News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Permohonan Sengketa Pilpres 2019: BPN Soroti Ketidaknetralan Aparatur Negara

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana ruang sidang yang akan digunakan pada sidang perdana sengeta pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). MK telah menetapkan sidang pendahuluan PHPU Pilpres 2019 pada 14 Juni 2019, Pada sidang pendahuluan MK akan mendengar pokok permohonan yang menjadi gugatan dari pihak pemohon yakni Tim Hukum Prabowo dan Sandiaga Uno. Tribunnews/Jeprima

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tertanggal 24 Mei 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) telah teregistrasi dan akan mulai disidangkan, Jumat (14/6/2019).

Dalam berkas yang diunduh di situs MK lewat link https://mkri.id/index.php?page=web.EFormDetail2019&id=7, salah satu poin permohonan BPN menitikberatkan pada alasan Presiden Joko Widodo yang berstatus petahana berpotensi terjebak dalam kecurangan Pemilu.

Dalam berkas permohonan poin 38, mereka menjabarkan kecurangan sistematis, terstruktur, dan masif (TSM) yang dilakukan paslon 01 Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019 dan punya potensi yang bersangkutan harus didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019.

Baca: Fakta-fakta Han Seo Hee, Wanita Terduga Penjual Narkoba ke B.I eks iKON, Divonis 4 Tahun Penjara

Baca: Ini Pemicu Keributan PascaSidang Gus Nur di Pengadilan Negeri Surabaya

Baca: Indonesia Kecam Serangan Rudal yang Menyasar Bandara Abha Arab Saudi

Baca: Tolak Pembubaran Koalisi, Max Sopacua: Demokrat Tetap di Kubu 02 Sampai Persoalan di MK Selesai

Sekaligus menyatakan kemenangan untuk paslon 02 Prabowo-Sandi atau paling tidak meminta gelaran Pilpres 2019 diulang secara nasional.

Pada poin 39, disebutkan bentuk-bentuk pelanggaran Pemilu dan kecurangan masif paslon 01 yang dimaksud BPN.

Hal itu meliputi penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, ketidaknetralan Aparatur Negara; Polisi dan Intelijen, penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.

"Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat sistematis, terstruktur dan masif. Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, dan mencakup berdampak luas," tulis permohonan BPN.

Salah satu poin BPN soal ketidaknetralan aparatur negara ialah bagaimana polisi punya keberpihakan terhadap paslon 01 yang terlihat jelas dalam banyak kejadian.

Baca: Persib Bandung Akan Lakukan Evaluasi di Semua Lini Jelang Hadapi PS Tira-Persikabo

Baca: Berpisah Selama 75 Tahun, Sepasang Kekasih Ini Kembali Bertemu Walau Sudah Sama-sama Berumur

BPN memaparkan, salah satu bukti polisi tidak netral adalah adanya pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat AKP Sulman Azis yang mengaku diperintah menggalang dukungan bagi paslon 01 oleh Kapolres Kabupaten Garut. Bukti dari kasus ini teregister pada Bukti P-11.

"Perintah serupa juga diberikan Kapolsek lainnua di wilayah Kabupaten Garut," tulis permohonan tersebut.

Selain itu, BPN juga mengindikasikan polisi sengaja membentuk tim buzzer media sosial untuk mendukung paslon 01.

Terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890 dari unggahan videonya.

Bukti dalam perkara ini teregister lewat Bukti P-12.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini