TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan jargon komunikasi politik kandidat capres/cawapres sangat berpengaruh terhadap tingkat ketertarikan publik.
"Jargo dipengaruhi oleh gaya politisinya, yakni gaya komunikasi politiknya dan bagaimana manajemen komunikasi setelah muncul. Bagaimana isu itu bisa memiliki ketertarikan publik," kata Gun Gun Heryanto dalam diskusi bertema 'Perang Diksi Antar Kandidat' yang digelar Populi Center di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).
Gun Gun menilai, narasi soal politisi sontoloyo, politik gunderuwo, tampang Boyolali dan lainnya menunjukan gaya komunikasi yang disampaikan menunjukan gaya komuniasi politik kandidat capres.
Ia menyebut, Joko Widodo dan Prabowo Subianto memiliki gaya komunikasi politik yang berbeda.
Jokowi dinilai haya komunikasi politik yang harmonis dengan lingkungan sekitar. Sementara, Prabowo lebih kepada to the point.
"Gaya Pak Jokowi itu equalitirian. Gaya prabowo itu dynamic style. Ini dalam kontek konumikasi ini pasti punya pengaruh kepada pesan yg di konstruksikan," kata Gun Gun.
Lebih lanjut, Gun Gun menyebut, komunikasi Jokowi yang equalitirian terlihat dalam setiap sambutan-sambutan dan perkataannya tidak pernah menggunakan pilihan kata-kata yang tinggi dan susah dimengerti publik.
Baca: PPP Muktamar Jakarta Tunggu Respon Positif Romahurmuziy
Jokowi, kata Gun Gun, Jokowi bukan seorang orator yang handal, numun, seorang kominikator yang sangat baik karena mengelola power disekitarnya tanpa menggunakan bahasa-bahasa yang terlalu tinggi atau power berlebihan.
"Equalitirian itu biasanya agak turun ke bawah, merangkul menekankan kepada kesederajaatan. Equalitirian, itu lebih pada membingkai pesan dengan mencoba untuk harmoni," kata Gun Gun
"Kalau ada attacking campain, biasanya sangat emplisit. Contoh seperti genderuwo, dia tidak mununjuk langsung ke siapa. Siapa yang disebut genderuwo itu? Tapi orang membaca meta kominikasinya diduga-duga diarahkan kesiapa. Disiti justru warna warni kominkasinya hidup kerena orang bermain dengan imaji. Imajinasinya dipantik dan diskursus publik jalan," sambung Gum Gun.
Sementara, gaya komunikasi politik Prabowo, kata Gun Gun, terbilang ekaplisit dan menggunakan bahasa yang lugas.
Gaya bahasa Prabowo yang dynamic hanya bisa dibaca sebagaian orang saat itu berbicara apa adanya.
Gaya komunikasi dynamic style juga memiliki resiko besar dimana komunikasi yang disampaikan bisa memiliki arti yang berbeda disebagian orang.
Gun Gun mencontohkan soal ucapan Prabowo yang menyebut tampang Boyolali yang mendapat pro kontro di masyarakat.
"Orang dynamic style akan menggunakan bahasa dengan lugas termasuk dengan menyebut tampang Boyolali," ungkap Gun Gun.
"Mungkin ini bahasa yang mungkin intinya adalah soal ketimpangan sosial ke petahana tetapi ini akan back fire ketika orang menggunakan soal tampang boyolalinya," pungkasnya.