Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto tak ingin data backlog perumahan sebesar 12,7 juta dipolitisasi.
Diketahui, Kementerian PUPR mencatat angka backlog perumahan atau kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah di Indonesia sebesar 12,7 juta.
Angka tersebut, kata Iwan, kerap dipolitisasi, apalagi saat tahun politik saat ini.
Baca juga: Lewat Program Makmur, Akses Pupuk dan Permodalan untuk Petani di Karawang Bakal Dipermudah
"Kita mengantisipasi. Pengalaman tahun-tahun politik itu suka data ini digoreng untuk berbagai macam kepentingan," katanya dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Ia kemudian mengatakan bahwa data backlog mengenai kepemilikan rumah ini akan kembali dikaji oleh jajarannya di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perumahan PUPR.
Hal itu tak lepas dari kekhawatirannya akan data ini berpotensi dipolitisasi.
"Saya khawatir ini menjadi konsumsi untuk kepentingan tertentu yang pada saatnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena kaitan dengan kepemilikan ini sangat relatif. Kami di Ditjen Perumahan tak ingin data ini bersifat politis," ujar Iwan.
Ia mengatakan bahwa data backlog perumahan ini bersifat relatif. Terminologi kepemilikan rumah ini, menurut Iwan, kerap diartikan sebagai seseorang harus memiliki rumah. Padahal, tidak selalu begitu.
Iwan kemudian mencontohkan satu contoh kasus.
"(Contohnya) saya anak tunggal, jadi saya tinggal di rumah orang tua saya. Kemudian misalnya saya sudah di luar tanggung jawab orang tua karena sudah umur 20, lalu dihitung sebagai orang yang membutuhkan rumah. Masuk data backlog gitu? Padahal saya pewaris tunggal. Itu rumah orang tua saya itu rumah saya," katanya.
Baca juga: Kementerian PUPR Siapkan Rp 6 Miliar untuk Ganti Rumput JIS, Pengamat Sepakbola: Ada Harga Ada Rupa
Ia juga mengatakan, hasil survei terbatasnya di lingkup Kementerian PUPR menghasilkan bahwa milenial saat ini tidak terlalu fokus kepada kepemilikan. Jadi, lebih memilih untuk menyewa apartemen.
Maka dari itu, dalam hal data backlog, Iwan menyebut yang menjadi pandangan pihaknya adalah rumah yang tidak layak huni.
"Yang kami klaim itu kan rumah yang tidak layak huni. Itu menjadi PR besar kita. Itupun data sedang kami konsolisdasikan," ujar Iwan.