News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2020

Ketika Kata 'Nyawiji' Jadi Rebutan Dua Paslon di Wonogiri, Saling Klaim Hingga Berpotensi ke Bawaslu

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deklarasi kampanye damai pilkada Wonogiri yang digelar KPU setempat gagal terlaksana menyusul tidak adanya kesepakatan antara paslon nomor urut satu, Harjo dan paslon nomor urut dua JOSSS terkait penggunaan kata-kata Nyawiji dalam alat peraga kampanye (APK).

TRIBUNNEWS.COM, WONOGIRI - Deklarasi damai yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wonogiri pada Sabtu (26/9/2020) gagal terlaksana hanya gara-gara dua pasangan calon (paslon) 'memperebutkan' kata "nyawiji" yang sama-sama dipakai dalam slogan mereka.

Padahal, KPU sudah menyiapkan rangkaian acara dan kelengkapan kegiatan deklarasi damai bagi dua paslon peserta pilkada itu.

Alhasil kasus ini kemungkinan akan dibawa ke ranah sengketa di Bawaslu.

Baca: Politikus PKS Sarankan Pemerintah Terbitkan Perppu Jika Tak Ingin Hasil Pilkada Digugat

Bagaimana kasus ini bermula, berikut dikutip Tribunnews dari Kompas.com:

Paslon JOSSS Usung Branding Lama

Paslon nomor urut 2, yakni calon petahana Joko Sutopo alias Jekek dan Setyo Sukarno (JOSSS), mengusung slogan "Go Nyawiji Bersama Jekek".

Ketua Tim Kampanye paslon JOSSS, Sriyono, mengatakan kata "nyawiji" sudah lama dipakai sebagai branding Jekek.

Deklarasi kampanye damai pilkada Wonogiri yang digelar KPU setempat gagal terlaksana menyusul tidak adanya kesepakatan antara paslon nomor urut satu, Harjo dan paslon nomor urut dua JOSSS terkait penggunaan kata-kata Nyawiji dalam alat peraga kampanye (APK). (Kompas.com/Muhlis Al Alawi)

Dia khawatir masyarakat merasa bingung karena branding Jekek digunakan oleh paslon lain.

"Kekhawatiran kami karena saat ini fase menanamkan pilihan kepada warga. Sehingga bisa terjadi kerancuan di publik karena kata 'nyawiji' sudah menjadi branding paslon JOSSS," kata Sriyono.

Bicara Soal Etika

Sriyono juga meminta paslon nomor 1, Hartanto-Joko Purnomo (Harjo) mengedepankan etika berpolitik.

"Apalagi hari ini berangkat dari pemilu yang damai. Dalam konteks ini hati kami tidak damai karena ada upaya dari paslon lain yang mengambil tagline JOSSS, yakni kata 'nyawiji',” ungkap Sriyono.

Sementara itu, Jekek menyebut kata "nyawiji" dibuat melalui pengkajian mendalam dan sudah dipakai sejak lama.

Baca: Pengamat Prediksi Pasangan yang Diusung PDIP di Pilkada Surabaya akan Dapat Efek Elektoral Risma

Meskipun belum dipatenkan, ia yakin tak ada satupun paslon pilkada serentak yang menggunakan slogan tersebut.

Hingga kini belum ada kesepakatan mengenai penggunaan slogan, meskipun KPU sudah memfasilitasi.

Kemungkinan permasalahan ini akan dibawa ke ranah sengketa di Bawaslu.

Paslon Harjo: Slogan Berbeda

Calon wakil bupati Wonogiri dari paslon Harjo, Joko Purnomo, meminta paslon JOSSS tidak hanya melihat satu kata "nyawiji".

Dia menegaskan bahwa slogan tersebut adalah rangkaian dari beberapa kata yang memiliki perbedaan.

"Tidak ada yang sama. Tagline kami satu kalimat rangkaian. Nanti kalau ada kata-kata dan dipersoalkan bagaimana," ungkap Joko.

Menurutnya, tidak ada masalah ketika tim Harjo menyodorkan materi pembuatan alat peraga kampanye (APK) kepada KPU.

"Apakah nanti KPU mau berembuk lagi silakan. Tapi menurut saya tidak ada yang perlu didiskusikan. Tinggal KPU yang memutuskan, selesai. Nanti kalau orang berebut tentang kata, tidak akan selesai," jelas Joko.

Joko mengungkap bahwa slogan mereka "Nyawiji Seeko Kapti" berdasarkan filosofi Jawa, yaitu "saeyek seekokapti nyawiji milih nomer siji."

Artinya yang dipikirkan, yang diucapkan, dan yang dilakukan, harus menjadi satu.

Baca: Penyampaian Informasi KPU ke Publik Soal Pilkada di Tengah Pandemi Dinilai Buruk

Masih Dibahas KPU

Sementara itu KPU Wonogiri masih membahas hal tersebut dan akan menyampaikan hasilnya jika sudah ada titik temu.

Meski masih menjadi permasalahan, KPU tetap memulai masa kampanye sejak 26 September 2020.

"Kami berharap seluruh proses berjalan luber dan jurdil," kata Ketua KPU Wonogiri Toto Sihsetyo Adi.

Meski tidak ada deklarasi damai, Toto berharap kedua paslon tetap bisa menjalankan kampanye sesuai dengan peraturan.

"Saya yakin beliau itu orang-orang terbaik dan Wonogiri pasti punya kedewasaan politik dan budaya dan bersosial masyarakat," kata Toto.

Ketua KPU Wonogiri, Toto Sihsetyo Adi membacakan pengumuman penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati pilkada Wonogiri 2020, Rabu (23/9/2020). (Kompas.com/Muhlis Al Alawi)

Tanggapan Bawaslu

Sementara itu Ketua Bawaslu Wonogiri Ali Mahbub menilai tidak adanya deklarasi damai bukanlah sebuah pelanggaran.

Menurutnya, KPU sudah melaksanakan kegiatan itu meskipun akhirnya gagal karena dinamika lapangan.

"Kalau terjadi dinamika seperti itu, di luar perkiraan KPU. Secara aturan meski tidak ada penandatanganan deklarasi, KPU tidak melanggar," ungkap Ali.

Baca: Daftar Harta Kekayaan 5 Artis yang Maju Pilkada 2020, Sahrul Gunawan Terkaya, Adly Fairuz Rp 8,5 M

Lagi pula, kata Ali, deklarasi damai bukanlah sebuah tahapan yang harus dilalui.

Deklarasi damai dilakukan sebagai simbol bahwa kedua paslon berkomitmen untuk menjaga pelaksanaan pilkada tetap damai.

Ali menambahkan, masalah itu bisa masuk ke ranah sengketa jika nantinya KPU menetapkannya dalam sebuah keputusan atau berita acara. (Kompas.com/Muhlis Al Alawi)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Dua Paslon di Wonogiri Berebut Kata "Nyawiji" untuk Slogan Mereka"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini