia.
Sementara untuk tahapan Pilkada lanjutan, telah dimulai sejak tanggal 15 Juni 2020.(tribun network/dan/gle/wly)