SMRC juga mengatakan tidak memaksa pihak manapun untuk percaya pada hasil hitung cepat.
Tetapi, bukan kemudian menuduh mereka sebagai pihak yang melanggar demokrasi.
"Silakan saja kalau tidak percaya. Asal, jangan dituduh macam-macam lah," tegas Deni Irvani.
Guru Besar Statistik dan Rektor Universitas Al Azhar, Asep Saefudin mengatakan, asalkan metodologi yang dilakukan benar, hasil dari lembaga survei tidak akan jauh berbeda.
Berapapun sample TPS yang ditentukan, dengan data dan persebaran yang proporsional, maka dapat memenuhi kaidah penelitian.
Baca: PSI Nyatakan Akan Jadi Oposisi di DPRD DKI, Partai Nasdem Menyebutnya Gagal Paham
"Sebenarnya, tidak masalah dengan berapa banyak TPS. Asal benar metode dan cara yang dilakukan, hasilnya tidak jauh berbeda," kata Asep Saefudin.
Adanya anggapan pertanyaan selisih angka survei yang awalnya 20 persen sebelum pemilu dari BPN, tidak terlalu dipermasalahkan oleh Asep Saefudin.
Jelas dia, hasil survei selama masa kampanye, bisa dimanfaatkan oleh kedua kubu. Hal itu, dapat menjadi rujukan untuk memperbaiki situasi dan kondisi di lapangan.
"Hasil survei itu harusnya dimanfaatkan. Keduanya kan bisa memperbaiki kinerja, jika masih ada yang kurang," ujar Asep Saefudin. (amriyono/tribunnews)