Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang lanjutan kasus suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, yang menjerat terdakwa Eddy Sindoro, Senin (18/2/2019).
Sidang beragenda pemeriksaan saksi ahli dari tim penasihat hukum Eddy Sindoro.
Kepala Pusat Studi Forensika Digital Universitas Islam Indonesia (UII), Yudi Prayudi dihadirkan dalam persidangan.
Baca: Sejumlah Pengamat Sebut Debat Capres Belum Banyak Menyentuh Subtansi yang Strategis
Pada awal persidangan, tim penasihat hukum mempertanyakan mengenai keabsahan alat bukti berupa rekaman suara hasil sadapan Eddy Sindoro yang dimiliki Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
"Menurut ahli pengujian forensik apa yang perlu disampaikan hasil laporan tersebut?" tanya tim penasihat hukum Eddy Sindoro kepada ahli.
Yudi Prayudi menjelaskan, selama ini sebagai science, metode digital forensik sangat ketat diatur metode, adalah collection dimana itu mendapatkan alat bukti forensik itu dan bukti digital.
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 94 95 96 97 Kurikulum Merdeka, Uji Kompetensi Bab 3 - Halaman all
KUNCI JAWABAN Post Test Modul 2 Proses Regulasi Diri saat Kegiatan Belajar Berlangsung Disebut . . .
Menurut dia, examinasi itu tingkat mengeksplorasi datanya dan menganalisa yang menjadi tujuan pemeriksaan dan menjadi hipotesa yang ingin didapat.
Baca: Ketua PA 212 Slamet Ma’arif Batal Diperiksa Polisi
"Kemudian report dengan tahapan itu seharusnya laporan forensik yang dibuat oleh siapapun itu mengikuti tahapan tersebut dan itu akan muncul dalam laporan," kata Yudi, saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/2/2019).
Apabila tidak ada permintaan melakukan pemeriksaan, maka tahapan selanjutnya melakukan tahapan mewujudkan laporan akhir yang memuat berkas text standar laporan forensik.
Lalu, kata dia, jika ada pihak meminta bagian-bagian itu dipersilakan.
Menurut dia, adalah kewenangan, secara konsep forensik itu harus memberikan data yang lengkap proses awal sampaikan akhir dengan kebutuhan pemeriksaannya apa.
Tim penasihat hukum Eddy Sindoro kembali menanyakan kepada saksi ahli apakah perlu dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di setiap tahapan.
Baca: Sandiaga Yakin Pujian Prabowo Kepada Jokowi dalam Debat Pilpres 2019 akan Genjot Elektabilitas
"Ahli yang melakukan pengujian digital forensik itu harus dilakukan tahapan collection dimana proses awal di dalam tangan mendapatkan awal bukti file tersebut harus ada berita acara itu atau tiap tahapan ada BAP?" tanya penasihat hukum.
Yudi menerangkan, apabila BAP itu lebih kepada mendapatkan bukti awal, tetapi tahapan bahwa mekanisme digital forensik ekplorasi dan analisis itu tahapan yang harus diikuti.
Sebelumnya, Eddy Sindoro didakwa melakukan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dengan uang sejumlah Rp 150 juta dan 50 ribu US Dolar.
Dakwaan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2018).
Uang sejumlah tersebut diduga diberikan Eddy Sindoro kepada Edy Nasution untuk memuluskan sejumlah perkara perdata yang menjerat beberapa perusahaan
Eddy Sindoro meminta agar Edy Nasution menunda pelaksanaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan mengupayakan agar PT Across Asia Limited (AAL) bisa mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas putusan pailit meskipun waktu pengajuan PK sudah habis.
Aanmaning sendiri dalam dunia hukum merupakan peringatan berupa pemanggilan kepada pihak tereksekusi untuk melaksanakan hasil persidangan perkara serta hasil keputusannya secara sukarela.
Dalam uraiannya JPU KPK menyatakan untuk kasus penundaan aanmaning Eddy Sindoro melalui Wresti Kristian Hesti Susetyowati menyerahkan Rp 100 juta kepada Eddy Sindoro yang diterima oleh Doddy Aryanto Supeno.
Sementara untuk pengajuan PK PT AAL Eddy Sindoro yang juga melalui Wresti menyerahkan uang hadiah sejumlah Rp 50 juta dan 50 ribu US Dolar.
Eddy Sindoro didakwa melakukan pelanggaran pidana pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Edy Nasution sendiri sudah divonis dengan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Doddy Aryanto Supeno divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 150 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.