Oleh Ida Romlah
TRIBUNNEWS.COM,BANDUNG--JIKA Anda berada di lingkungan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), coba luangkan waktu untuk singgah di Masjid Salman. Terletak di Jalan Ganesha No 7, Masjid Salman memiliki ciri khas yang berbeda dengan masjid pada umumnya.
Salah satu yang mencolok adalah kubah masjid yang dibuat menyerupai buku terbuka. Dengan menghadap ke atas, kubah berbentuk buku terbuka itu hanya bisa dilihat secara jelas dari atas.
Kubah berbentuk buku terbuka itu konon memiliki makna ilmu pengetahuan. Rasanya makna itu sangat tepat, sebab Masjid Salman berada di lingkungan kampus ITB yang notabene sebagai pusat menimba ilmu pengetahuan.
Selain kubah yang berbentuk buku terbuka, di dalam bangunan masjid juga tidak terdapat tiang tengah sebagaimana yang kita lihat pada masjid-masjid umumnya. Ini sengaja dilakukan agar saf jemaah saat salat bisa rapi dan rapat.
"Berdasarkan aturan dalam salat, saf itu memang harus rapi dan rapat. Tidak boleh ada celah. Karena alasan itu, barangkali arsitek Masjid Salman tidak memberi tiang tengah di dalam masjid," ujar Staf Khusus Yayasan Pembina Masjid (YPM) Salman, Samsu Basarudin, saat ditemui Tribun di kompleks Masjid Salman ITB, Jumat (20/7).
Masjid Salman ITB diarsiteki oleh Ahmad Noe'man, yang juga mendesain Masjidil Aqsa Palestina yang dipugar 1994.
Adapun nama Salman diberikan Presiden Soekarno. Presiden pertama Indonesia itu sengaja memberi nama Salman pada masjid ITB tersebut karena terinspirasi teknikus Islam pada zaman Rasulullah Muhammad saw, Salman Alfarisi.
Masjid Salman ITB merupakan pelopor berdirinya masjid-masjid kampus di Indonesia. Masjid tersebut memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya berdiri dan digunakan sebagai sarana beribadah.
Samsu menuturkan, sebelum berdiri, dibentuk terlebih dulu panitia masjid pada 1960. Ketika itu, masyarakat ITB menginginkan berdirinya masjid di lingkungan kampus.
Karena belum memiliki masjid, kata Samsu, salat Jumat perdana di kampus ITB pun digelar di Aula Barat dengan khatib M Hamiron. Salat Jumat tersebut, kata Samsu, merupakan salat Jumat pertama yang dilakukan di lingkungan kampus di Indonesia.
Pada 1961, digelar salat Idulfitri dan Iduladha di kampus ITB. Sama seperti salat Jumat, salat Id itu digelar di Aula Barat.
Samsu mengatakan, sebelum berdiri masjid, di Jalan Ganesha didirikan musala terlebih dulu. Baru kemudian Masjid Salman dibangun dan bisa digunakan pada 1972.
Sejak berdiri, kata Samsu, Masjid Salman belum pernah direnovasi. Hanya ada perbaikan kecil-kecilan, seperti atap yang kerap bocor. Awalnya, lantai masjid pertama menggunakan karpet, tapi pada 1987 diganti kayu. Ini dilakukan karena karpet lebih mudah bau dan kotor.
Masjid Salman memiliki luas 7.500 meter persegi. Selain masjid, ada juga tempat bisnis lainnya yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Jemaah tidak hanya mahasiswa, tapi juga masyarakat umum. Bahkan banyak masyarakat luar Bandung yang sengaja singgah di Masjid Salman, terutama saat musim libur.
Baca juga: